Madu Yang Meracuni
Muhammad Iqbal
Angin berhembus saja tanpa ada yang
menghalanginya. Aku juga ingin seperti angin, pergi ke tempat yang aku sukai. Meskipun
akhir-akhir ini aku merasa lebih bebas dari sebelumnya. Semua itu berkat
temanku, Dania. Namanya memang terdengar seperti perempuan tapi dia sama
sepertiku seorang laki-laki, dan yang mengherankan dia sendiri yang mengumumkan
namanya seperti itu. Satu tahun sudah aku dan daniya selalu bersama, susah dan
senang kami lewati bersama-sama. Dania adalah sahabat karibku di sekolah,
meskipun dulu aku juga puya sahabat karib lain dari SMP ku sebelumnya, kak
Hira. Kami memang satu angkatan di sekolah, tapi umurnya lebih tua dariku dan
dia juga orang yang bersifat religious dan suka sekali menasehati orang lain
termasuk aku. Jadi aku memanggilnya kak Hira. Dan saat aku masih bersahabat
karib dengan kak Hira, hidupku terasa sangat membosankan karena begitu banyak
peraturan yang mengekangku. Berbanding terbalik dengan dania, setiap hari
sangat seru dan menyenangkan.
Hari ini kami kembali berencana
untuk bolos sekolah dan pergi ke tempat nongkrong kami yaitu warnet. Selain
internetan, kami juga sering bermai games online. Waktu tak terasa dan seakan
berlalu sangat cepat berbeda ketika mengikuti pelajaran di sekolah.
“Dania udah jam satu
siang nih” Kataku yang melihatnya sedang asyik
bermain games online.
“Jam satu siang? Cepet
banget, emangnya kamu mau kemana?” Jawabnya datar
tanpa melihatku
“Cari makan yuk,
gimana?” Kataku sambil mematikan PC yang ada di
depanku
“Okelah, aku juga udah
laper nih” Dania menjawab lalu berdiri tanpa
mematikan PC seperti biasanya.
“Dania inget matiin PC
nya, jangan langsung pergi aja.” Teriak penjaga
warnet di dalam ruangannya
“Iya bang, tenang aja
bang” Teriak Dania sambil tertawa kecil
Dan seperti itulah hari demi hari
kami berdua berlalu. Bolos, nongkrong di warnet terkadang juga berkelahi dengan
anak dari sekolah lain ketika salah satu dari kami terlibat dalam masalah.
Meskipun biasanya Dania yang lebihh sering mendapat masalah. Hal seperti ini
tak pernah aku alami ketika masih bersahabat karib dengan kak Hira. Kalau aku
ingat kembali memang sangat berbeda diantara keduanya. Kalau sama kak Hira,
setiap hari Pengajian, kerja tugas dan kadang dia membiarkanku ikut di
acara-acara keagamaan bersamanya. Aku juga bingung bagaimana bisa ada yang
betah dengan gaya hidup seperti itu.
Selain bolos, main games dan
berkelahi Dania juga mengajarakanku satu hal yang juga sangat menyenangkan
yaitu pacaran.bukan pacaran biasa, tapi Dania mengajarkanku untuk menjadi
seorang playboy. Terkadang kami juga berlomba dalam kategori pacar terbanyak.
Dania mengajarkanku banyak hal kesenangan yang bisa kita nikmati, aku beruntung
punya sahabat karib seperti dia.
“Dania..” Teriakku
memanggilnya untuk ke sekolah.
“Dania gak bisa ke
sekolah hari ini, dia lagi sakit” Kata ibu Dania
yang keluar setelah aku berteriak
“Kalau begitu semoga
Dania cepat sembuh tante, aku berangkat ke skolah dulu tante” Jawabku
Sekolah terasa sepi tanpa Dania, tak
ada yang bisa dilakukan. Tiba-tiba seorang perempuan mengagetkanku dengan
sebuah tamparan. Perempuan itu ternyata Laras, pacarku.
“Dasar playboy, aku
udah tahu semuanya” Kata Laras dengan mata
berkaca-kaca
“Laras maafin aku, aku
itu…” Belum selesai kalimatku, dia langsung
memotongnya
“Udah, aku gak mau
dengan apapun dari mulut playboy kayak kamu”
lalu pergi.
Aku kembali duduk dengan memegang
pipi yang terkena tamparan dari Laras tadi. Aku memang sudah terbiasa dengan
kejadian seperti ini, resiko jadi Playboy.
“Kalau jadi Playboy
emang keren banget, aku kagum sama kamu”
Kata laki-laki di belakangku
“Ya beginilah, aku udah
biasa sama situasi seperti ini” Jawabku lalu
berbalik ke arahnya
“Kamu udah berubah
banget dari yang dulu” Kata laki-laki itu
dengan santai
“Kak Hira? Ternyata
kamu, aku kirain siapa tadi” kataku setelah
menyadari dia adalah kak Hira.
“Mungkin aku itu teman
yang membosankan bagi kamu, tapi suatu hari kamu akan sadar mana yang benar dan
mana yang salah” kak Hira dengan nasehatnya yang
sempat membuatku terdiam
“Gak kok kak Hira, kamu
itu sahabat yang baik hanya saja kita gak cocok”
Jawabku dengan ragu
“Sepertinya aku harus
pergi. Kamu harus sadar kalau kamu hanya akan mendapat sesuai dengan apa yang
kamu tanam, setidaknya cukup ingat satu nasihatku ini”
Katanya lalu meninggalkanku
“Maksudnya kak Hira apa
sih? Apa salah kalau aku ingin bersenang-senang?”
Tanyaku dalam hati.
Keesokan harinya, semua terasa
hambar. Semua hal yang selama ini begitu menyenangkan untuk aku lakukan, terasa
begitu hambar ketika mengingat kembali nasihat kak Hira. Apa yang belum aku
sadari? Apa yang akan aku dapatkan nantinya? Apakah yang aku tanam saat ini?
Apakah suatu kesalahan meninggalkan kak Hira dan bersahabat dengan Dania?. Baik
siang maupun malam, pertanyaan ini selalu menghantuiku. Pertanyaan yang aku
tidak tahu jawabannya, tapi aku merasa penting untuk mengetahuinya. Lalu aku
mulai berpikir bahwa selama ini dengan semua kesenangan itu, aku melewatkan
sesuatu yang sangat penting. Sesuatu yang sangat penting itu membuatku tak bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Aku harus berpikir keras dan mencari
sesuatu yang telah terlewatkan itu. Kesenangan yang aku dapatkan itu apakah
baik atau buruk bagiku?.
Saat aku di rumah, aku mulai
memikirkan semua kesenangan itu kembali. Bolos dan bermain games, apakah itu
salah? Aku hanya ingin menikmatinya. Tiba-tiba terdengar suara batuk yang cukup
keras dari kamar orangtuaku. Dan ternyata ayahku sedang sakit dan terbaring
lemah di kamar itu dan ibuku sedang duduk di sampingnya. Sebelum aku masuk,
tiba-tiba mereka bulai berbincang-bincang.
“Ayah lebih baik
istirahat dulu minggu ini, karena kesehatan ayah semakin memburuk”
Kata ibuku sambil memijat tangan ayahku.
“Tapi kalau ayah gak
kerja, uang buat sekolah anak kita bagaimana? Uang untuk dia belanja atau beli
buku sekolah bagaimana?” Jawab ayahku
Saat itu pertanyaan itu kembali
menghantuiku, apakah bolos dan bermain games adalah salah? Aku memang hanya
inngin menikmatinya. Tapi untuk melakukan semua itu, aku berarti harus
mengorbankan ayahku, aku harus membuatnya berkerja lebih daripada biasanya.
Apalagi selama ini, dia mengira bahwa aku bersekolah dengan baik. Apa yang akan
kamu dapatkan adalah apa yang telah kamu tanam. Nasihat kak Hira itu kembali
terdengar, apakah aku mendapati ayahku sakit-sakitan karena semua
kesenangan itu? Dan lebih parahnya lagi
adalah apakah ayahku tak akan mampu bertahan dengan sakit itu?. Aku memutuskan
untuk melenyapkan semua yang aku tanam itu, aku tak ingin mendapatkan hasil
seperti ini. Hari-hari berikutnya, aku mulai kembali giat sekolah dan
mengerjakan semua tugas yang diberikan. Dan itu membuat hubunganku dengan Dania
mulai renggang. Dan sebaliknya, hubunganku dengan kak Hira kembali terjalin
seperti dulu lagi. Dan seiring berjalannya waktu, Dania mulai menyadari
kerenggangan itu.
“Kamu udah bosan
berteman denganku?” tanyanya dengan raut
wajah yang serius
“Bukan begitu, tapi aku
berpikir kalau semua kesenangan itu tidaklah baik”
Jawabku dengan tegas
“Tidak baik gimana? Itu
semua seru dan menyenangkan. Kalau kamu kembali berteman dengan kak Hira, hidup
kamu bakal kembali membosankan” Katanya dengan
nada yang cukup keras
“Maaf Dania, tapi semua
yang kamu tawakan itu hanya kesenangan sementara. Dan untuk kesenangan itu, aku
harus mengorbankan banyak hal termasuk orangtua aku”
Jawabku dengan tenang
“Jadi sekarang kita
udah bukan sahabat lagi?” Dania yang lalu
mengambil jarak denganku
“Kita masih bisa
bersahabat Dania, tapi aku tak bisa berlarut dengan semua kesenangan yang kamu
ajarkan. Tidak selamanya kesenangan itu baik bagi seseorang”
Jawabku
“Jadi ini yang kak Hira
ajarkan ke kamu? Lebih baik kamu pilih salah satunya, Dania atau kak Hira?”
Tanyanya dengan tegas, seakan-akan memang hanya ada satu jawaban saja
“Kalau memang aku harus
menentukan dengan aku bersahabat apakah Dania atau kak Hira, maka maaf aku
lebih memilih bersahabat dengan kak Hira”
Jawaban itu membuatnya kaget dan membisu.
Setelah itu semuanya tambah berubah
dar sebelumnya. Kami memang tak saling membenci dan saat bertemu kami saling bertegur
sapa. Tapi, antara aku dan Dania tidak seperti dulu lagi. Dengan Dania memang
banyak kesenangan yang bisa aku dapatkan berbeda dengan kak Hira. Masalahnya
adalah apakah kesenangan itu baik untukku? Bagaimana bila yang Dania tawarkan
hanyalah kesenangan sementara dan itu harus mengorbankan banyak hal termasuk
orang tua. Mulai sekarang aku harus menentukan semua yang akan aku tanam,
supaya aku bisa mendapatkan hasil yang baik untukku sesuai dengan apa yang aku
tanam.
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Madu Yang Meracuni - Muhammad Iqbal - Lomba Menulis Cerpen"