-->

SEMUA ORANG BISA - Luthfia Dzakia - Lomba Menulis Cerpen

SEMUA ORANG BISA
Luthfia Dzakia

            Dia Aurel, gadis berkacamata yang baru saja masuk di sebuah SMA terkenal di kota ia tinggal. Gadis ini manis ketika tersenyum, namun senyuman itu tidak pernah nampak di wajahnya. Mimik mukanya yang datar membuat teman sekelasnya enggan mendekatinya.
            Dia Aurel, duduk di bangku paling belakang dan paling pojok. Semua yang melihat akan beranggapan bahwa dia adalah gadis “NERD”. Dia selalu duduk manis dibangkunya. Bahkan tak jarang ia tertidur saat jam belajar dimulai. Semua orang terheran atas perilakunya. Tidur dikelas? Wajar memang, tapi jika itu menjadi sebuah kebiasaan, apakah tetap menjadi hal yang wajar? Keluar dari kelas hanya saat istirahat dan kembali dengan tampang yang yaah, tetap datar. Suaranya yang entah memang dasarnya kecil atau dibuat-buat tak ada yang tau.
            Dia Kia, seorang gadis biasa-biasa saja yang mungkin cukup berbeda jika dibandingkan dengan Aurel. Kia seorang gadis yang pendiam juga ceriwis, lebih mudah bergaul dengan teman sekelas. Tidak semua tapi ada. Sempat terlintas difikiran Kia untuk menyapa gadis “Aneh” bernama Aurel itu. Tapi, niat nya ia kurung karena melihat respon yang tidak begitu baik dari teman sekelasnya. Kia juga sempat berfikir ‘bagaimana bisa seorang gadis manis sepertinya tidak punya teman’. Tapi itu adalah sebuah pertanyaan tanpa ada jawaban.
            Hari-hari menjadi murid SMA perlahan berjalan dengan sendirinya. Kia memiliki 4 teman yang dekat dengannya. Makan bersama, Ibadah bersama, belajar bersama, bahkan jika ada tugas kelompok pun mereka tidak susah untuk mencari anggota. Bagaimana dengan Aurel? Jauh. Tidak seperti Kia, Aurel tetap memilih sendiri. Entah ia yang memilih untuk sendiri, atau bahkan karna teman-teman enggan mendekatinya tidak ada yang tau.
            Suatu ketika, Kelompok Tutor kelas telah terbentuk, dan secara kebetulan Kia satu kelompok dengan Aurel, seorang gadis “Aneh” itu. ‘Atmosfer apa ini? Sungguh berbeda ketika bersama 4 temanku.’  Yap canggung. Tak ada yang memulai perbicaraan kecuali 3 orang kelompok Kia yang memang saling mengenal karena dari SMP yang sama. “Ekhem. Permisi teman-teman. Jadi dari mana yang akan kita bahas?” Kia mencoba membuat mereka kembali terfokus. 3 orang tadi memulai berpendapat, tapi tidak untuk Aurel. Ia hanya diam sambil menorehkan tinta pena nya diatas kertas gambarnya. Ya. Aurel sepertinya gemar menggambar.
            Setelah diskusi kelompok, disepakatilah bahwa yang membuat PowerPoint presentasi adalah Dira, salah satu anggota kelompok tutor. Pelajaran telah usai, Kia menuju bangku teman-temannya mengajak mereka untuk pergi ke kantin. Di liriknya Aurel yang tadi berada di bangku belakang. Kia menghampiri Aurel. “Rel, mau ke kantin bareng nggak?” kenyataan mungkin selalu berbeda dengan yang kita harapkan. Aurel tidak mau. Dia memilih menggambar lagi. “Okedeh, kita duluan ya Rel.” Kia kecewa? Tentu. Tapi ia tidak berhak untuk kecewa.
            Esok harinya, Kia mencoba duduk di sebelah bangku Aurel. Aurel belum datang, padahal jam menunjukkan angka 7 tepat. ‘Sepertinya Aurel nggak masuk deh.’ Saat di absen, tidak ada yang tau alasan kenapa Aurel tidak masuk sekolah. Kia sedikit mendengar desas desus dari teman-temannya. “Alaaah paling dia mau lanjut tidur.” “Jangan ngaco deh, mungkin aja sakit, eh tapi bisa juga sih.” Serta perkataan-perkataan yang Kia sendiri pun tak tahu kebenarannya.
            Seperti kemarin, Kia mencoba duduk di samping Aurel, kali ini Aurel datang lebih awal. “Pagi Rel.” Yang disapa justrus hanya tersenyum kecil. “Kemarin kenapa nggak masuk? Sakit ya?” Kia mencoba mencairkan suasana canggung diantara mereka. Tapi Aurel hanya menjawab dengan gelengan kepala. “Kiaaa.. Tau nggak sih Anime ini?” dia Zaf, salah satu teman dekat Kia. “Aaah aku tau ini, aku lumayan suka sih tapi nggak begitu ngikutin.” “Aku suka Anime itu. Bagus.” Tunggu? Suara ini? AUREL????
            Hari-hari berikutnya, Kia terus mencoba berbicara dengan Aurel. Tak hanya Kia, Zaf dan 3 teman Kia lainnya ikut membuka perbincangan dengan Aurel. Suara Aurel terdengar lucu, seperti karakter dalam Anime. Begitulah hal pertama yang Kia katakan kepada Aurel saat pertama kali mendengar suaranya dengan jelas.
            Suatu ketika, Aurel sedang menangis di bangkunya. Kia bingung harus gimana, ia memanggil teman-temannya, tapi saat Kia kembali, Aurel sudah tidak ada di bangkunya. “Mungkin dia ke kamar mandi.” Ucap Azza. Akhirnya mereka memutuskan untuk duduk di bangku mereka masing-masing.
            Sepulang sekolah, Aurel dipanggil oleh walikelas kita. Kita ingin tahu apa yang dibicarakan, tapi Kia dan teman-temannya memutuskan untuk pulang.
            Hari-hari semakin berlanjut, Aurel mulai akrab dengan Kia, bahkan Aurel telah mendapatkan teman dari kelas sebelah, yakni Nurul, Zia dan Rany. Mungkin karena Hobby yang sama, Aurel bisa mendapatkan teman. Aurel mulai bisa tersenyum, bahkan mulai bisa berbicara dengan teman di kelas. Tapi tetap saja kebiasaan tidur dikelasnya tidak pernah berubah. Kia senang melihat itu semua, namun ada satu yang membuat hati Kia belum sepenuhnya lega melihat Aurel, selain kebiasaannya tidur dikelas, wajah Aurel tetap saja datar, Kia merasa bahwa Aurel memiliki sebuah masalah besar yang sedang menimpanya.
            Suatu ketika, Aurel bercerita kepada Kia bahwa dulu saat SMP, pernah ada kakak kelasnya yang membully Aurel, lalu mama Aurel datang menyiram air ke wajah kakak kelas itu.
            Kenaikan kelas pun tiba. Aurel dengan nilai yang pas-pasan pada akhirnya ikut naik kelas XII. Di sini lah Kia mulai gencar membantu Aurel meningkatkan Nilai serta semangat Aurel. Kia seringkali diminta walikelasnya untuk mendampingin Aurel belajar, mengerjakan tugas, membangunkannya ketika dia tidur dan lain sebagainya. Dari situlah Kia semakin akrab dengan Aurel. “Aurel, udah kerjain Tugas matematika belom?” Tanya Kia di suatu pagi. “Ada tugas ya? Aduh aku lupa. Boleh lihat nggak?” “NO! Sini aku ajari aja, supaya kamu juga faham. Oke?” Aurel menganggukkan kepalanya senang.
            “Kia, jum’at besok sampai seminggu mungkin aku nggak masuk.” Ujar Aurel kepada Kia secara mendadak. “Loh kenapa?” Aurel menceritakan segalanya kepada Kia, ternyata Aurel benar-benar memiliki masalah yang sangat berat. “Lalu kamu bakal kembali ke sini kan?” Yap, Aurel bercerita bahwa kedua orangtuanya memiliki konflik yang tak kunjung usai, hal itu membuat Aurel sebagai anak pertama menjadi kepikiran dan juga susah tidur. “Kalau masalahnya selesai cepat, aku kembali, tapi itu nggak pasti juga sih, Ah Kia,. Jangan ceritakan pada Bu Juni ya.” “Oke.” Jujur dalam hati Kia, ia sangat ingin menceritakan masalah ini pada Bu Juni sang walikelas. Bagaimana tidak? Aurel membutuhkan sesorang untuk mengatasi masalahnya, palig tidak sebuah solusi kecil-kecilan. Akhirnya Kia memutuskan untuk bercerita kepada Bu Juni tanpa sepengetahuan Aurel tentunya. Bu juni berpesan pada Kia untuk terus memberi support pada Aurel.
            Seminggu kemudian Aurel masuk sekolah. “Aurell! Bagaimana? Sudah baikan?” Aurel hanya bisa menghela nafas dan berkata, “Doakan saja.” Aurel sungguh terlihat lelah. “Aurel, ini catatan selama seminggu kamu bisa fotocopy atau menulis sendiri hehe..” Kia memberi beberapa buku catatan untuk Aurel. “Semangat terus ya Rel, aku yakin kamu bisa kok.” Aurel tersenyum dan mengangguk.
            Nilai-nilai Aurel sedikit demi sedikit meningkat, hal ini membuat Kia sedikit lega karena usahanya tidak sia-sia dalam membantu Aurel. Ia senang, kini Aurel juga lebih sering mengekspresikan perasaannya, juga lebih sering menyampaikan pendapat  dan sudah jarang tidur dikelas. Suatu kemajuan drastis terjadi pada diri Aurel. Teman-teman sering meminta Aurel membantu menghias kelas dengan gambarannya. Bahkan Tugas Proyek UAS membuat film pendek pun, Aurel ditunjuk sebagai peran utama. Kia lega dan senang melihat perubahan Aurel.
            Ujian kenaikan kelas, Aurel mati-matian belajar agar dia tidak mengecewakan orang-orang yang senantiasa mendukungnya. “Rel, kalau ada yang kurang faham tanya loh. Jangan diam aja.” “Tenang aja Ki, nanti aku pasti tanya. Hehe...” Aurel juga semakin sering tersenyum, bergurau dengan lainnya, mengobrol dengan teman kelas dan mencerikatan bebannya kepada walikelas. “Rel, Bu Juni mungkin bukan orantuamu, tapi Beliau berhak tau agar kamu bisa dibantu.” Itulah saran dari Kia dan akhirnya Aurel mau bercerita dengan Bu Juni.
            Penerimaan Rapot pun berlangsung, Kia menanyakan kabar Aurel. “Rel, gimana rapotmu?” “KIA AKU NAIK KELAS KIII.” Dia begitu senang menerima kenyataan itu. “Syukurlah Rel, aku ikut seneng, Nanti dikelas 12 lebih semangat lagi, kurangi tuh tidur dikelasnya, jangan banyak ngelamun juga. Okaay.”

            Ya, semua orang pasti memiliki masalah, latar belakang dan banyak lainnya. Namun bukan berarti hal itu adalah hambatan untuk terus maju. Semua orang bisa, asalkan ada tekad dan keinginan yang kuat dari dalam diri untuk maju. Jangan jadikan masalahmu sebagai hambatan kesuksesanmu. Terus semangat jangan pernah ragu buat melangkah
0 Comments for "SEMUA ORANG BISA - Luthfia Dzakia - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top