HARI NAHAS
Garizah Sae
Jauh-jauh hari aku membuat list kebutuhan dan pengeluaran saat
pulang, oleh-oleh dan segala titipan orang rumah telah dipersiapkan. aku
berasal dari pulau kecil di ujung negri yang sedang menimba ilmu dikota apel. setiap
liburan semester aku pulang kekampung halaman untuk sekedar memanjakan rindu
dan melewati masa puasa bersama keluarga. Namun, kali ini keinginanku untuk pulang
harus dipendam dalam-dalam. Semuanya menjadi abu-abu. Tentang rumah, bis, dan tempat-tempat yang lain saat akan kulalui
ketika menuju kampung halaman. Aku mencari alasan apa yang bisa diterimah? Sehingga
membuat ibu mengerti, tanpa harus menceritakan kebenaran yang sesungguhnya. Aku
tak biasa berbohong pada ibu, namun tak ada yang bisa aku lakukan kecuali berbohong.
Tak adakah alasan yang bisa aku pakai untuk kebaikan. Alasan kenapa
aku tak bisa pulang? Aku sangat ingin bertemu ibu yang juga merindukanku. Tapi,
dengan apa aku pulang?. Bahkan untuk mengisi perut saja aku memilih makanan
yang paling murah asal mengenyangkan. tebakanmu benar, aku tak punya uang. Mungkin
ada satu dua lembar uang biru. Tapi, itu tak cukup untuk banyar ongkos angkutan.
Semua serba abu-abu, aku tak bisa membayangkan bagaimana aku hidup disini tanpa
memegang uang sekecukupan makan satu bulan saja. Apalagi untuk ongkos pulang
yang serba butuh uang. Mulai dari bekal perjalan sampai buang air kecil saja butuh uang. Sedang uangku raib seketika seiring
hembusan angin menyapa mesin ATM dikala itu.
Aku tertipu undian berhadiah, dan melakukan transaksi entah untuk apa.
Seingatku waktu itu aku seperti orang terhipnotis, aku tak bisa berargumen dan menerima
semua perintah dari balik telfon genggam. Hatiku sangat bahagia karna kalimat-kalimatnya
yang begitu menyenangkan. Otakku memutar Bayangan memiliki uang puluhan juta.
Hatiku benar-benar girang, banyak rencana yang tak berani kubayangkan sebelumnya,
kini siap untuk kuwujudkan. Seperti membeli mobil dan umroh bersama ibu. Logika
berkali-kali mencoba mengingatkanku, Naluri menolak perasaan bahagia yang
bersemayam dihati, karna tak mungkin dengan cara semudah itu aku bisa mendapat
uang puluhan juta. Namun semua kalah
oleh nafsu yang telah menguasai hatiku. Aku mentrasfer uang kenomer ATM sesuai petunjuk
dari telpon genggam. Banyak keanehan yang kurasa, namun terabaikan karna mata
hatiku telah buta oleh bayang-bayang uang puluhan juta.
Keesokan harinya aku baru bangun dari pengaruh hipnotis. Mesin ATM
kembali kudatangi, berharap itu semua hanya mimpi, namun saldoku benar-benar telah
hilang hanya tersisa lima angka yang diawali angka 1 padahal sebelum dua hari
sebelumnya ATMku memiliki enam angka. Ingin
rasanya aku menangis dan merengek pada siapa saja yang aku temui dikala itu. Namun,
aku terlalu malu untuk melakukannya. Hingga saat ini, kejadian itu hanya akan menjadi
rahasia hidupku seorang. Rahasia tentang kebodohanku yang sangat mudah terpengaruh.
Rahasia tentang kelemahan imanku hingga aku terhipnotis. Begitu sakit jika diingat namun tak akan bisa
dilupakan. Aku putuskan untuk ikhlas dengan semuanya. Tapi, aku tak tahu. Apa
yang bisa aku lakukan untuk mengembalikan keadaan seperti sebelum hari nahas itu.
Liburan semester segera tiba, itu berarti aku harus pulang. Dengan
apa aku pulang? sedang kiriman dan jatah makanku satu bulan telah aku ikhlaskan
untuk penipu itu.
Lalu bagaimana???
Seandainya aku langsung meminta maaf pada teman-teman karna telah
diam-diam mengumbar aib mereka, akankah aku tetap mendapat musibah ini?
Seandainya aku selalu berdzikir disetiap keadaan, apakah aku akan
tetap terhipnotis oleh suara yang bersih dan ramah itu?
Allah selalu menyembunyikan aib hambanya.
Allah selalu memaafkan kesalahan hambanya yang bertaubat.
Sekian
(27 januari 2014)
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "HARI NAHAS - Garizah Sae - Lomba Menulis Cerpen"