-->

Diamkan Perasaanmu, Semua Baik-Baik Saja - Dilma’aarij Riski Agustia - Lomba Menulis Cerpen


Diamkan Perasaanmu, Semua Baik-Baik Saja
Oleh : Dilma’aarij Riski Agustia

Pagi yang penuh syukur dan mengagumkan. Indahnya kuasa Allah menari-nari dalam diamku. Aku menerawang jauh ke langit biru dengan tatapan yakin. Perkenalkan wahai pandangan yang indah, aku Fatimah. Fatimah Binti Ahsan.  Perempuan yang penuh kasih sayang dan takut pada kecoa. Entah kenapa hewan coklat yang suka terbang ini, berhasil membuatku menjerit dan gemetaran hebat. Aku perempuan yang memiliki perawakan kurus dengan badan tinggi, memakai khimar dan sedang proses menyibukkan  diri. Aku hidup pada ilalang kota yang dingin namun menarik, baca saja kota Malang. Aku ingin membagi ilmu hidup, dan bagaimana cinta seorang dari manusia terhadap manusia lainnya bukanlah hal yang pasti.  Jika kalian setuju, okelah. Namun, jika mengingkarinya carilah alasan yang biasa dimengerti oleh orang lain. Mungkin diantara kalian sudah bersanding dengan dia yang baik-baik saja, atau dia yang menjadi milikmu saat ini tidak sedang baik-baik saja. Entahlah yang pasti jawabannya ada pada diri kalian sendiri. Oke teman, sering kali kita mendengar filsafat “The good man for  good woman” . Percaya atau tidak ? sudahlah, percaya saja ya. Hehehe. Karena aku cukup percaya.
Jika diizinkan untuk mengenang masa yang terlewati, jika itu tidak dilarang, maka aku akan menceritakan kisah ini.Yah, sekolah menengah atas merupakan masa yang akan selalu dirindukan. Jika kalian sudah melewatinya, bayangkan sedikit masa SMA yang menyenangkan. Oke lanjut ya. Sore itu, aku selalu sibuk dengan organisasi yang tiada ampun. Pagi hingga bumi menjadi gelap hari, aku baru bisa meringkuk ditempat tidur. Dan tau kah kalian, aku langsung tertidur dengan seenaknya. Namun berkat kerja keras yang lelah inilah, aku dipertemukan dengan sosok lelaki yang kritis dan bijaksana dalam organisasi. Dan kau mungkin bisa menebak bagaimana jalan cerita selanjutnya. Yah, benar. Aku dibuatnya kagum bukan main, biar aku ceritakan darimana aku kagum terhadap makhluk ciptaan Allah ini. Entah dia datang dari mana, dan berasal darimana, serta siapakah dia. Aku tidak tahu. Yang aku pedulikan pada saat itu. Sungguh seperti inikah rasa haru kagum pada lawan jenis. Wahai kalian yang sekarang sedang jatuh cinta, mungkin ? Cintailah dia yang kau cintai sewajarnya. Karena Wu Ji Bi Fan (Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik). Bagaimana bisa kau memastikan dia yang menjadi milikmu (baca saja pacaran), belum siap menghalalkanmu ? Bagaimana kau yakin apa yang kau jalani sepenuhnya kau percaya ? Allah yang Maha Menggenggam jiwa-jiwa kita, Allah yang Maha Melindungi kita
. Allah Maha membolak-balikkan hati hamba-Nya (Yaa Muqollibal quluubi).
“Wahai Dzat yg membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepada-Mu”
[HR. Muslim (no. 2654
)]
Aku akan memulainya, aku kagum pada sebut saja akhi. Dia biasa disapa oleh manusia sekitarnya dengan Faiz. Faizul Ikhram Kahfi. Dimasa sekarang dia telah lulus dari wisuda STAN D1 Pajak-nya. Dimasa yang mundur, dia orang yang aktif dalam organisasi, pandai, dan yang paling aku suka dia selalu mengutamakan ibadahnya. Aku bukan jatuh cinta seperti orang pada umumnya. Aku tidak merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama, ah apaan itu. Aku tidak tertarik dengan hal seperti itu. Maaf, untuk kalian yang tidak setuju. Karena aku hanya kagum. Sekedar kagum. Dan akan MUNGKIN selalu kagum. Namun entah dua jam setelah ini, satu tahun, dua tahun atau bahkan lebih, aku akan dibuatnya jatuh cinta. Dan entah apakah hal yang aku katakan ‘tidak tertarik’ justru akan menghantamku. Entahlah. Allah Maha membolak-balikkan hati hamba-Nya. Lihat saja, aku akan termakan omonganku sendiri atau tidak ?
Dua insan, Yah siapa lagi jika bukan aku dan Faiz. Kami memang terbiasa bertemu dan itu memaksa kami untuk bersama. Waktu dan jarak memang berpengaruh. Saling terkagum dalam diam itu hal yang luar biasa bagiku. Entah bagaimana dia mengartikan kekagumanku. Menerimakah, menjauhkah atau menolak, atau mungkin turut berbahagia. Jelasnya aku tak tau. Aku hanya berdoa kepada Allah untuk diberikan yang terbaik dan memiliki rasa wajar  tidak berlebihan. Namun entah mengapa, aku sempat menangkap sinya-sinyal yang dengan seenaknya aku mengartikan. Ya, dia juga senang dan turut berbahagia atas kekagumanku. Aku tetap bertahan dengan rasa yang aku tanamkan, karena aku tahu. Aku percaya padanya. Dan aku yakin dengan setiap perkataannya. Tidak ada dusta.
Wahai langit biru yang membentang luas,
Untuk deburan ombak yang menari-nari,
Pada kicauan burung pantai yang bernyanyi riang,
Teruntuk setiap bacaan Quran yang kau lafalkan,
Pada percikan air wudlu sebelum sholatmu,
Sampaikan salamku pada-Nya,
Aku melepaskanmu karena Dia,
Aku percaya. . .
Wanita baik untuk laki-laki baik,
Apapun itu,
Aku yakini itu yang terbaik,
Dan pada akhirnya,
Kita akan sama-sama,
Menemukan Jannahnya,
Entah engkau atau bukan ya akhi,
Bismillah...
Bahagiakan bahagiamu,
Jangan menderita dan teruslah tertawa,
Karena “Senyumanmu dihadapan saudaramu adalah shadaqah
Kita kembali disatukan dalam kehangatan di kota penuh kedinginan. Yah, meski kota ini dingin menusuk hingga ke hulu tulang. Namun, tidak dengan kebersamaan yang selama ini aku dan dia ciptakan. Menyenangkan dan selalu dirindukan. Malam itu, diantara keramaian kota, dan hamparan langit indah yang bisa dijamah. Aku melewati malam yang penuh motivasi hidup pikirku. Faiz, memulai melontarkan suara bersamaan dengan kendaraan yang lalu lalang.
“Baru kemarin aku wisuda SMA, sekarang sudah mau wisuda lagi” ucap Faiz dengan penuh bersyukur. Dia menatap langit dengan tatapan indah layaknya binar senja kemarin yang aku lihat.
“Alhamdulillah, Alfu Mabruk ya. Kota malang bakal ditinggal nih.” Bercanda gaungku untuk memecah suasana
“ Iya, kota malang yang penuh kenangan”
“Apa rencanamu usai wisuda, Iz? Kembali ke kota kelahirankah ?”
“Apa ya ? Mungkin aku TKD, dan menunggu penempatan. Kalau boleh, aku memilih penempatan di malang saja.”
“Ah, jangan di malang. Cari kota lain saja, di kota kelahiran saja. Biar setiap hari bisa ketemu bapak ibu mu”
“Entahlah, aku pikirkan nanti saja”
“Setelah itu, apa?” Ucapku penasaran
“Setelah apa, Fat?”
“Iya, setelah TKD, penempatan. Terus ada rencana lagi kah?”
“Ada”
“Apa?”
“Nikah, hahahaha” ucapnya dengan tertawa, namun beberapa detik setelah itu wajahnya berubah menjadi serius. Aku belum pernah melihat wajah seperti itu.
Yang aku tahu, aku percaya dia. Whatever happens, i still believe you. Yah, percayalah. Jika kalian ada diposisiku pasti kalian melakukan hal yang sama. Aku yakin. Jika tidak, berarti kalian bukan aku. Dari sejak tiga tahun lalu, aku selalu memegang prinsip hidupnya. Faiz tidak akan mengikat hubungan dengan pacaran. Tidak dengan hal yang lazim sekarang dikalangan anak muda. Dia sosok lelaki yang berbeda. Itu yang aku pandang darinya. Elegan dan menakjubkan. Teman langka yang aku kagumi. Yang tanpa sadar pun, rasa kagum yang membuatku bahagia disampingnya. Hanya sekedar teman hidup yang berbagi ilmu dalam hal apapun itu. Sosok lelaki yang pernah berkata
“Aku tidak perlu pacaran untuk bisa bahagia, aku akan lebih bahagia apabila langsung menghalalkannya. Memintanya bersamaku, Menghadap orang tuanya dengan berani dan meminta untuk menikahi putri beliau. Kau tahu Fatimah? bahwa indahnya pacaran adalah disaat kau bisa pacaran setelah menikah dengan imammu. Karena yakinilah, wanita baik untuk laki-laki baik dan sebaliknya. Tidak akan sia-sia selama ini kita menyibukkan diri. Karena kau tahu sendiri hasil tidak pernah mengkhianati usaha dan kerja keras. Tidak pernah. Allah itu Maha Adil dan Maha Banyak Cinta. Entah aku atau dirimu yang akan berlabuh terlebih dahulu, yang pasti ayo kita sama-sama baik dulu. Semangat.”
Yah, begitulah seorang Faizul, bijaksana dan menyenangkan. Siapa yang dibuatnya tidak kagum. Meski aku akui lagi, aku memiliki rasa. Yah kalian tahu lah rasa bagaimana yang aku maksud, rasa seorang perempuan terhadap laki-lakinya. Namun yang aku tanamkan selama ini, mencintainya sudah cukup bagiku. Karena aku hanyalah penggemarnya. Bukan penggemar fanatik lebih tepatnya. Dia idola untuk aku bisa lebih maju kedepan. Menatap cerahnya langit, dimana disana aku tuliskan masa depan dua tahun yang akan datang, tiga, lima bahkan enam tahun yang akan datang. Karena bagiku mencintainya saja sudah cukup. Aku tidak berharap banyak. Munafik memang kalau kalian tahu. Namun itulah aku, Dan aku ya aku. Bukan kalian ataupun orang lain. Dan aku percaya “ Dekatilah Sang Maha Pemilik hati, sebelum kau mendekat hatinya. Dekatlah dengan Allah terlebih dulu, untuk bisa dekat dengan manusia ciptaannya.” Aku percaya, entah dimasa depan aku berjodoh atau tidak dengannya. Yah, aku percaya apapun yang terjadi, semua itulah yang paling baik dari yang baik. Dan apabila besok dimasa depan bukan aku disandingnya, aku hanya akan berkutat. “Beruntunglah wahai engkau ukhti yang bersanding dengan teman langkaku, Si Faiz. Beruntunglah engkau, dan aku turut berbahagia dengan doa-doa langit aku panjatkan. Kau akan menjadi lebih baik dan lebih baik lagi bersamanya”

Jika itu benar-benar terjadi, maka itulah yang terbaik. Berbaik sangkalah kepada Allah. Jika bukan engkau Faiz, aku akan mendapatkan yang lebih baik. Amin. Karena yang paling utama. Kita sama-sama bahagia dunia akhirat. Dan jadi teman dunia akhirat yang selalu berdiskusi tentang kebaikan. Tentang hal-hal baik yang memotivasi. Tentang senyuman yang tidak akan pernah sungkan untuk ditebarkan dan disedekahkan. Dan yang perlu kalian tau, kita adalah teman yang saling mendukung dan saling mendoakan untuk kebahagiaan masing-masing. Karena teman baik adalah teman baik.
0 Comments for "Diamkan Perasaanmu, Semua Baik-Baik Saja - Dilma’aarij Riski Agustia - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top