Metamorfosis Aisyah
FEBBY DAMAYANTI
Entah dosa apa
yang kulakukan selama ini sehingga perjuanganku terasa sia sia. Kini usia ku
genap 15 tahun,namun sampai saat ini aku belum pernah membahagiakan orang yang
sangat aku sayangi,dia adalah orang yang melahirkan dan membesarkanku tanpa
pamrih dia adalah orang tuaku.
Sebenarnya orang
tua ku tidak terlalu menuntut otakku untuk bekerja terlalu keras, namun aku
mampu membaca melalui pengelihatan yang tak dapat di tipu yaitu hati. Orang tua
mana yang tidak mau anaknya sukses dan mendapatkan kehidupan yang layak di masa
yang akan datang. Berat rasanya untuk berkata, sebenarnya aku tak mau lagi melanjutkan
sekolahku ke jenjang sma tetapi, karena harapan orang tua ku lah aku masih
bertahan sampai titik darah penghabisan.
malam gelap nan
gulita pun datang,kini aku harus mampu mengambil arah kesuksesanku,Termenung di
gelapnya malam dengan ribuan tetes air mata yang mengalir memberi ku semangat
baru. Seketika aku terpikir kalau otak ku tidak mampu membahagiakan orang tua
ku di dunia mengapa aku tidak membahagiakannya di surga-nya.
Sebenarnya aku sudah yakin dengan pilihanku. aku akan
melanjutkan pendidikan sma di salah satu
pesantren yang tempatnya tak jauh dari rumahku, namun sifat manusiawi ini tak
dapat terelakkan minder merasa diri ini tak pantas untuk melanjutkan pendidikan
di pesantren membuat hatiku seperti disayat pedang nan tajam,hatiku bertambah
gundah,aku tak tahu apa yang harus ku lakukan saat ini,impian yang selama ini
ku dambakan kini hilang seolah-olah di terpa angin yang kencang. Rasanya aku
ingin mengakhiri hidupku,aku sudah tak tahan dengan keadaan ku saat ini,kabut
yang selalu menutupi awan ku seolah olah tak mau pergi dari kehidupanku.
Aku berlari
menuju salah satu sungai yang ada di desa ku dan aku putuskan aku akan
mengakhiri hidupku. Aku tak perduli lagi dengan ayah,ibu,pendidikanku,dan
semuanya yang berbaur duniawi. Kupejamkan mataku saat menapaki jembatan
sungai,ketika kaki mungilku mulai
naik ke tiang penyangga jembatan
sungai tiba tiba seseorang menariku dari
belakang seraya berkata “Jangan bunuh diri nak, itu perbuatan tidak terpuji. Mengapa
kau mau melakukan ini? ingat perjuangan dan harapan orang tua mu, apakah kau
tidak malu mengakhiri hidup seperti ini?” seketika air mataku jatuh bercucuran,
kepeluk ibu itu erat-erat seolah tak akan kubiarkan ia lepas dalam pelukanku,
ibu itu pun ikut menangis terbawa suasana kemudian ia mengajakku untuk menenangkan diri di salah
satu tempat yang tak jauh dari tempat kejadian.
Tak ku sangka ia akan mengajakku di salah satu
tempat impian ku, yaitu pesantren yang selama ini aku dambakan, diajagnya aku
mengobrol di teras masjid sambil melihat anak anak sebaya ku sedang menghapal
al-quran.
Mereka sangat
ramah kepadaku, tersenyum kepadaku seraya berkata assalamualaikum dan aku
membalasnya sambil tercengir malu waalaikummusallam karena pada saat itu
pakaianku masih berlum tertata rapi alias belum menutup aurat, aku masih
memakai jins,baju pendek,dan rambutku ku kuncir satu,berbeda sekali dengan
mereka yang memakai baju muslim,jilbab panjang,disertai dengan kaos kaki dan
manset untuk menutupi kaki dan pergelangan tangannya.
Ibu yang tak kukenali akhirnya memperkenalkan diri dan berkata “pasti kamu
bingung mengapa ibu membawamu kesini” aku hanya menganggukan kepalaku bingung
untuk menjawab pertanyaanya. Karena aku hanya diam saja ibu itu pun melanjutkan
pembicaraannya, “Nama ibu maryam,tapi kamu bisa memanggil dengan sebutan ummi
maryam seperti muridku di pesantren,kebetulan ibu mengajar mata pelajaran agama
islam di sini.
Aku pun mengerti
mengapa ummi maryam membawa ku ke sini,dan akhirnya aku memberanikan diri untuk
berbicara “Ummi bolekah aku bertanya?” kataku sambil tersenyum malu. “Ya tentu
saja boleh” jawabnya sambil tersenyum manis. Tapi sebelum aku bertanya aku akan
memperkenalkan diriku terlebih dahulu “Nama ku aisyah namun akhlak ku bertolak
belakang dengan aisyah, usia ku genap 15 tahun dan aku bingung ingin
melanjutkan pendidikan atau tidak, karena otakku ini tak memenuhi kriteria
untuk masuk ke sma yang diinginkan kedua orang tuaku. Aku merasa… “ tiba tiba
ummi memotong pembicaraan ku seraya berkata “Ummi sekarang mengetahui apa
penyebab kau ingin bunuh diri di sungai tadi”. Aku hanya terdiam tak berani
melanjutkan pembicaraan.
“ Aisyah dengar
usia mu baru 15 tahun perjuangan mu masih panjang ingat perjuangan ibumu saat melahirkanmu
ayahmu yang rela membanting tulang untuk menafkahi dan menyekolahkanmu, kalau
kau bingung untuk melanjutkan pendidikan tak seharusnya kau mengakhirinya
dengan jalan bunuh diri, dengar aisyah seharusnya berdoa dan memohon kepada
allah seraya berusa dengan sekuat tenaga. Dan ingat walaupaun otak aisyah tak
mampu untuk membahagiakan orang tua aisyah tapi, dengan akhlak asiyah yang baik
insya allah bisa membahagiakan orang tua aisyah di surga, karena tidak seluruh
manusia diberi kemampuan otak yang cerdas.” Ujarnya dengan lantang dan tegas.
“Aisyah pasti
berpikir Allah tak adil tapi ,yakinlah di balik cobaan allah terdapat secercah
harapan yang akan membawa mu menuju jalan-Nya,,kalau kau tidak keberatan kau
bisa tinggal dan bersekolah di sini.” Aku pun menjawab” Bagaimana dengan
pakaianku yang tak serupa dengan mereka?”. Itu masalah mudah ummi bisa membantu
aisyah untuk hijrah secara bertahap,tak harus langsung cepat karena allah akan
membenci orang yang tak istiqamah di jalannya.” “Baiklah ummi nanti akan aisyah
pikirkan bersama orang tua aisyah” jawabku.
Ummi tak menjawab apa pun ia hanya tersenyum.
Tapi, aku yakin dibalik senyuman yang manis itu tersimpan harapan yang mengajak
naluriku untuk bergabung bersamanya.
Suasana menjadi hening seketika. Kemudian ummi
pun berkata “Aisyah apa yang ingin kau katakan pada ummi tadi?” aku pun terbangun dalam
lamunanku emm.. maaf mi tadi aisyah lupa,” Begini aisyah dari tadi tidak
melihat laki laki di sini. “Ohh masalah itu kamu baru pertama kalinya masuk ke
sini ya?” Tanya nya sambil tersenyum, aku malu ingin menjawabnya karena letak pesantren ini tak jauh dari rumahku dan
aku belum pernah mengunjunginya sebelumnya. Aku menjawab dengan gugup “se se be
be nar nya ini kali pertamanya aisyah berkunjung di sini.”
“ Oh begitu
mengapa aisyah harus gugup menjawabnya?, sebenarnya ini kawasan asrama
perempuan sehingga kita tidak dapat melihat laki laki di sini” hehe aku
tersenyum sambil tersipu malu. Karena waktu telah menunjukan pukul 05:00 pm aku
pun memutuskan untuk berpamitan pulang.
Sebenarnya ummi
melarang untuk pulang. Ia ingin aku
menunaikan sholat magrib bersama –sama namun sayang, aku tak dapat menerima
tawaran dari ummi karena takut orang tua ku khawatir. Sebab, aku tidak berpamitan
sebelumnya kepada ayah dan ibuku.
perjalanan
menuju rumah kutapaki dengan sejuta tawa dan semangat kini aku merasa beban di
pundakku yang selalu membebani kini sirna
bak ditelan bumi, terpikir dalam benakku aku akan hijrah dan memakai baju
muslim,jilbab panjang, manset dan kaos kaki yang akan melindungi pergelangan
tangan dan kaki mungil ku.
5 menit kemudian
sampailah aku di depan bangunan yang sangat berharga bagi keluargaku di rumah
ini lah ayah dan ibuku memulai kehidupan barunya,melahirkanku,dan membesarkanku.Ku
ketuk pintu seraya berkata “Assalamualaikum
yah bu aisyah pulang”, sebenarnya aku agak sedikit grogi karena hal ini tak
pernah kulakukan sebelumnya.
Ayah dan ibuku menyambutku dengan senyuman
manis disertai dengan sisipan tanda Tanya, mungkin mereka bingung mengapa
kelakuan ku agak berbeda hari ini, kucium tangan ayah dan ibuku seperti apa
yang dilakukan oleh anak pesantren tadi kepada gurunya, kemudian aku berpamitan
untuk mandi, setelah badanku telah terasa segar kembali aku pun berkemas untuk
sholat berjamaah di masjid, tiba tiba sura nan lembut menghampiri ku seraya
berkata “kamu mau pergi ke mana nak?” aku mau sholat magrib berjamaah di masjid
bu, ibu mau ikut tanyaku?ayo bu nanti kita ketinggalan, sebentar ibu ambil
mukenah.
Kini matahari mulai menenggelamkan dirinya di dalam
kegelapan pertanda adzan magrib akan
berkumandang kulewati gang jambu ditemani suara jangkrik menambah keheningan
suasana, ku pegang tangan ibuku dengan erat, tanpa sadar bibirku mengucap “Ibu
aisyah berjanji akan membahagiakan ibu dan ayah, aisyah akan berjalan di
jalan-nya, tapi aisyah mohon kepada ayah dan ibu untuk mendukung semua yang
telah aisyah rencanakan” ibu hanya terdiam membisu karena tak tahu apa yang
telah direncanakan oleh aisyah, tiba tiba adzan magrib berkumandang dengan
lantangnya mengagungkan kebesaran allah swt .
“Ayo cepat bu
adzan sudah tiba” ujarku dengan gembira. Ibu kelihatan juga sangat gembira
karena hal ini pertama kalinya kami lakukan berdua. Setelah imam mengucap salam
tak lupa kami berdzikir kepada sang pencipta yang masih memberikan kesempatan
hidup pada hari ini,diiringi tangan yang menengadah memohon ampunan kepada-nya
atas segala dosa yang kami pikul setiap hari. “Ayo pulang” ujar ibu kepada ku.
“Ibu duluan saja nanti aisyah pulang tapi sudah isya ya bu” ujrku sambil
mengedipkan sebelah mata.
Di masjid aku
mengisi kekosonganku dengan membaca Al-quran. Kitab ini sangat banyak di
rumahku namun sayangnya tak pernah ku buka, ku biarkan saja berdebu dan hanya
menjadi pajangan di rumah, jangankan untuk mempraktikan isi al-quran dalam
kehidupan sehari-hari membaca dan merenungi isinya pun jarang ku lakukan. Adzan
isya pun kembali berkumandang satu persatu lantunan adzan mulai bersahutan. Aku
merasa sangat bahagia bisa mendengar secara langsung adzan yang dikumandangkan
di masjid. Biasanya saat ini aku hanya mengisi kekosonganku dengan hal-hal yang
tidak bermanfaat.
Setelah
melaksanakan sholat isya sengaja ku sempatkan waktu untuk melihat dari kejauhan
pesantren yang kukunjungi tadi. Tiba-tiba seseorang memanggilku dari kejauhan
ia berteriak kecil “Aisyah” berkali-kali ia memanggil namaku. Aku pun
berari-lari kecil mendekati suara tersebut.” Assalamualaikum” ujarku sambil
tersenyum “Waalaikummusalam” mereka menjawab dengan serentak. “Apa yang kalian
lakukan?” tanyaku pada mereka..” Oh kami sedang mempelajari ilmu tajwid.” ”
Bolekah saya bergabung? “Tentu saja boleh jawab ummi maryam
Pukul 09:30 aku
diantar pulang oleh ummi maryam banyak pengalaman yang aku dapatkan dari
kegiatan tadi aku sangat malu karena bacaan al-quran ku masih berantakan
sehingga aku harus mengualang nya dari iqra 1 lagi. Walaupun begitu aku akan
tetap semangat mempelajari ilmu tajwid.
Setelah sampai
di dalam rumah ternyata ibu dan ayah sudah menungguku di ruang tamu. ibu
mengajakku duduk di sebelah nya. “Ibu tau apa yang telah kamu lakukan hari ini
ibu juga tau apa yang akan aisyah rencanakan” kata ibu dengan suara yang
lantang, aku hanya terdiam karena bingung tak dapat menjawab apa-apa.
Tiba-tiba ayah berucap “Aisyah maafkan ayah
karena terlalu egois. Ayah selalu menyuruhmu untuk melaksanakan apa yang ayah perintahkan
sampai sampai aisyah ingin bunuh diri karena keegoisan ayah sekali lagi ayah
minta maaf. Aku langsung memeluk ayahku. “ayah tidak salah aisyah yang salah
aisyah tidak pernah membahagiakan ayah dan ibu”
Akhirnya kami
pun larut dalam suasana. kami menangis bersama meluapkan keluh kesah bersama, “Aisyah
kamu sekarang sudah besar kamu boleh memilih arah yang menurut kamu benar” terang ayah dengan tegas “maksudnya yah?” Aku
pura-pura tidak tau “ayah mengizinkan
kamu untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Abu bakar as-sidiq” yee sorakku
meluapkan kesenangan dan kegembiraan ku, tapi dari mana ayah dan ibu tahu
semuanya? Tadi setelah solat magrib maryam datang kerumah dan menceritakan
semuanya . aku hanya tertawa kecil meyesali perbuatanku.
Ketika matahari
mulai menampakkan wajahnya tiba-tiba aku terbangun dengan sentuhan yang sangat
hangat walaupun agak sedikit kasar “kenapa bu”jawabku setengah sadar. Ayo kita
ke pasar kita harus membeli peralatan sekolahmu. Aku langsung bangun sambil
kegirangan ayo bu ayo cepat.. “Ehh aisyah kamu mandi dulu bau tau.. “Oh iya bu
aisyah lupa aisyah mandi dulu ya bu.”
3 jam lamanya kami berkeliling mencari peralatan untuk
persiapan sekolahku di jenjang sma yang akan dilaksanakan 1 minggu lagi, dan akhirnya atas izin allah
semuanya pun terlaksana dengan sempurna. Setelah lama menunggu waktu yang
ditunggu-tunggu akhirnya tiba ayah dan ibu ku menyempatkan waktunya untuk
mengantarkan hari pertamaku sekolah. Pakaian yang kukenakan juga sudah berbeda
aku sudah memkai jilbab baju muslim,mangset dan kaos kaki. Itu juga berkat
bimbingan yang diberikan oleh teman-teman dan ummi maryam selama waktu libur.
Jam 5 orang tua harus meninggalkan lingkungan
pesantren, sebelum orang tua ku pulang ku sempatkan untuk mencium kedua
tangannya lalu ayah berbisik kepadaku Mantapkan tujuannmu ya nak ayah akan
selalu mendukung apa yang aisyah lakukan, buat ayah dan ibu bangga.”
Berbulan-bulan
lamanya aku menempuh pendidikan di pesantren abu bakar as-sidiq akhirnya aku
mendapatkan kesempatan untuk mengikuti lomba tahfidz, berkat niat dan semangat
yang kuat akhirnya aku mendapatkan juara 2 lomba tahfidz se-propinsi dan
mendapatkan 3 tiket umroh. Sekarang aku sadar allah itu sangat adil dia tidak
pernah membeda bedakan umatnya namun
tergantung dengan prasangka umatnya terhadapnya.
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Metamorfosis Aisyah - FEBBY DAMAYANTI - Lomba Menulis Cerpen"