Setengah
Aku sangat terkejut mendengar cerita isa, hal tak pernah aku bayangkan sebelumnya.Aku termenung berjalan dirumah sakit dimana keramaian diiringi rasa kecewa, takut, lelah dan khawatir dari orang-orang disekitar.
Aku pulang dan sampai dirumah untuk mempersiapkan pindah
kesekolah baru besok, ini membuatku gugup karena disana aku akan bertemu orang
baru lagi yang aku tak tau bagaimana dia berpikir da nisi pikirannya.
Ibu pulang ! aku hanya diam karena malu atas kesalahanku dan
belum mengucapkan kata maaf. Ibu juga diam setelah kejadian itu dan tak ada
berbicara kepadaku bahkan melihat atau memandang wajahku. Begitulah
keseharianku setelah kejadian itu. Didalam hati sungguh aku menyesal dan sangat
menyesal tapi entah bagaimana mulut ini begitu enggan mengakatan maaf kepada
ibu yang telah membuatku melihat dunia ini.
Hari demi hari berlalu dan aku mulai terbiasa dengan sekolah
baru, tak ada yang spesial dengan sekolah baru. Aku hanya berteman biasa dengan
anak-anak dikelas dan selalu pulang sendirian. Sudah lama aku tidak ada
bertegur sapa dengan ibu dan sudah lama aku ingin menyampaikan kata maaf ini.
Aku belum juga mengatakan maaf kepada ibu dan begitu juga dengan ici yang tidak
ada memberi kabar, mungkin sekarang nomor teleponnya sudah tak aktif lagi.
Hariku terasa hampa dan membosankan karena teman bermain dan
tempatku mengeluh sedang tidak baik denganku. Aku tidur dikamar memandangi
keluar jendela melihat orang yang melangkah entah kemana dengan tujuan mereka.
aku melihat isa lewat lalu aku duduk dan memandanginya berjalan “ rumah dia kan
jauh tapi kok jalan disini, tapi syukurlah dia sudah sembuh “.
Isa berhenti didepan rumahku memandangi kedalam dengan
tatapan ragu aku lihat, dia mengatakan sesuatu dan terdengar seperti memanggil
namaku. “ hah ? dia memanggil aku ?” itu sangat aneh kenapa isa kesini dan
kenapa dia tau rumah aku. Aku segera berlari keluar membuka pintu dan pergi
kedekat pagar.
“ nah isa kenapa manggil nazwar ? kok tau rumah nazwar ? trus
kok jalan kesini, kan jauh ? udah sembuh ?” aku berceloteh cukup banyak.
“hahaha nazwar kamu ngomong apaan ? Tanya satu-satu lah, gak
bisa dicerna sama otak isa nih” isa tertawa.
“maaf sa kebiasaan” baru kali ini aku kembali mengkhwatarikan
orang selain ici. Ini aneh !!
Isa mengatakan hanya mau mengajak aku bermain bersama karena
dia melihat aku agak sedikit murung, aku bertanya dia tau dari mana aku agak
murung dan ternyata teman-temannya adalah orang yang sekelas denganku disekolah
baru. Walaupun dia juniorku tapi dia tak pernah memanggilku abang,senior
ataupun dengan panggilan yang lebih tua. Entah apa yang membuatnya tak mau dan
entah kenapa dia ingin akrab dengan orang seperti aku.
Walaupun kami berebeda sekolah isa tetap mau menemani saya
bermain. Ada satu pertanyaannya yang membuatku berfikir dalam.
Isa bertanya “ nazwar kenapa yosi tak pernah memanggil nama
mu ?”
“….hmmmm” aku terdiam.
“apa kamu tak menyadarinya ?”
Benar aku baru sadar sekarang, selama aku dekat dan menjadi
sahabat yosi dia belum pernah memanggilku. Dia hanya akan memanggil dengan
panggilan hoi,kamu atau hal seperti itu. Entah kenapa aku baru menyadarinya
sekarang, andai aku bisa menanyakan alasan nya langsung pada ici.
Pertanyaan tersebut ingin membuatku bertemu dengan ici tetapi
sampai sekarang aku masih belum bisa bertemu dengannya bahkan mendapat kabar
darinya. Semakin banyak pertanyaan yang belum terjawab dipikiranku dan membuat
waktu tidurku semakin singkat. Padahal aku masih muda dan seharusnya aku
menjalani masa muda ku dengan bahagia bukan dengan masalah seperti ini.
Pertemuan dengan isi berakhir dengan pertanyan yang dia
ajukan itu dan bahkan belum aku jawab. Aku pulang kerumah, seperti biasa ibu
telah menyiapkan makan siang dan ibu belum menyapaku hingga saat ini dan ini
sudah dua minggu lamanya. Aku pun begitu entah kenapa aku merasa malu minta
maaf kepada ibu. Kami selalu makan bersama menonton bersama tetapi aku dan ibu
tak pernah bicara bersama selama dua minggu. Aku telah mendapatkan dosa besar.
Setiap hari aku pulang sekolah ibu selalu sudah dirumah dan
selalu sedang tidur dikamarnya. Aku selalu melihat ibu tidur sepulang sekolah,
melihat diam-diam kekamarnya. Setiap hari pula aku ingin minta maaf pada ibu
tapi tak pernah terucapkan kata maaf dari mulutku untuk ibu.
Satu bulan berlalu aku marahan sama ibu, satu bulan pula
tidak ada kabar dari ici dan satu bulan pula aku selalu ditemani isa bermain.
Hari ini hari rabu 2 hari sebelum peringatan hari pendidikan, disekolah ada
latihan untuk pawai hari pendidikan. Aku berangkat kesekolah dengan
perlengkapan yang disuruh bawa oleh guru. Perasaan ku sangat aneh dan semakin
aneh tapi aku tak tahu kenapa. Badan ini mulaii terasa tak enak dan berat. Aku
tak melanjutkan latihan dan segera
pulang, dirumah seperti biasa ibu tidur dikamarnya dan aku melihatnya tidur
dengan diam-diam. Aku pergi kekamarku dan tidur tanpa memakan apa yang telah
disiapkan ibu untukku.
Aku tidur karena aku merasa demam dan rasanya saat terbangun
sudah sore, ayah membangunkanku “nazwar bangun sudah maghrib”. Aku tak
menjawab, lalu ayah mendekat dan memanggilku lagi “nazwar sakit ?” aku tetap
tak menjawab. Badanku gemeteran dan ayah memegang kepala ku. “ nazwar demam
tapi kenapa gak bilang ? apa nya yang sakit ? bilang sama ayah nak !” aku tak
merespon karena memang tak bisa mengeluarkan suara ini.
Aku bahkan mulai menutup mata dan tak bisa kubuka lagi,
sepertinya aku sudah hilang kendali diri sendiri. Ayah yang disampingku
terdengar sangat panic dia terus meanggil-manggil namaku. Aku rasanya mulai tak
sadarkan diri dan badanku terasa terangkat keatas. Ayah menggendongku keluar
sambil membuatku sadar. Hari ini hari rabu dan untuk pertama kalinya selama
sebulan ibu datang kepadaku dan bertanya “nazwar kenapa?”.
Suara ibu sangat terdengar jelas ditelingaku sangat jelas
tapi, aku tak dapat mengatakan apapun waktu itu. “ayah cepatlah bawa nazwar
berobat !” ibu terdengar lebih panik lagi dari ayah. Ayah lalu mengatakan
padaku “ nak,kita pergi kerumah sakit ya. Nazwar berobat dulu ya ?” ayah
bergegas menghidupkan motor dan ibu memegangku untuk tetap berdiri. Aku
dinaikkan keatas motor, ayah yang membawanya dan ibu berada dibelkang
memegangku. Ibu terus memanggi namaku sepanjang jalan dan berkata “nazwar ini
terakhir kalinya ya ibu antar berobat, habis ini ibu gak mau antarin aal
berobat lagi.”
Setelah mengatakan itu
ibu tak berkata apa-apa lagi dan hanya terdengar ditelingaku ibu sedang
menangis dibelakang. Aku sampai dirumah sakit dan ayah langsung menurunkanku
serta menggendongku keruang UGD. Aku dibaringkan ditempat tidur berlapiskan
kulit yang berbunyi-bunyi, aku masih setengah sadar dan dokter berusaha
menyadarkan ku serta memberi beberapa pertanyaan. Entah berapa lama aku
terbaring disana sambil dokter memeriksa ku, dokter bahkan sudah memberiku obat
dan menunggu respon dari obat tersebut.
“keliatannya anak bapak sudah baikan, ini hanya demam tinggi
pak makanya dia mengalamai kejang-kejang .” aku mendengarkan dokter mengatakan
itu pada ayah. Ibu hanya duduk disampingku tanpa mengatakan apa-apa. Ayah
datang kepadaku “ nazwar udah bisa pulang malam ini, jadi kita pulang lagi ya”.
Aku hanya mengangguk dan ibu pun bersiap-siap diluar. Kami berangkat pulang
dengan seperti waktu perginya. Ibu tak berkata apapun diperjalanan pulang
kepadaku, ibu hanya meminta ayah berhenti sebentar dan membeli kue. Begitulah
sampai kami tiba dirumah.
sampai dirumah ibu menyiapkan tempat tidurku didepan tv dan
langsung menyuruhku tidur. Ibu mengambilkan makan untukku dan menyuruhku makan.
Aku memakan nya sedikit dan meminum obat setelah itu. Tanpa berlama-lama aku
pun tertidur, setelah itu aku tak tau apa yang terjadi hingga paginya.
Pagi ini adalah hari kamis, sekolah diliburkan kata
teman-teman kelasku. Aku tak melakukan apapun pagi itu hanya melihat ibu
berkemas-kemas membersihkan rumah dan menonton tv. Ibu melihatku dan mengatakan
“cepat sembuh ya nak”. Itu adalah satu kata dari ibu pada hari kamis itu dan
setelah itu ibupun tak berkata apa-apa lagi. Begitulah hari kamis berlalu dan
aku masih belum minta maaf kepada ibu.
Sekarang adalah hari jum’at, hari dimana diadakannya upacara
hari pendidikan nasional.Aku bangun lebih awal pagi ini tapi aku tak melakukan
apa-apa, kali ini aku tidur dikamar bukan didepan tv. Aku hanya mendengar ibu
memasak didapur aku pun berdiri berjalan kedapur, dipintu aku hanya memandangi
punggung ibu dengan niat ingin meminta maaf tapi aku masih belum melakukan nya
pagi itu.
Aku kembali ketempat tidur menunggu waktu pagi dan membuat
surat izin tidak masuk kelas karena aku masih merasa demam. Aku membuatnya dan
pada saat ingin meminta tanda tangan orang tua hanya ibu yang dirumah karena
ayah sudah pergi bekerja. Aku begitu enggan memintanya padahal ibu adalah orang
yang menjadikanku seperti saat sekarang ini. aku berjalan kekamar ibu dan
dipintu aku melihat ibu seperti sedang kesakitan, aku langsung masuk kekamar
ibu menanyakan apa yang terjadi kepada ibu tapi ibu tak menjawab. Ibu berbaring
ditempat tidurnya dengan kesakitan lagi dan lagi. Aku tak bisa melakukan
apapun, aku hanya meanggil ibu memanggilnya lagi dan lagi. Aku berteriak
meanggilnya tapi tetap tak ada respon dari ibu, aku menelpon ayah dan
mengatakan ibu sakit.
Belum berapa lama setelah aku menelpon ayah, ayah langsung
datang. Ayah langsung menelpon temannya untuk membawakan mobil, tanpa piker
panjang ayah membawa ibu masuk kedalam mobil untuk dibawa kerumah sakit. Aku
mengiringi dibelakang menangis memanggil nama ibu. Aku juga ikut masuk kedalam
mobil, didalam mobil aku tetap memanggil ibu karena ibu sepertinya sangat
kritis dan hanya bernafas sesekali. “ ayah ibu kenapa ? ayah apa ibu akan baik-baik
aja ?” berpuluh-puluh kali aku menanyakan itu pada ayah dan jawaban ayah hanya
satu “ ibu baik-baik aja nak”.
Aku terus menatapi wajah ibu dan perlahan mulai memucat serta
ibu bahkan hanya bernafas sesekali dam waktu beberapa menit. Aku sangat takut
dan itu adalah ketakutan yang nyata. Ditengah perjalanan aku melihat ibu
sungguh sangat sudah pucat dan aku bertanya pada ayah apakah ibu baik-baik saja
dan ayah tetap dengan jawaban yang sama. Suara ayah sangat gemetaran menjawab
pertanyaan ku. Air mataku tak kunjung berhenti hingga akhirnya sampai dirumah
sakit. Ibu dibawa ke UGD, aku melihat wajah pucat ibu diperiksa oleh dokter dan
dokter diam sejenak lalu “ pak, ibuk sudah meninggal”.
Ini adalah kata yang sangat aku takutkan, jantungku berdetak
sangat kuat telingaku berdenging sangat deras dan duniaku berputar sangat
cepat. Ini mengguncangkan ku, aku berteriak sejadi-jadinya menangis melulung
diruang UGD tanpa memerlukan pasien lain didalamnya. Aku terguncang sungguh
terguncang, ini bukan duniaku ini bukan diriku, aku benar-benar hilang pada
saat itu aku tak merasakan diriku. Berteriak menangis kepada ayah “aku yang
salah aku yang salah aku yang salah” itu keluar dari mulutku sambil menagis.
“aku yang salah aku yang udah buat ibu meninggal aku yang salah “ tak henti aku
mengatakan itu pada ayah tak henti aku bertiak tak henti pula aku menangis. Aku
kehilangan setengah diriku aku kehilangan setengah hatiku aku kehilangan
setengah dari hidupku.
Setengah dari hati, diri dan duniaku hilang pada hari itu.
Aku tak merasakan diriku yang setengahnya lagi, aku hanya terus menangis dan
berteriak “ aku yang salah aku yang buat ibu meninggal “.’’ Ini adalah
kesalahanku ini adalah salahku’’ hanya kata itu yang terngiang dalam otakku.
Ini adalah penyesalan terbesar dalam hidupku, penyesalan yang tak akan pernah
ada yang sesakit ini. hatiku benar-benar hancur dan hilang. Mata kananku mulai
kabur dan seluruh badan kananku tak terasa dan kaku. Aku masih berteriak dan
berdiri, pada saat ingin tumbang dengan setengah badanku yang terasa dan
sebelah mata yang terbuka aku melihat ici menangis dipintu UGD.’’ Apakah ini
??’’ dan akupun tumbang.
Bersambung ….
Tag :
Cerbung "Setengah"
0 Comments for "Chapter 2 Cerbung "Setengah" Karya M Nazwar Ali S"