“Mawar Putih
Yang Tersenyum”
Rizki Ardiansyah
“Terima kasih. Selamat berbelanja kembali.”
Suara khas dari kasir minimarket setelah
aku membayar beberapa barang yang aku beli barusan. Membeli beberapa barang
kebutuhan dapur sesuai yang dipesan oleh ibuku. Decitan lirih pintu kaca
terbuka menyambung ucapan selamat tinggal kepadaku seraya kuperiksa lagi barang
belanjaanku. Mungkin ada sesuatu yang aku lupakan.
Seperti biasa, setelah pulang kerja beliau
langsung menuju dapur untuk membuat makan malam nanti meski baru saja pulang
dari kantor. Ayahku sedang pergi keluar kota karena urusan pekerjaan. Aku bisa
memakluminya karena biasa ayahku yang selalu dimintai tolong. Meskipun hari ini
baru saja aku menjalani ujian praktek dan masih capek karena baru pulang jam 4
sore. Tapi apa boleh buat aku harus bergegas pulang sebelum ibuku tiba di rumah.
“Pemirsa,
sebuah kecelakaan baru saja terjadi di Taman Mustika pukul 16.00 wib tadi.”
Terdengar berita
singkat dari televisi di sebuah toko elektronik kecil tepat sebelah minimarket.
Langkahku yang awalnya kupercepat kini sedikit kulambatkan untuk mencuri dengar
berita tersebut. Aku melirik melihat berita itu saat tepat di depan toko
tersebut untuk melihatnya. Hal yang membuatku penasaran adalah lokasi kejadian
tersebut yang dekat dengan rumahku.
“Sebuah mobil mencoba menerobos lampu merah dan
mengalami rem blong. Dari kejadian tersebut ada satu korban luka berat,
Yulianti (ibu), usia 37 tahun. Dan satu korban meninggal, Indah, usia 14 tahun.
Pada saat tersebut sedang berjalan hendak menyeberang dari taman. Kedua korban
tidak sempat menghindar karena kejadian yang terlalu cepat.”
Seraya menampilkan
lokasi kejadian. Diputar juga sebuah rekaman CCTV yang kebetulan merekam
detik-detik kejadian tersebut. Di kejadian itu, lampu kuning mulai berkedip dan
berganti merah. Namun ada sebuah mobil yang malah menambah kecepatannya.
Mungkin baginya masih sempat untuk melewati sebelum lampu merah. Sebuah
kebiasaan simpel namun fatal yang dilakukan sebagian besar para pengemudi. Ibu tersebut
menyeberang setelah lampu merah menyala. Karena terkejut, secara reflek beliau
mempercepat langkahnya. Namun naas, kakinya terpeleset dan terjatuh. Mobil itu
menabrak keduanya dan berhenti melaju setelah menabrak bangku taman di dekat
trotoar. Pada tangan gadis tersebut memegang erat sebuah bingkaian bunga mawar
putih. Dari rekaman tersebut aku mulai merasa sedih dan tersentuh. Melihat
gadis kecil yang tak berdaya itu harus mengalami kematian yang tragis.
“Hiks hiks hiks.” Lamunanku
terbuyar setelah mendengar sebuah tangisan yang tak jauh. Kulihat sekeliling
untuk mencari tangisan siapa itu. Pandanganku berhenti menyisir ketika melihat
seorang gadis kecil sedang menangis tersungkur. Mencoba bangkit secara perlahan
dengan kepala merunduk. Didepannya berserakan beberapa mawar merah. Dia memungut
bunga itu diiringi tangisannya yang tak henti. Tanpa pikir panjang aku bergegas
menghampirinya.
“Kenapa dek?” Ku coba
menanyakannya. Namun dia tak menoleh sedikitpun dan masih melanjutkan memungut
bunga-bunga tersebut dengan wajah manis dan polos dibalut tangisan. Dari
wajahnya mungkin dia masih SMP.
“Sini biar kakak
bantu.” Aku mencoba ikut memungut bunga-bunga tersebut.
“Bagaimana ini?” Suara
yang tersedak mulai terucap dibibirnya yang mungil.
“Aku harus bagaimana?”
Dia berhenti memungut bunga tersebut. Melihat bunga-bunga yang ada pada
tangannya. Air matanya mulai terjatuh diantara bunga-bunga tersebut.
“Ada apa, dek? Mungkin
kakak bisa bantu.” Aku juga ikut berhenti memungut dan mengarahkan tubuhku
sedikit kearahnya. Terlihat dia mulai mencoba mengusap air matanya.
“Bunga ini adalah kesukaan
sahabatku. Aku ingin memberikannya sebagai hadiah. Kita jarang sekali bertemu karena
aku tinggal di kota yang jauh. Kita sudah jauh-jauh hari berjanji untuk bertemu
di taman dengan membawa bunga yang kami sukai. Tapi...” Dia berhenti
melanjutkannya karena tak bisa menahan tangisnya. Aku mencoba mengelus
pundaknya untuk menghibur.
“Ya sudah, ayo kita ke
toko bunga. Kakak belikan bunga untuk menggantinya. Nanti...”
“Tidak mau!!!”
Teriakannya memotong saranku. Aku sedikit terkejut mendengarnya.
“Bunga ini hasil kerja
kerasku. Sudah berbulan-bulan aku menanam sebanyak ini. Kita berjanji untuk membawa
bunga hasil menanam kami. Kalau aku membawa bunga hasil membeli itu berarti aku
sudah membohongi sahabatku sendiri. Aku tidak mau.”
Mendengar ucapannya aku
sedikit terkejut. Ditambah lagi kulihat beberapa jarinya dibalut dengan plester
luka. Mungkin karena terkena duri dari mawar tersebut. Berarti dia baru saja
merangkai bunga-bunga itu sendiri. Kepolosannya mengungkapkan seraya ketulusan
hatinya untuk sahabat membuatku begitu tersentuh. Tapi, disisi lain mungkin ada
sesuatu yang membuat dia harus membawa bunga hasil tanam sendiri. Bukan hanya
sekedar janji untuk sahabat. Mungkin saja ada hal lain yang jauh lebih penting
untuk mendorongnya seperti itu.
“Kenapa kau bersikeras
harus membawa bunga hasil menanam sendiri, dek?”
“Sebentar lagi,
sahabatku akan menjalani operasi. Sudah sangat lama sekali dia mengalami sakit
serius. Aku takut tidak bisa memberi sesuatu yang bisa membuatnya bahagia.”
Mendengar penjelasannya semakin menambah rasa haruku. Secara perlahan aku merah
tangannya.
“Aku tahu perasaanmu. Meskipun
kau tidak membawa bunga hasil sendiri. Setidaknya dia tahu kau sudah berusaha
keras untuk membawa bunga itu untuknya. Karena jari-jari ini tidak bisa
berbohong. Bunga ini hanyalah simbol kerja keras kalian. Tapi yang paling
terpenting adalah kasih sayang kalian. Nanti kakak bantu menjelaskan kepadanya
kalau kau terjatuh. Setidaknya kakak ingin kau bisa menepati janji kalian.” Aku
memegang jarinya yang terbalut plester. Terlihat dia mulai mengangkat wajahnya
dan menatapku tertegun. Aku membalasnya dengan tersenyum.
“Kalau begitu ayo kita
ke toko bunga sebelum hari mulai gelap.” Aku mencoba menariknya dengan lembut
agar dia bediri.
“Tapi kak, toko bunga
disini sangat jauh. Dan sekitar setengah jam lagi aku harus berangkat ke luar
kota.” Ucapnya seraya berdiri. Kalau dipikir benar juga. Butuh waktu sekitar
sepuluh menit untuk menuju kesana. Belum lagi menghiasinya. Aku mencoba
berfikir keras untuk mencari solusinya. Pandanganku menyisir sekitar, mungkin
saja ada jalan keluar lain. Hingga akhirnya mataku berhenti menyisir ketika aku
melihat sekolahku yang berada tepat di seberang minimarket barusan. Ohya benar
juga, mungkin itu bisa juga.
“Ayo ikut aku, dek!” Aku langsung menariknya
dan bergegas berlari. Terlihat dia terkejut dan berlari tertatih-tatih. Bunga
yang dia genggam pun berguguran setiak kami melangkah.
Kami bergegas menuju
sekolahku. Menyisiri lorong-lorong menuju ke ruang guru. Aku mencari wali
kelasku yang mungkin saat ini beliau masih disana. Hingga kami bertemu dengan
beliau. Aku meminta ijin untuk ke taman kelas seraya berbisik kepada beliau
untuk memberi alasannya. Beliau tersenyum dan menyetujuinya. Aku berterimakasih
senang kepada beliau. Tanpa pikir panjang kami menuju ke kelasku setelah
mendapatkan ijin. Setelah sampai di depan taman kelasku aku langsung membuka
tasku dan mengambil gunting. Serta memotong beberapa tangkai mawar. Ku pilih
yang terlihat bagus dan indah. Sontak gadis itu terkejut dengan tindakanku.
“Heh? kenapa kakak
memotong bunga-bunga tersebut. Bukankah itu bunga-bunga yang ditanam
teman-teman kakak sekelas?” Tanyanya penasaran.
“Bunga-bunga ini adalah
hasil kerja keras kami sekelas. Mungkin kalau kakak ceritakan kepada mereka
semua, mereka juga sepakat untuk memberikan bunga-bunga ini kepadamu.” Seraya
memotong mawar tersebut aku menjelaskannya. Tapi dia masih tertegun dengan
jawabanku.
Setelah beberapa
tangkai kupetik aku mengeluarkan plastik hias yang kubeli tadi. Memotong duri
mawar dan menyusunnya secara rapi diatas plastik hias yang ku rentangkan. Ku
balut bunga tersebut dengan hati-hati dan ku ikat dengan pita yang kuambil dari
mading kelasku. Setelah selesai aku merah tangannya dan memberikan bunga itu
kepadanya.
“Ini, bunga ini
mewakili kami untuk persahabatan kalian. Dan juga doa untuk kesembuhan
sahabatmu, dek.” Dia hanya tertegun. Matanya mulai berkaca ketika menerima
bunga dariku.
“Terima kasih, kak.
Terima kasih banyak.” Dia langsung memeluk lembut bunga itu dengan senyuman
bahagia. Aku juga membalasnya dengan senyuman.
“Sama-sama. Baiklah
kalau begitu ayo kita ke taman. Mungkin dia sudah menunggumu.” Aku langsung
mengajaknya. Dia hanya mengangguk seraya mengusap air matanya. Kamipun bergegas
cepat menuju kesana sebelum hari yang mulai gelap.
Sesampai disana, dengan
sedikit mencari, kami bertemu dengannya. Terlihat gadis bergaun putih yang
duduk di kursi roda. Disampingnya ada wanita dewasa yang duduk di bangku taman.
Mungkin dia adalah ibunya.
Disana mereka langsung
berpelukan. Akupun mulai terbawa suasana saat mereka saling bertukar bunga itu.
Ditambah lagi teringat dia tadi yang sempat sangat sedih. Disana aku
menjelaskan kejadian sebelumnya. Mendengar penjelasanku ibu dan gadis itu bisa
memahaminya dan terlihat sangat senang. Memeluk lembut mawar merah yang kami
buat. Tak lupa aku juga memberikan semangat dan doa untuknya agar bisa sembuh
dari penyakitnya.
Selang waktu kami
berbincang-bincang akhirnya mereka pamit untuk pulang. Dan tak lama pertemuan
singkat itu berakhir dengan bahagia. Terlihat kebahagiaan kini mengiringi dua
sahabat tersebut. Akhirnya, mereka bisa saling memberikan bunga kasih yang
mereka cintai untuk orang yang mereka cintai.
“Ya sudah, kakak pulang
dulu, ya. Ibu kakak mungkin sudah lama menunggu.”
“Oh ya, aku lupa
memperkenalkan diri. Namaku Kinara, kak. Terima kasih banyak sudah membantuku.
Terima kasih sudah membantuku menepati janjiku yang terakhir sebelum aku pergi,
kak.” Ucapnya tersenyum dengan kedua tangan yang masih memeluk lembut mawar
putih itu.
“Namaku Andi, sama-sama
dek. Ya sudah kakak pulang dahulu. Sampai jumpa.” Pamitku seraya
meninggalkannya yang melambaikan tangan dengan senyum bahagia.
Aku bergegas menuju
rumahku yang tak jauh dari taman. Sesampai dirumah aku mencari ibuku yang
mungkin sudah menungguku. Begitu ku cari aku tak menemukannya. Oh ya, tak ada
mobil di garasi. Mungkin saja beliau terlambat karena macet. Aku langsung
menaruh belanjaanku dan mengganti pakaianku. Setelah itu aku menuju ruang tamu
dan menyalakan TV.
Namun, tak lama aku
melihat aku langsung terkejut. Sebuah hal ganjil yang ku lihat di TV. Terlihat
sebuah berita singkat muncul menyiarkan peristiwa kecelakaan. Berita yang sama
yang kulihat di toko elektronik tadi. Awalnya aku mengira itu siaran ulang.
Tapi ada dua hal yang membuatku sangat syok.
Pertama, seharusnya
sekarang sudah jam 5 sore lebih. Tapi jam digital di sebelah TV masih
menunjukkan pukul 16.15 WIB. Kedua adalah korban kecelakaan itu berganti. Kalau
diingat lagi, bukannya korbannya adalah seorang ibu dan seorang gadis yang
memakai kursi roda? Tapi kini, korban itu berganti dengan orang yang sangat aku
kenal. Orang yang masih membekas diingatanku. Orang yang tersenyum dengan mawar
putih dari orang yang dicintainya. Tubuhku semakin lemas dan gemetar. Menyadari
waktuku mundur beberapa menit untuk mengubah takdir.
“Pemirsa,
sebuah kecelakaan baru saja terjadi di Taman Mustika pukul 16.00 wib tadi. Sebuah
mobil mengalami rem blong dan menabrak sekitar pinggiran taman. Dari kejadian
tersebut ada satu korban meninggal. Kinara, usia 14 tahun. Yang pada saat itu sedang
duduk di bangku taman....”
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Mawar Putih Yang Tersenyum - Rizki Ardiansyah - Lomba Menulis Cerpen"