Kasih Yang Tertunda
Sekar utami
Awan keceriaan terpancar di setiap sudut
rumah, rumah megah nan indah memberikan kesaksian sebuah kehidupan keluarga. Bila
seharusnya secangkir kopi tersaji setiap pagi oleh seorang wanita sebagai bukti
pengabdian, dan bila seharusnya tak pernah tertinggal senyum manis selalu terpancar
dibibir yang mereka berikan kepada laki-laki paruh baya, senyum itu, senyum
dari ketiga buah hatinya, namun itu hanya sebuah ironi. Mereka semualah pemeran
kehidupan dikeluarga itu. Kehidupan masing-masing ada di diri mereka.
Sudah semenjak umur 10 tahun Sabrina hidup disebuah pesantren,
belajar agama tentunya, tetapi juga belajar arti kehidupan sesungguhnya.
Kehidupan yang tak pernah ia dapatkan setelah ia meninggalkan tempat itu. Salsa,
itu sebuah nama panggilan yang diberikan oleh ayah, Sabrina Salsabila nama
lengkapnya.
Kehidupan 6 tahun di pesantren
menumbuhkan jiwa kemandirian, perhatian dari Pak Yai dan Bu Nyai terasa berbeda
ketika awal ia kembali kerumah, sambutan hangat hanya ia dapatkan dari ayah,
entah dimana ibu dan kedua saudaranya saat ia kembali kerumah, mungkin mereka
sibuk dengan urusan masing-masing. Ibu baik, ia masih bersama ayah, selalu
menemani hari-hari ayah, namun hanya waktu tertentu, karena sering meninggalkan ayah untuk sebuah pekerjaan, entah apa yang ada dipikiran
ibu, ayah sanggup membiayai kehidupan kami, tapi Ibu tak pernah ada dirumah, "Apalagi
untukku, Saat aku dipesanternpun tak pernah Ibu menjengukku. Sering aku
mendengar teman-temanku bercerita jika mereka selalu menceritakan hal-hal
menarik kepada Ibunya, tapi aku?", sejenak muncul pikiran dihati Salsa.
ya, Ibu adalah seorang dokter
disebuah rumah sakit swasta di Jakarta, dan Ayah… pemilik yayasan Madrasah
Aliyah yang ia berdirikan dengan cucuran keringat, namun Salsa bangga dengan
Ayah, dan dengan Kakaknya hanya berselisih umur 2 tahun, Ia mengikuti jejak Ibu
berkuliah di bidang kesehatan, di sebuah universitas swasta ternama dijurusan
kedokteran, namanya Hana Salsabila, dan adik Salsa satu-satunya bernama Galih
putra, ia tidak begitu dekat dengan kakakknya, tapi dengan Galih ia sangat
dekat, namun Galih jauh karena ia juga menjadi santriwan disebuah pesantren, di
Jawa Timur.
"Entah
kehidupan apa yang ada dikeluargaku ini, seperti ada dua kapal yang berbeda
namun dalam satu dermaga, dan apakah memiliki tujuan yang sama? Aku tidak mau
berpikir terlalu jauh, namun Aku sayang kepada mereka, Ibu yang tak pernah
dekat denganku namun selalu aku hormati, dan kepada ayah dan Galihlah rasa
kasih sayang dapat aku berikan langsung kepada mereka, begitu juga sebaliknya."
Lamunan itu Ia rasakan disebuah bus, saat Salsa akan kembali kerumah.
Salsa
melanjutkan pendidikannya tetap dijalur berbasis agama, berkuliah disebuah
universitas islam negeri Jakarta dengan jurusan pendidikan agama islam, tujuannya
hanya satu melanjutkan sebuah ilmu untuk di salurkan kepada orang lain, yaitu
murid-muridnya kelak setelah lulus nanti.
###
Hingga
suatu hari, tubuhnya lemah, terbaring
sakit, sampai harus beristirahat dirumah sakit karena diduga mengalami Anemia.
"Pantes
saja nak, mungkin kamu kurang tidur saat dipesantren ya?" ucap ayah padanya,
"Tidak
yah, tidurku cukup kok yah, ya mungkin lagi diuji sakit sama Allah aja
yah.."
"Iya
nak, yaudah istirahat ya, nanti kamu ayah tinggal sebentar gak papa ya, ada
urusan sebentar diyayasan," kata ayah.
"Iya
yah, ayah inget gak, ayah kan pernah bilang, ketika Allah menguji hambanya
sakit, Allah tarik 3 hal pada diri kita, keceriaan, nafsu makan dan dosa kita,
dan ketika sembuh Allah kembalikan 2 hal yaitu keceriaan dan nafsu makan namun
tidak dengan dosa kita, iya kan yah…. Ayah inget kan?
"dan
Salsa gak papa ditinggal sendiri yah." ucapnya lirih.
"iya
nak, alhamdulillah kamu mengingat hal itu nak, semoga Allah hapus dosa-dosamu
dengan ujian kesakitanmu ini, ayah bangga sama kamu nak," oya nanti Galih datang
kesini, katanya kangen sama kakaknya yang ini," ayah menghiburnya sambil
mencubit lembut pipi Salsa.
"Oh
dek Galih nanti kesini ya yah, oke aku tunggu, kangen juga sama dek
Galih".
Baru satu
minggu Ia kembali ke rumah, namun ia harus istirahat dari aktivitasnya, dan
lagi-lagi harus berdiri dengan kemandirian, dalam bayangan diranjang pasien, Salsa
memandang atap yang putih dan terdapat bayangan wajah ibu yang ingin rasanya ia
hadirkan disini, dekap memeluknya, memberi nasehat-nasehat, dan bayangan wajah
kakakknya yang lembut mencium bersama berbagi kisah, namun itu hanya semu,
hanya bayang seketika yang sekejap hilang, dan terganti dengan ucapan salam,
"Assalamualaikum
kak Salsa..?"
Ucapan
salam itu dari adiknya Galih, "Waalaikumsalam dek, wah kamu udah sampai
ya?"
Mata itu
memancarkan rasa rindu yang sepertinya sangat dalam untuk Salsa, sama juga
sepertinya, ia mendekap tubuh dan memeluknya erat, seperti lama tak bertemu, ya
memang begitu, sudah hampir satu tahun mereka tidak bertemu.
"Kak,
aku rindu padamu, kakak sakit apa?" tanyanya, seperti sangat khawatir pada
Salsa.
"Hehe,
kakak Cuma lagi diuji sama Allah, harus istirahat dek,"
Pancaran
tanya ada dibenak Galih, Salsa seperti membaca, bahwa Galih ingin bertanya
"apa ibu dan kak Hana kesini kak?", tapi tak sampai dibibirnya, karena
Ia tau jawabannya.
#####
Sudah
satu minggu tidak terasa, Salsa terbaring di ranjang itu, dan hari itu saatnya
ia kembali. Ucap syukur Alhamdulillah, ia ucapkan lirih di dalam hati. Di malam
hari di waktu weekend ada ibu
dirumah, ia dekati ibu dan diciumlah tangan ibu, diucapkan salam untuknya,
"Waalaikumsalam
nak, bagaimana keadaanmu nak, sudah mendingan kan, maaf satu minggu kemarin ibu
ada tugas diluar kota, ibu tidak bisa menemani kamu, tapi ayah bilang ke kamu
kan nak?",
Nada
bicara itu, adakah penyesalan yang ikhlas dan adakah pengganti satu minggu itu
untukku? Hanya sebersit tanya itu dibenak Salsa, lalu hilang.
Ia
menjawab pertanyaan Ibu, lalu menuju ke kamar dengan Galih menggandengnya,
karena kondisi Salsa yang masih lemah.
"Kak,
tumben ibu menyapa kakak, tapi kenapa aku gak disapa ya?", tiba-tiba Galih
melontarkan pertanyaan itu pada Salsa.
"Husss,
kamu jangan bilang gitu dek, itu ibu kita, kan emang ibu sibuk,"
Entah
jawaban apa yang Salsa berikan ke Galih, makna tersirat ada didalam kalimatnya
tadi, ia langsung mengangguk, seperti menegerti apa yang Salsa ucapkan.
Sedang
disebuah ruang tengah, nampaknya Ayah sedang berbincang dengan Ibu, entah apa
yang mereka bicarakan,
####
Kehidupan
sebagai Mahasiswa baru tersemat dalam identitasnya, aktivitas menjadi mahasiswi
menjadi kehidupan baru untuk sekarang, tanpa melupakan ayah, karena ia tetap
tinggal dirumah tidak seperti teman-teman barunya yang harus hidup jauh dari
orangtua, namun mendapat kasih sayang lengkap dari Ayah maupun Ibu. "Tidak
sepertiku", batin Salsa, Inginnya tinggal disebuah ma'had yang disediakan dari kampus, tetapi Ia ingin selalu dekat
dengan ayah, menemani hari-hari ayah.
Seperti
mahasiswa baru pada umumnya, semua mahasiswa baru harus mengikuti orientasi mahasiswa bahasa gaulnya
Ospek, namun hari itu ada sesuatu
yang lupa tertinggal dirumah, salah satu perlengkapan ospek. Gugupnya ia,
melebihi menaiki Tornado, basah kuyup keringat membuat bajunya basah, namun
disela-sela kebingungan, seorang laki-laki, bertubuh tinggi, dengan badan
berisi berdiri di depan Salsa, saat Salsa tertunduk lesu, lelaki itu menyodoran
sebuah kain, sebuah slayer hitam, sebagai perlengkapan itu untuknya.
"Astaghfirullah", ucapnya langsung,
ketika tak sengaja memandangi wajah tampan laki-laki itu, langsung ia
menundukkan wajah lalu diucapkan, "terima kasih, kak",
Hanya dengan senyum laki-laki itu berlalu
meninggalkan Salsa.
Apa yang
terjadi hanya kebetulan, Allah membantu Salsa melalui laki-laki tadi, syukur
alahamdulillah ia ucapkan dalam hati.
#####
Hari-hari
ia jalani, saat itu, saat Salsa mengikuti perkuliahan, suasana mendung,
teman-temanpun hening mendengarkan apa yang dibicarakan dosen. Saat Putri
menolah wajah ke Salsa, tiba-tiba berteriak, ada sesuatu yang Ia lihat keluar
dari hidung Salsa.
"Astaghfirullah,
itu apa Sa, hidungmu keluar darahnya Sa," Intan yang duduk disebelah Salsa
pun kaget, langsung ia ambil tissue dan mengusap hidung Salsa
"Kamu
kenapa Sa?", semua orang menanyakan hal itu, suasana kelas pun menjadi riuh
hingga dosen menghampirinya, saat itu ibu Anna yang mengajar dikelas itu,
Salsa
sendiri bingung, jantungnya terasa berdetak lebih cepat, dalam pikirnya,
"aku kenapa ya Allah, sesuatu apa yang terjadi."
Darah itu
semakin banyak keluar dari hidungnya, sampai akhirnyapun ia tidak sadarkan
diri, dibawalah ia ke klinik kampus.
Ketika matanya
terbuka, setelah beberapa jam tak sadarkan diri, sudah ada ayah, Galih, Putri dan laki-laki itu, yang membantunya ketika
ospek, dan ternyata ia pun yang memmbantu membawa Salsa ke klinik kampus, "tapi
kenapa ia harus masih di sini sampai aku sadar, tapi tak mau aku pikirkan lebih
dalam," dibenak Salsa.
"Ayah,
aku kenapa yah?", tanyanya sedikit takut akan kesehatannya.
Jawab
ayah singkat sambil menyodorkan minum untuknya, "udah nak, kamu istirahat
aja, ini minum dulu".
Disampingnya
Galih menggenggam erat tangan Salsa, sesekali kuliat matanya meneteskan air,
tapi ia merasa masih lemah untuk bicara banyak, sehingga ia putuskan untuk
memejamkan mata sejenak, mungkin ada efek dari obat yang diberikan dokter.
Malamnya,
hanya ada ayah yang menjaga Salsa, Galih disuruh ayah untuk istrirahat dirumah
saja, sementara Putri dan laki-laki itupun kembali pulang kerumahnya masing-masing.
Di dekatnya,
Salsa mendengar ayah sedang berbicara lewat telepon dengan seseorang,
perasaannya berkata bahwa itu ibu, aku sedikit mendengar percakapan mereka
tanpa ayah mengerti, karena Ia pura-pura tertidur, Ia mendengar ayah memohon
agar ibu bisa datang kesini untuk menjenguk, atau bahkan yang mengobati Salsa.
Mentari pun
terbit, hari ini ayah bercerita, jika akan bertemu dengan dokter, beberapa
menit, pintu kamar itu terbuka, dengan ucapan salam, dan ternyata ibu yang
datang, dua pasang mata kami seakan tidak mau beralih pandang, ingin tetap
memandang wanita itu, ya.. wanita yang sangat kami harapkan dikehidupan ini.
Tidak banyak bicara ibu kepada kami, ia hanya langsung memeluk Salsa dan ia
melihat air mata jatuh di wajah cantiknya. Ingin rasanya pelukan itu tak akan ia
lepas, tapi suster memanggil ayah dan ibupun ikut bersama ayah menemui dokter.
Dalam
kesendirian di ranjang pasien, Salsa bersimpuh, memohon kepada-Nya kebaikan
yang terbaik untuk keadaannya sekarang ini, tidak banyak inginnya, hanya ingin
adanya ibu untuk ayah, kakak dan adiknya, dalam kehidupannya, kak Hana yang tak
pernah ia kenal kehidupannya, karena ia memilih tinggal bersama tante Hesti,
adik kandung dari ayah, tanpa ia tau apa alasannya, apakah sama dengannya dan
Galih?. Ia hanya berharap sakit yang kini ia rasa akan membawa hikmah.
Galih
kembali datang menjenguk Salsa, tapi tidak hanya sendiri, Galih bertiga bersama
2 orang yang tak pernah Salsa bayangkan akan hadir dan dapat ia lihat dengan
matanya, kedatangan galih bersama kak Hana dan tante Hesti, mereka mendekap
Bina, mendekap dengan tangis luka, tangis yang Bina juga merasakannya, luka
hati karena keadaan, membuat kami seperti akan rindu kehidupan bersama. Disitu
tante hesti bercerita tentang dulu ayah dan ibu dipertemukan, tante Hesti
memberinya sebuah titik temu, kenapa ayah dan ibu seperti tak bisa bersama
layaknya pasangan yang lain. Itu semua karena perjodohan, ayah dan ibu
dijodohkan oleh kakek nenek kami dan kehidupan mereka jalani tanpa adanya cinta
yang tulus dan sifat ibu yang sedikit keras kepala, ingin tetap mengejar kariernya sehingga ayah tak bisa
memaksa. Sampai akhirnya lahirlah kami bertiga, dengan kami diasuh oleh mbok
Darmi. Tapi kini ia sudah tidak bersama kami, karena ia di panggil oleh-Nya
terlebih dahulu disaat kak Hana, Salsa dan Galih masih menginjakkan bangku
disekolah dasar, hingga ayah memutuskan untuk Salsa dan Galih belajar
dipesantren, sementara kak Hana hidup dengan tante Hesti.
Pintu
terbuka, ayah dan ibu menghampiri kami dengan wajah cemas, karena mengabarkan
kalau Allah menguji memberi sebuah penyakit yang menyelinap ditubuh Salsa,
yaitu penyakit Lupus. Dokter berkata bahwa penyakit ini dapat disembuhhkan
dengan terapi-terapi alami tetapi membutuhkan waktu lama.
Seisi
orang yang berada didalam ruangan itu meneteskan air mata, namun seketika mengusapnya
karena tak mau terlihat oleh Salsa. Ibu yang sekarang lebih memberi perhatian
untuk Salsa dan ikut membantu mengobati dan merawatnya.
Sakit Salsa
merubah hidupnya. Kondisi tubuhnya berubah 180 derajat menjadi lemah, rambutnya
mulai rontok hilang satu persatu. Kadang penyakitnya menggerogoti bibirnya,
ya…. Itu semua proses penyembuhan yang harus ia hadapi, begitu kata dokter.
Sakit, ia
merasakan sakit, sampai ia tak bisa menceritakan sakitnya kepada semua orang,
Tapi semangatnya tak pernah habis, ia masih ingin hidup, melihat ibu dan ayah
bersama, ibu menemani hari-hari ayah, dengan diiringi oleh kami bertiga,
memberikan senyum untuk mereka, senyum kebanggaan dari seorang anak untuk orangtuanya.
Ia ucapkan
syukur kepada Allah, memang selalu ada hikmah dibalik musibah, sakitnya
mengembalikan semuanya, mengembalikan kehidupan kami yang semestinya. Sudah
mulai ada cinta yang tumbuh diantara kami. Hari-haripun mereka sempatkan untuk merawat Salsa dan
menjaganya. Hana dengan senyumnya yang cantik menamani tidurnya, menyuapi Salsa.
Ibupun sudah selalu di rumah. Kulihat wajah ayah yang sedikit terlihat cerah,
dan galih yang selalu setia menjaga kakaknya.
Ada hal
yang menarik, yang tak pernah ia sangka, laki-laki itu, ternyata murid
kesayangan ayah di yayasannya, dan kini menjadi teman dekat Salsa, perasaan
layaknya seorang anak remaja hadir di hati kami, namun kami ingin proses itu
berjalan dengan sendirinya. Namun Salsa tak banyak berharap kehidupan di masa
depan dengannya karena melihat kondisinya, tapi ia tak ingin terlihat lemah, ia
ingin selalu tersenyum untuknya, ia percaya Allah akan memberikan yang paling
terbaik untuk kehidupan dirinya, semua telah Allah skenariokan dengan indah.
######
Kata
dokter, kondisi Salsa semakin membaik, mereka senang mendengarnya, ibu membuat
sebuah syukuran kecil dirumah, untuk kepulangan Salsa dari rumah sakit itu,
Dua hari ia
berada dirumah, rasanya ingin ia hias kamarnya dengan cat berwarna-warni, dan
itu dikabulkan oleh ayah, ayah sendiri dengan dibantu pak tukang. Namun belum
Bina merasakan tidur dikamar itu, dini hari, penyakitnya kambuh, sampailah ia
diruang ACU, tanpa sadari kehidupan Salsa pun berhenti tepat pukul 03.00 dini
hari. Semua mata tak sanggup menahan derasnya air yang keluar. Ayah pun yang sosoknya kuat, tak pernah menangis,
disaat itulah Ayah menangis, merasa sangat kehilangan putri yang sangat
disayanginya.kehangatan dalam hidup ada setelah perginya Salsa untuk
selama-lamanya. Pergi dengan sejuta hikmah yang ia tinggalkan.
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Kasih Yang Tertunda - Sekar Utami - Lomba Menulis Cerpen"