-->

Bersama Bayang Ibu - Tarthiela R. Rhamly - Lomba Menulis Cerpen

Bersama Bayang Ibu
Tarthiela R.  Rhamly

            Malam begitu larut tanpa dirasa oleh para santri yang sedang asyik menyaksikan kedap kedip bintang di langit sana, berbeda dengan santri yang satu ini. Diela, yang hidupnya  penuh dengan lika liku yang sulit untuk di pecahkan Dia mencoba untuk menepis semuanya namun, selalu sia-sia.
            Kejadian antara orang kedua orang tuanya berhasil membuat prestasi Diela menurun, untuk saat ini Diela mengarungi hidupnya tanpa Ibu tercintanya. Diela merasa hal itulah yang menjadi pemicu ketidak fokusnya Diela dalam belajar. Tapi, untung ada Zizy yang selalu mengerti dan paham akan keadaan yang menimpa Diela.
“Sabar ia Bak, wajar kehidupan itu kan? Penuh dengan tantangan dan perjuangan, hibur Zizy.
“Iya Mbak tahu, namun Mbak sudah tidak tahan lagi, sudah sembilan bulan Mbak seperti ini, yang penuh dengan hal-hal yang sulit untuk dipecahkan, tutur Diela pada Zizy.
“Iya Mbak Zizy mengerti, tapi jalan satu-satunya kalau sudah berusaha adalah tawakkal yang disertai dengan kesabaran, Zizy terus memotifasi Diela.
“Iya Zy Mbak tahu, bahkah sudah sangat mengerti. Dan kesabaran Mbak sudah sampai batas, ungkap Diela membantah.
Mereka terlarut dalam perbincangannya, hingga merekapun terlelap dan terbawa bunga tidur (mimpi). Pagi harinya Diela menangis lagi karena mimta untuk dikirimin note book namun, masih  belum juga  dikirimi sama Bibik[1]. Sorenya Diela mendengar kabar dari orang tua teman pondoknya yang juga sama-sama satu desa dan masih mempunyai ikatan family. Diela bahagia karena kabar itu sangat meyakinkan. Azan maghribpun berkumandang, Diela terus menunggu namun apa yang Dia dapat? Hanya kekecewaan yang begitu mendalam. Bahkan, sampai-sampai Dia bernazar, jika keinganannya terkabulkan Dia akan memberi uang terhadap anak yatim. Namun, Dia tidak bilang sama siapapun, Dia ingin hanya Dirinya dan Tuhan yang  tahu.
“Mbak Diela sudahlah, jangan mikirin itu lagi dan yakinlah bahwa apa yang Mbak  ingin kan pasti akan dikabulkan oleh yang Kuasa, lagi-lagi Zizy datang menghiburnya.
“Iya Zy Mbak tahu. Namun, perlu Kamu ketahui tugas ini sangat penting dan merupakan persyaratan ikut ujian.
“Iya sudah Bak, ayo mandi dari pada menangis terus tidak ada gunanya, hanya membuang-buang waktu saja.
Diela pun menuruti apa yang dikatakan Zizy dan Dielapun mandi dan setelah selesai, Dia ke mushollah untuk salat maghrib, baru selesai bilang salam Diela dipanggil Mbak Fazanya katanya dikunjungi Bibiknya. Wih…, tanpa banyak pikir Diela langsung turun dari mashollahnya dari saking[2] bahagianya Diela lupa kalau selesai shalat mahgrib itu wajib ngaji bersama. Beginilah kehidupan di podok pesantren kalau sudah dikunjungi hilanglah kesedihan itu. Diela langsung mencium tangan Bibiknya dan kebetulan Adeknya dibawa.
“Gimana kabarnya dirumah?” Tanya Diela kepada Bibiknya.
Alhamdulillah,” jawabnya.
“Bik kenapa tidak dikunjungi kemarin? padahal ini sangat dibutuhkan, dan besok terakhir penyetorannya, yang lain sudah pada dikumpulkan tinggal punyaanku.
“Gini katanya, waktu Kamu yang menitipkan pesan cuma disuruh download tentang ilmu fiqih dan tidak menyuruh untuk dianterin note book.
“Aduh gimanaya Bik? Padahal sudah jelas-jelas Aku bilang anterin note book.
“Apanya Diel yang gimana? Sudah jangan terlalu dipikirkan sekarang note booknya sudah ada ditangan Kamu, kata Bibiknya.
Begini Bik masalahnya ini banyak yang harus diketik, bukan hanya satu atau dua lembar bagimana kalau diparani besok?”
“Iya terserah Kamu. Tapi, dayanya takut habis.
“Terus gimana Bik?” Tanya Diela ragu
“Iya sudah tidak papa, kan masih penuh batrenya, asal jangan lihat film dulu sebelum pekerjaannya selesai, dan setelah itu Kamu boleh mau nonton apa saja sesukamu, asal jangan sampai file yang ada hilang, saran Bibiknya
Dan setelah itu Bibinya pulang, azan isyapun berkumandang, seperti yang biasanya semua santri pada ngumpul dimushalla untuk shalat jamaah begitu juga dengan Diela, dan setelah berjamaah bersama baru mereka turun dari mushalla, untuk melanjutkan aktivitas masing-masing. Apalagi Diela yang paling antusias sekali karena Dia inggin segera langsung ngetik Dia tidak sendirian ada Zizy yang setia menemaninya.
“Zy, kalau misalnya nanti Mbak capek Kamu yang ganti Mbak ia,” pinta Diela
Siap Mbak, asalkan Mbak jangan menangis lagi, Zizypun menuruti permintaan Diela
Baiklah tenang saja. O ia kalau misalnya nanti Kamu juga capek biar Sela saja yang ganti Kamu ngetik”
Tidak, Aku males capek Mbak. Tidak tahu juga,” sambung Sela
“O. . . jadi tahunya Kamu hanya Adit saja gitu?” Canda Diela
“Eh Mbak jangan sembarang ngomong Bak.
“Sudah-sudah, kalau ribut kapan selesainya?” Kata Zizy karena merasa terganggu.
            Diela melanjutkan ngetik dan sebentar kemudian rasa capek telah Dia rasakan sesuai dengan kesepakatannya tadi, yang sudah di sepakati. Giliran Zizy yang ngetik, berselang beberapa menit kemudian ketikannya sudah mencapai sembilan HVS. Namun sayang semuanya terkena blok mau diundo tidak bisa dan pada akhirnya sia-sialah pekerjaan Mereka yang memakan waktu satu jam. semua hilang dan dayanya hampir habis.
“Sudah dulu Mbak biar lanjutin besok saja sambil pinjam changger kepada Mbak Putri yang kebetulan Dia juga membawa note book.
“Ita juga, ayo Kita tidur, ajak Diela.
“ Tapi, sayangnya Aku masih belum ngantuk, tolak Zizy.
“Iya sudah kalau begitu Kita woles saja diluar, sambil lalu Mbak mau membuat karya tulis semacam cerpen itu, tutur Diela
“Ide yang bagus itu Mbak.
Merekapun berbincang- bincang sambil lalu menikmati senyum sang bulan dan kedap kedip bintang yang berpijar dilangit sana, mereka larut dalam perbincangannya yang bertemankan sang malam berselimut sinar terang mayapada. Keadaan menjadi hening seketika, Mereka terdiam karena terhipnotis akan indahnya panorama alam semesta.
Mbak. . . . ” kata Zizy menghempas keheningan
“Apa Zy…?”
“Mbak sudah ngantuk belom?” Tanya Zizy
“Belum Zy, abisnya Aku bahagia banget, Diela bertutur
“Memangnya apa yang membuat Mbak sebahagia ini?” Tanya Zizy lagi
“Ternyata dibalik perubahannya Ibuku. Beliau masih ingat kepadaku, yang pada dasarnya tidak seperti yang sedia kala saat masih bersama. Hidup dalam satu atap, kata Diela
O. . . sebab itulah Mbak bahagia. Maka dari itu Mbak, ini semua karena kesabaran Mbak. Orang yang sabar pasti akan mendapat  kado teridah dari Tuhan.
“Iya juga ya Zy. Namun, perubahan Ibu membuat Aku tidak mengerti. Diela berkata dengan intonasi yang berbeda.
“Yang sabar ia Mbak. Wajarkan ini semua terjadi? Ini semua terjadi Karena Ibnya Mbak tidak bersama Mbak lagi,” hibur Zizy.
Zeiziy terus membujuk Diela untuk melupakan semua musibah yang menimpanya. Namun Diela mangkel[3] orang bertipe egois tidak ada yang bisa membantahnya. Kecuali, orang yang bisa menbuatnya tersenyum. Itulah Diela. Namun, dibalik ini semua selalu ada hikmah yang dapat diambil.
Malam semakin larut, keadaan kembali hening, daiantara Zizy dan Diela tidak ada satupun yang bersuara, mereka sama-sama terdiam. Sampai akhirnya Mereka mengantuk dan mulai memejamkan matanya. Hingga keduanya memesuki dunia mimpi yang mengajaknya untuk tersenyum.
Dialam mimpinya Diela bertemu dengan Ibunya seraya mendekap Diela dan hal itu membuat Diela terbangun.
Hingga pagipun menyapa.
Suasana ramai menjelang ajian kitab pagi. Semua santri sibuk dengan sendirinya. Apalagi Diela, sedari lapas solat subuh bersama, Diela mulai mengajak jemari lentiknya untuk menari diatas keyboard untuk mengerjakan tugasnya yang tadi malam hilang entah kemana. Tapi sayang, pikirannya mengingat mimpinya yang bertemu dengan Ibu yang sangat disanyangnya, kejadian yang tadi malan dalam mimpi.
Bayangan Ibunya selalu saja menghantui pikirannya, membuat dirinya harus mengingat kejadian sembilan bulan lalu dan hal itu berhasil membuat Diela menangis. Penceraian Ibunya dengan Bapaknya, yang sekarang hidup bersaman Diela, sedangkan Ibunya pulang kerumah orang tuanya tidak bersama Diela lagi.
Aku harus bisa menepis semua pikiran ini, hal ini hanya akan menganggu pendidikanku, dan Aku harus sadar itu. Meski Aku tidak bersama Ibu lagi, tapi Aku yakin Ibu selalu menyayangiku. Itu pasti. Diela membatin seraya terus memainkan jarinya diatas keyboard.




0 Comments for "Bersama Bayang Ibu - Tarthiela R. Rhamly - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top