Salam sastra, semuanya. Kali ini saya akan membagikan cerpen saya yang baru-baru ini telah dibukukan dalam Kumpulan Cerpen-Cerita Dari Kampung terbitan Aura Publishing. Berbicara tentang kebiasaan-kebiasaan yang sudah sangat melekat dalam kehidupan masyarakat di perkampungan. Bukan sebuah kehidupan yang terbelakang melain sebuah kehidupan yang layak untuk dikatakan sebagai sebuah kesenangan yang selalu disrundukan oleh para tokohnya.
APA
KURA-KURA AIR TAWAR BERMIMPI?
“Ah,
manusianya sudah berbeda lagi.”
“Maksudmu?”
“Bukan
urusan kita. Tapi, manusia yang datang ke sini selalu berbeda. Sirip
bercabangnya ada yang panjang, ada yang pendek, dan ada yang dibalut kulit
berbulu.”
“Tidak
apa-apa. Sekarang kita sedang bermimpi, bukan?”
Aku
adalah kura-kura air tawar. Kehebatan kami adalah hidup di daratan dan di dalam
air. Menghabiskan sebagian waktu di dalam sungai atau lumpur. Meskipun demikian,
kami mampu bertahan dalam waktu yang lama berada di daratan. Asal kalian tahu
saja, kami kura-kura air tawar dapat hidup di sungai kecil di atas perbukitan.
Jangankan disana, di dalam hutan dengan sedikit air saja kami mampu bertahan
hidup. Karena hidup, kami sendirilah yang mengusahakannya. Bukan campur tangan
kura-kura air tawar lainya dan bukan pula karena manusia.
Meskipun
kami jarang berkumpul bersama layaknya manusia, tapi itulah yang membuat kami
kuat dan tegar. Berenang dan merangkak ke sana ke mari seorang diri. Memakan
segala sesuatu yang kami usahakan sendiri. Karena alam sudah sangat baik kepada
makhluk yang hidup di atasnya. Mengalirkan air setiap tahun lengkap dengan
sesemakan yang tumbuh di sebelahnya. Menghembuskan angin untuk menjatuhkan
buah-buahan dari pohonnya. Menurunkan bulir-bulir air sungai dari atas dan
darinya tumbuh sayur-mayur. Hijau merekah sangat menggugah seleraku ini. Ah,
sungguh beruntung menjadi kura-kura air tawar.
Gerak
lambat tak membuat kami letih. Berputus asa dan membutuhkan istirahat.
Jangankan istirahat, tidur saja kami jarang. Palingan kami tidur saat cuaca
sedang tidak bersahabat. Terik cahaya di atas kepala kami yang seakan-akan
memancarkan kemarahannya kepada kura-kura air tawar. Untung saja kami punya
tempurung yang membuat kami bisa berlindung di dalamnya dan membenamkan diri di
dalam lumpur. Asal kalian tahu saja, jika kami kura-kura air tawar sudah
tertidur di dalam lumpur karena terik matahari, butuh waktu lama bagi kami
untuk bangun. Sungguh nyaman dan nyenyak di dalam sana. Seingatku, hanya ada
kegelapan di sana. Sungguh kelam dan tak menyisakan cahaya untuk merembes di
antara tempurung kami. Karena kami tahu, di mana ada kegelapan pasti kami
sedang bermimpi, bukan?
Mungkin
manusia merasakan dan melakukan hal yang sama untuk tidur.
Kebanyakan dari mimpi kami tentang
manusia. Manusia dan kura-kura air tawar. Oleh karenanya, mimpi kami terasa
menakutkan. Di kala gelap, manusia berjalan dan merangkak. Bunyi dentuman
sepatunya seperti dentuman air terjun di hulu sungai. Beberapa dari mimpi itu,
membawa petaka bagi kami, kura-kura air tawar.
Misalnya mimpi salah satu-satu kura
jantan yang tengah berjemur di bibir sungai itu.
Kau lihat kura-kura air tawar yang
disana? Ukurannya hampir sama denganku. Dengan kaki dan ekor yang terlihat
kokoh dan kuat. Ia mampu merangkak keluar sungai seorang diri. Meskipun aku
juga bisa melakukannya. Tapi, ia hanya memerlukan waktu beberapa saat saja
untuk melakukannya. Seingatku ia pernah menghilang beberapa waktu. Secara
ajaib, ia kembali lagi ke sungai tempat kami tinggal. Dan selama itu pula, ia
tidak mempunyai pasangan.
Meskipun kami seekor kura-kura air
tawar yang lambat dan keras, tetapi mencari pasangan dan keturunan juga sangat
penting. Menemukan betina yang benar-benar cocok sangat sulit bukan. Sama
halnya dengan keadaanku saat ini. Meskipun sangat ingin memiliki pasangan, tapi
masih “belum siap.”
Kami, kura-kura air tawar memiliki
hidup rata-rata empat puluh sampai lima puluh tahun. Cukup lama, bukan? Butuh
waktu cukup panjang bagi kami untuk menjadi kura-kura dewasa dan siap untuk
mencari pasangan. Biasanya kami siap memiliki keturunan pada usia lima belas
sampai dua puluh tahun. Dan aku salah satu kura-kura yang belum mencapai hal
tersebut. Karena sekarang usiaku masih tiga belas tahun. Setelah siap untuk
kawin, barulah kami menjalani kehidupan bahagia bersama pasangan dan anak-anak
kami. Membayangkannya saja sudah membuatku bahagia, apalagi sudah terjadi.
Barangkali, aku akan punya dua puluh telur.
Semua kesenangan itu sudah tak
tercapai lagi untuk kura-kura yang aku ceritakan tadi. Kura-kura air tawar yang
memiliki ukuran tubuh hampir sama denganku.
Menurut beberapa cerita dari
teman-teman sesama kura-kura air tawarku, saat usianya tujuh belas tahun,
manusia mengambilnya dari dalam sungai. Kemudiannya tak sanggup menghindari
tangan-tangan manusia yang sekedar iseng memungutnya dari dalam sungai. Kala
itu ia tengah bermimpi. Suasana sangatlah gelap. Tak ada sinar bulan yang
terpantul dari daun talas yang tumbuh satu-satu di tepi sungai. Terdengar suara
manusia.
“Ayo cepat, perut aku sudah sakit.”
“Iya, kamu yang mau buang air,
kenapa aku yang repot.”
“Akukan takut.”
“Tidak ada hantu di sini. Palingan
deru mesin di pabrik getah yang di atas sungai. Ayahku yang bekerja di sana
melarang kita main ke sungai malam-malam begini.”
“Kenapa?”
“Ya, tidak tahu. Ayo buruan!”
“Iya, iya.”
Seketika menjadi hening. Hanya suara
air mengalir yang terdengar sayup di telinga kura-kura air tawar itu.
“Ah, aku bermimpi lagi. Gelap, sama
seperti di dalam lumpur.” Pikir kura-kura jantan itu. terus saja membuka
matanya kala itu. beberapa rerumputan di tepi sungai masih sempat ia ia kunyah
perlahan sebagai pengganjal perut. Tiba-tiba.
“Hei, coba lihat yang aku temukan.”
“Apa itu?”
“Sepertinya labi-labi.”
“Bawa pulang saja untuk di
pelihara.”
“Boleh.”
Kalian tahu, sebelum mencapai usia
dewasa, kura-kura tidak boleh diambil dari tempat tinggalnya. Hilang harapan
bagi kami untuk mencari pasangan. Apalagi melahirkan telur-telur yang nantinya
menjadi bahagia. Dan begitulah yang terjadi pada salah satu kura-kura air tawar
itu. tetapi, kalian tidak usah khawatir. Karena itu hanyalah mimpi kami
kura-kura air tawar. Melihat gambaran-gambaran tentang manusia di dalam
kegelapan. Bukankah sama saja saat kami tertidur saat cuaca sedang tidak baik.
Mungkin musim panas yang berkepanjangan membuat kura-kura air tawar banyak
bermimpi akhir-akhir ini.
Ada juga beberapa mimpi yang membuat
keberadaan kami terganggu. Hal ini terjadi pada kura-kura kaki gajah. Kalian
tahu, kakinya sangat besar jauh melebihi ukuran kaki-kakiku ini. Tapi, ia tak
secepat aku saat mendaki bibir sungai. Keunikan itulah yang membuat mereka
sering bermimpi. Ah, kura-kura air tawar memang suka bermimpi. Mimpi tentang
kura-kura air tawar dan manusia.
Mimpinya seperti ini.
Terdengar derap langkah yang
terdengar berat. Seperti sirip bercabang manusia dibungkus oleh sesuatu.
Barangkali tempurung sudah tumbuh di kaki mereka.
“Apa benar banyak baning di sini?”
“Kata anak-anak yang sering main di
sini, mereka acap kali melihat baning.”
“Baiklah! Ayo kita cari!”
“Kalau berurusan dengan uang, baru
kau bersemangat.”
“Seperti kau yang tidak suka uang
saja. Saat ini, harga baning di pasaran sedang naik, bukan. Kalau kita dapat
dua atau tiga ekor, pasti untungnya besar.”
“Jangan pikirkan itu dulu. Ayo cepat
cari.”
“Iya, iya. Bagaimana aku bisa
bergerak cepat kalai sepatu bot ini sangat berat dan besar.”
“Pakai saja.”
Seperti biasanya, saat itu dunia
dipenuhi kegelapan dan bulan memantulkan sinar yang membuat beberapa rerumputan
memiliki dua sisi. Satunya putih pucat dan satunya lagi gelap berkepanjangan.
Sang kura-kura kaki gajah kala itu sendang merangkak menaiki bibir sungai.
Perlahan-lahan karena kakinya yang begitu besar. Ah, meskipun di dalam mimpi,
masih saja jalannya lambat.
“Kalau kita menemukan dua baning,
sisakan satu untukku, ya!”
“Eh, kenapa? Bukannya dijual lebih
untung.”
“Iya tapi anakku terkena malaria.
Kata orang, baning bisa menyembuhkan malaria.”
“Oh ya?”
“Iya!”
“Yang aku tahu bisa menyembuhkan
nyeri sendi dan TBC”
“Itu aku juga tahu. Soalnya
kemarin... Eh, ada bening!”
“Dimana?”
“Wah, sungguh besar.”
Kura-kura kaki gajah itu hanya terdiam.
Karena ia tahu, ia sedang bermimpi.
“Oh, dalam mimpi ada manusia.”
Pikirnya.
Sejak saat itu, kami tak pernah lagi
melihat kura-kura kaki gajah lagi. Tak seperti kura-kura air tawar sebelumnya,
kali ini ia tak kembali. Sudah beberapa musim. Mungkin ia tertidur dengan lelap
dan tak mau bangun dari mimpinya. Lumpur terasa sangat nyaman bagi si tua itu.
aroma tanah yang lembap, tetes-tetes air yang merembes melalui cangkangmu yang
renggang dan mimpi-mimpi yang sangat jarang kalian temui. Terkadang, aku juga
mau bermimpi. Meskipun sampai saat ini hanya kegelapan yang kulihat tanpa
manusia dan sirip bercabangnya.
Keseharianku sungguh membosankan.
Berenang di sungai dan sesekali menggigit daun talas yang tumbuh di tepinya.
Meskipun kami tidak memiliki gigi, tapi moncong yang keras ini sanggup memotong
dedaunan yang mencuat di bibir sungai. Beberapa kali aku merangkak keluar dari
sungai dan memandang aliran air yang mengalir dengan perlahan. Tak ada betina
yang terlihat berkeliaran di sekitar sini. Andaikan saja kami suka berkelompok.
Pasti beberapa betina akan kudapatkan dan memiliki banyak telur. Aduh, tanpa
kegelapan aku sudah bermimpi seperti itu.
Sekarang sudah musim kemarau. Kalian
tahu, terasa panas di mana-mana. Dedaunan tak segar lagi untuk dikunyah.
Beberapa sungai dan danau sudah mulai mengering dan aku tak bisa lagi berenang
di dalamnya. Meskipun merangkak ke sana sini, kami akan tetap berada di
daratan. Ini saat yang tepat pula untuk membenamkan diri ke dalam lumpur sungai
yang sudah mulai mengering. Aku harus bergegas selagi lumpurnya masih basah dan
becek. Kalau tidak, kaki-kakiku ini akan kesulitan menggalinya dan tempurungku
tak bisa menahan sinar matahari yang terik. Meskipun ia terlihat kokoh dan
kuat, tapi alam sungguh tak sungkan pada kami, kura-kura air tawar.
Ah, sungguh nyamannya membenamkan
diri di sini. Meskipun tempurungku sedikit terlihat. Tapi tak apa. Asalkan aku
bisa bermimpi dengan tenang bersama dengan kegelapan ini.
“Oi, coba lihat!”
“Apa ini?”
“Tidak tahu.”
“Coba saja di cabut.”
“Eh! Tapi aku takut.”
“Dasar penakut. Awas, biar aku
saja.”
“Oh, seekor kuya.”
Kalian tahu, akhirnya aku bisa
bermimpi seperti yang lainnya juga. Tapi, dalam mimpi ini di penuhi cahaya. Tak
ada kegelapan yang terlihat. Sekarang aku tahu, ternyata kura-kura air tawar
benar-benar bermimpi.
“Bawa pulang yuk.”
“Tidak boleh. Aku penasaran dengan
apa yang ada di dalamnya. Sepertinya kosong.”
“Apa benar.”
“Bagaimana kalau di buka saja
cangkangnya.”
“Boleh.”
Padang,
5 Juni 2016, 19.23 WIB
Tag :
Cerpen
1 Comments for "Apa Kura-Kura Air Tawar Bermimpi? Sebuah Cerpen dari Kumpulan Cerpen-Cerita dari Kampung"
Nice gan,, Gambate...