-->

Putih- Putih VS Merah-Biru-Putih - Mahlian Elyana - Lomba Menulis Cerpen

Putih- Putih VS  Merah-Biru-Putih
Mahlian Elyana

Assalamu’alaikum. Salam Sejahtera. Om Suwastiastu
            Ba’da tahmid kesyukuran selalu tercurah kepada sang pencipta langit,bumi beserta isinya yang tidak sesederhana tahu isi, dan tidak seberat kata-kata ini. Salawat dan salam kepada manusia tanpa cela, pemimpin yang ia mengaku punya dosa tapi Allah jaminkan ia surga, Muhammad SAW. Dan kepada orang tua yang hidup dan matinya hanya kepada kita, setelah kepada Allah.
            Cerita ini harus saya buka dengan kata syukur, karena saya sadar dengan syukur saja tak cukup membayar yang sudah saya punya sejauh ini. Saya takut dengan melupakan Tuhan saya yang maha agung, DIA akan melupakan anda dan melewatkan tulisan saya ini. Namun, saya lebih dan sangat takut ketika saya terbiasa melupakan tuhan saya dengan tidak bersyukur dan saya merasa biasa akan hal itu.
Inspiratif? Apakah saya termasuk?. Dengan sangat terpaksa saya harus mengatakan ya, jika tidak saya tidak akan mengirimkan tulisan ini dan anda mungkin sedang tidak membacanya. Kisah saya bisa dikatakan inspiratif hanya jika anda terinspirasi. Jadi, mohon terinspirasi lah dengan sepotong cerita dari anak negeri ini.
Saya lahir dalam keadaan tidak bisa membaca dan menulis, ia karena saya baru lahir maka dari itu saya tidak bisa membaca, apalagi sampai menulis. Namun, saya mengikuti kebiasaan klasik manusia, yaitu pada usia 9 bulan 10 hari kandungan saya lahir. Diusia 5 tahun saya bersekolah di taman kanak- kanak dan hebatnya orangtua saya, bisa menyekolahkan saya hingga keperguruan tinggi bukan negeri.
Karakter itu tidak jadi terbunuh apalagi sampai mati, ia masih hidup dan tumbuh subur sekarang. Pembunuhan karakter itu dimulai dari awal masuk ke sekolah menengah atas, awal dari perjuangan pembentukan karakter.
Seragam yang diincar-incar siswa yang pertama kali masuk sekolah menengah atas itu terlihat mengagumkan, kebanggan akan diri jelas tampak pada diri senior-senior pada saat itu. Pandangan tajam, gerakan mulus, sepatu licin dan lapangan yang sudah siap berdiri menyambut pasukan putih-putih itu dan yang kemudian menyeretku sampai setengah perjalanan.
Hari itu menjadi akhir dimana saya mengikuti pelatihan sebelum pada akhirnya saya keluar. Saya masih ingat perkataan senior itu. “Dendam gak kalau dikeluarkan?” dia setengah melirik “Kalau saya keluar karena ketidakmampuan saya, saya tidak akan dendam!” jawabku tanpa melirik. Tapi, fakta terbaiknya aku harus keluar dan alasannya tidak jelas, abu-abu.
Mereka berhasil mengeluarkan saya dengan sempurna dan dengan skenario yang hampir tidak mengundang reaksi siapapun saat itu, saya ingat jelas siapa yang membela saya. Ada satu sosok yang sangat berjasa pada diri saya saat itu, sosok yang tetap hidup dan bertahan disaat saya butuhkan, yaitu sisi lain dalam diri saya sendiri. Kekuatan itu benar- benar muncul disaat yang tepat. Yakinlah, sosok itu juga ada didalam diri anda disaat anda benar-benar jatuh, bukan orang lain.
Keluar dari pasukan putih-putih mulailah berpetualang mencari pelarian. Awalnya saya hanya menganggap itu sebuah pelarian atau  hanya sekedar pelampiasan disaat saya ditolak di kelompok putih-putih itu, bahkan saat saya masuk saya tidak pernah berfikir itu akan jadi cerita panjang dan berlanjut hingga sekarang. Saya ingat jelas, saya masuk diminggu akhir sebelum adanya kuis diles itu. Kuis ini biasa dibuat sebulan sekali oleh pihak les.
Ujian mau tidak mau saya ikuti dan saya persis duduk di urutan pertama karena berhubung saya murid baru di les itu. Ada catatan khusus yang saya tuliskan saat itu. Dalam bahasa Indonesia begini kira-kira artinya “Saya adalah murid baru disini Miss, jadi saya belum mengerti tentang bahasa inggris. Saya bisa menulis kata-kata ini karena saya otodidak.”Mungkin dengan penghargaan penuh dia memberi saya nilai 68, dan saya sempat melihat ia tersenyum membacanya..
Akhirnya setelah hampir satu tahun saya menimba ilmu di kursus bahasa inggris,  hari itu, di hari paling bersejarah saya berdiri dengan nomor urut enam belas memulai hafalan yang satu bulan saya hafal mati-matian dengan bismillah. Mungkin pohon mangga dibelakang rumah saya bosan mendengar perkataan saya yang berdurasi tujuh menit itu, batu yang saya pijak juga berat hati melihat saya bermukaddimah hampir setiap  hari. Tapi, satu bulan itu membuktikan proses tidak akan mengkhianati hasil. Posisi satu ditangan saya, hari itu menjadi saksi bahwa Allah lebih tahu segala yang baik untuk hambanya.
“.....Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”-Q.S Al-Baqarah : 216-

Seandainya saya masuk dan menjadi pasukan berseragam serba putih itu, maka saya tidak akan belajar bahasa inggris dan tidak berani berbicara di depan orang banyak. Ilmu itu masih melekat hingga kini, mimbar dan podium menjadi saksi perjuangan gadis kecil itu sekarang.
0 Comments for "Putih- Putih VS Merah-Biru-Putih - Mahlian Elyana - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top