Benih Pohon Terakhir
Andi Starla Azalia Ardita Putri
Aku! Ya, inilah aku, lahir dan
dibesarkan di sebuah desa dekat hutan berantara di Pulau Kalimantan. Sejak
kecil aku telah dibiasakan hidup mandiri, Hanya sebuah gubuk tua dan seorang
kakek tangguh-lah yang bersamaku sedari dulu. Ibuku telah meninggal saat aku
lahir didunia ini, sedangkan ayahku pergi merantau ke kota dan tak pernah
kembali sampai saat ini, bahkan jika aku bertemu dengannya, aku pasti tak akan
mengenalinya lagi. Oh ya, namaku Lala, aku baru berumur 8 tahun, dan kakekku
ini bernama Kek Dono. Oleh teman-temanku, kakek sering dipanggil Kek Dalang,
Karena kakek sering menceritakan dongeng dan kisah menarik kepada kami. “Lala…Lala.”
Teriak kakek dari belakang rumah. “Oh, iya Kek sebentar, Lala akan segera
kesana.” Aku pun menghampiri kakek yang sudah menungguku menghampirinya. “Lala,
kemari..bantu Kakek menanam benih pohon nangka ini, kakek lelah jika harus
mengerjakannya sendiri.” Kata kakek sambil mengusap keringat dikeningnya. “Duh
Kek, Lala mau bantu tapi, Lala sudah ditunggu teman-teman untuk bermain.”
Ucapku. “Hai La! ayo berangkat..!” sapa Tata, Dodik dan Boni yang mulai
menghampiriku. “Eh ada anak-anak ya, kebetulan. Ayoo sini! Bantu Kek Dalang
menanam benih pohon.” “Kakek sedang menanam pohon? Wah seru nih!” Kata Tata
bersemangat.“Daripada bermain tanah yang kotor seperti itu, lebih baik kita
main mobil-mobilan di rumahku.” Ucap Dodik yang terlihat malas. “Kamu ini Dik,
tak ada salahnya kan kita belajar menanam pohon? Untung-untung sebagai
pelajaran baru buat kita.” Seru Boni menjelaskan.“Baiklah, mari kita mulai
membantu kakek menanam pohon, yeah!” Teriak Lala, Tata dan Boni. “Huh,
baiklah.” Kata Dodik dengan tampang kesal.
Akhirnya, mereka semua membantu kakek
menanam pohon. Kakek dan Boni mencangkul tanah, Tata memasukkan benih pohon
kedalam tanah, sedangkan aku dan Dodik menyiram tanah yang ditanami dengan air.
Semua tampak bersemangat, Dodik yang sebelumnya malas pun, kini menjadi giat
dan sangat berantusias. “Daripada digunakan untuk bermain yang hanya membuang-buang
waktu, lebih baik digunakan untuk hal yang bermanfaat seperti ini kan La?” Ucap
kakek ditengah-tengah pekerjaan kami. ”Iya Kek.” Kataku. “Memang apa sih Kek
gunanya menanam pohon seperti ini?” Tanya Dodik. “Haha..kamu ini Dik, masa
tidak tau? Ya banyaklah manfaatnya!” Seru Tata. “Betul kata Tata, setelah
tumbuh besar, nantinya pohon ini akan sangat berguna. Bisa untuk mencegah
terjadinya banjir, tanah longsor, mencegah erosi, dan bisa memberi sumber
kehidupan untuk kita semua.” Kata kakek menjelaskan. “Oh..gitu ya Kek?” Tanya
Boni. “Iya Boni, jadi jangan berfikir kalau usaha yang kita lakukan ini
sia-sia, ini bisa menjadi investasi besar buat anak-cucu kita nantinya.” Ujar
kakek.
Hari pun semakin gelap, burung-burung
telah kembali kesarangnya. Pekerjaan yang kami lakukan seharian ini juga telah
selesai. “Oke anak-anak, terima kasih atas bantuan kalian hari ini ya.” Kata
kakek kepada anak-anak. “Iya Kek, lain kali kami akan membantu kakek lagi.”
Teriak anak-anak serempak. Setelah itu, Boni, Tata dan Dodik pun segera pulang
ke rumahnya. Aku segera masuk ke rumah dan bergegas mandi. Kakek juga begitu,
tapi sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk membersihkan kotoran-kotoran yang
tercecer dibelakang rumah.
Hari demi hari telah berlalu, pohon yang
kutanam dengan kakek sudah tumbuh besar, seiring dengan bertumbuhnya diriku kemasa
remaja. Sudah lima tahun sejak saat itu, rasanya baru kemarin.
Brmmmm…brmmm!! Suara asing itu telah
membangunkanku dari tidur panjang ini, entah bunyi apa itu, yang jelas bukan
kokok ayam yang terdengar ditelingaku hari ini. “Kek, Kakek sedang apa?
Pagi-pagi sekali kok sudah bangun?” teriakku pada kakek sambil bangkit dari
kasur dan melihat keadaan di luar. Kalian ini, cepat pergi atau…“Ada apa
sih Ke..k..?” aku menganga seketika melihat banyaknya alat-alat berat di depan
pekarangan rumahku. Sudah ku bilang jangan coba…teriak kakek terdengar
sampai ditelingaku. “Kakek ada apa sebenarnya?” ucapku sambil menghampiri
kakek.
“Uhuuk..uhuk.. ini La, ada orang dari kota
yang ingin membuka lahan di hutan ini untuk membangun vila.” Ujar kakek.
“Dengan kata lain, pohon-pohon yang ada dihutan ini akan ditebangi Kek?”
tanyaku cemas. “Uhuk..tapi tidak akan semudah itu, kakek akan berusaha
membatalkan rencana itu, uhuukk..” Ujar kakek sambil memegangi dadanya yang
sedikit sesak. “Pak Dono, bagaimana kalau kita membicarakan hal ini dengan baik?”
Kata salah satu pekerja proyek itu. “Tidak! Kalian bertindak sesuka kalian. Ini
semua hanya pekerjaan yang sia-sia.. uhuukk.” Ujar kakek dengan nada yang
tinggi.
“Tapi pak, bapak akan diberi 20 persen
tunjangan atas lahan yang telah bapak berikan.”
“Kalian semua dengar! uhuukk..sampai
kapanpun saya tidak akan menjual tanah pemberian leluhur saya titik!” Ujar
kakek tegas. “Baiklah, kakek tua ini memang kolot sekali, lihat besok saya akan
kesini bersama bos saya. Tunggu kami.” Bisik pekerja itu sambil meninggalkan
kakek.
“Saya tidak takut! Demi kebenaran, saya
akan melawan semua orang yang berusaha merusak tanah leluhur saya ini, walau
hanya sepucuk jaripun.” Bentak kakek yang kian kencang.
Tentu saja kakek marah, bagaimana tidak?
Lahan yang kami tempati ini semua adalah warisan dari para leluhur kakek yang
sudah lama dirawatnya secara turun-temurun. Dan pepohonan yang ada disekitar
hutan ini juga dimanfaatkan warga sebagai mata perncaharian mereka tiap
harinya.
Bapak! Ibu! jangan pergi..Lala
takut disini sendiri… Bapak! Ibu…!
Astaga, aku mimpi buruk lagi. Firasat
apa yang aku alami hari ini? Semoga saja tidak ada apa-apa. Ternyata hari sudah
pagi, setiap malam selalu memikirkan rencana para pekerja itu, kakek juga
begitu. Aku selalu mendengar suara desisan kakek, yang sepertinya tidak bisa
tidur.
Tok..tok..tok.. ”Ia silahkan masuk.”
Teriakku dari dapur rumah. “Oh bapak-bapak ini yang kemaren ya? Hmm maaf kalau
tidak ada kepentingan sebaiknya tidak usah kemari.” Kataku degan nada suara
sedikit ketus. “Anak ini, baru lahir kemaren saja bicara seenaknya sama orang
yang lebih tua.” Jawab salah satu kontraktor itu. “Memang kenapa? Jika saya
ad…” belum sempat aku melanjutkan bicara, kakek sudah mencela pembicaraan kami.
“Uhuukk.. Lala sudah hentikan, kakek tidak pernah mengajarimu berbicara seperti
itu kepada orang yang lebih tua!” Ucap kakekku. “Hmm Kakek sudah bangun? Iya
Kek maaf, habis orang-orang ini nyolot sekali.” “Kalau begitu, cepat kamu masuk
ke kamar.” “Baik Kek.” Jawabku lemas. Huh, apa ya yang dibicarakan mereka? Aku
jadi penasaran. Hmm…ah sudahlah lebih baik aku ke rumah Tata. Setelah 2 jam
kami bermain, akupun segera pulang.
“Apa Kek? Kakek sudah menandatangani
kontrak itu?” kataku. “Iya Nak, Kakek tidak punya pilihan lain.” “Lalu setelah
itu, kita akan tinggal dimana Kek?” tanyaku sambil menangis. “Entah nak, tapi
kita masih bisa tinggal disini sampai waktu yang telah ditentukan.” Aku bergegas
ke kamar, dan meninggalkan kakek sambil langsung loncat ke kasur yang mulai
lapuk itu. Apa sih yang dipikirkan kakek sampai-sampai setuju dengan kontrak
itu. Padahal, kemarin Ia menentang dengan keras. Oh iya, hari ini bos
dari pekerja-pekerja itu datang. Apa mungkin kakek sudah terhasut omongannya,
atau kakek mendapatkan ancaman dari orang itu?
Aku tidak bisa tidur semalaman, kata
kakek hari ini pohon dibelakang rumah akan segera ditebang, aku bahkan lupa 2
hari lagi adalah hari ulang tahunku. Cuaca akhir-akhir ini juga tidak
bersahabat. Hujan deras selalu melanda dari pagi hingga sore. Aku jadi
khawatir. “Kek sebenarnya apa yang membuat Kakek berubah fikiran?” tanyaku
sambil memberikan secagkir kopi pada kakek. “Oh iya, 2 hari lagi ulang tahunmu
kan?” Tanya kakek mengalihkan pembicaraan. “Kakek, jawab dulu pertanyaan Lala.”Ucapku
kesal. “Kamu minta apa? Kakek akan membelikannya.”
“Aisshh, kakek ini. Bagiku, hari ulang
tahun dengan hari-hari biasa tidak ada bedanya. Aku hanya ingin kakek berada
disisiku selamanya.” “Hahahaa… cucu kakek sudah besar rupanya, andai saja
bapakmu melihat ini. Pasti dia akan sangat bangga, melihat anaknya yang sudah
tumbuh cantik dan pintar.” Kata Kakek membual. “Ya sudah lah kalau kakek tidak
ingin menjawab pertanyaanku tadi.”
Yang lahir akan mati, yang pergi akan
kembali, yang tumbuh akan musnah. Itulah yang terjadi saat ini. Hutan yang
menjadi tempatku bermain, kini telah hilang dan musnah begitu saja. Pemandangan
hijau yang kulihat dulu, telah berubah menjadi hamparan tanah yang tandus dan
gersang. Pohon-pohon itu, seakan memanggilku dan memohon padaku. Tapi apa yang
kuperbuat untuk membalasnya? Aku menyesal. Hujan deras disertai angin yang
kencang telah melanda hutan tandus ini. Sudah 2 hari sejak ditebangnya
pohon-pohon itu. Hari ini adalah hari ulang tahunku. Tapi dimana kakek? Sudah
jam 8, tapi kakek tidak ada. Dikamarnya pun juga tidak ada, ahh mungkin kakek
sedang mencarikan makanan untuk kami. Tapi ini kan hujan? Apa kakek tidak
apa-apa?
10 menit kemudian.. “Lala, Kakek
datang.” Teriak kakek dari belakan pintu.
“Aduh kakek, aku mengkhawatirkan kakek,
hujan deras begini malah pergi keluar.”
“Haha maaf, kakek tadi pergi sebentar.
Membelikanmu ini,” sambil menyerahkan sebuah kotak padaku. “Kakek ini,
repot-repot saja. Sudah kubilang, aku tidak ingin hadiah. Aku hanya ingin
kakek…” belum sempat melanjutkan kata-kata, kakek sudah memelukku. Petir keras
pun menyertai hangatnya pelukan kakek. Entah apa yang akan terjadi nantinya,
tapi aku berfirasat buruk atau memang hanya perasaanku saja? Tapi baru kali
ini, kakek memelukku dengan eratnya.“Kakek ada apa Kek?” tanyaku. “Tidak ada
apa-apa, kakek hanya ingin memeluk cucu kakek tercinta ini.” “Tapi, sikap Kakek
tidak seperti biasanya.” Kataku. “Tentu, ini kan hari ulang tahunmu, jadi Kakek
harus bersikap berbeda.” “Kakek…” Hujan
semakin deras, angin juga bertiup semakin kencang, tapi aku tidak
mempedulikannya. Karena sekarang sudah ada Kakek disampingku, yang akan
melindungiku. “Lala, jika kamu sudah besar nanti. Jadilah orang yang berguna
bagi sesama. Entah manusia, tumbuhan atau hewan. Tanamlah beberapa pohon, untuk
menjaga alam di Indonesia ini. Janganlah ada rasa dendam yang tertanam
dibenakmu, karena Kakek tidak menyukainya.” Kata Kakek sambil mengelus-elus
rambutku. “Hoaaahhh iya Lala janji Kek.” Aku menjawabnya sambil tidur
dipangkuan Kakek hingga…
“Lala, bangun..Lala.” Apa yang terjadi
padaku? Mengapa banyak orang disini? Dimana Kakek? Kakek? Aku setengah sadar
saat seseorang menceritakan semua peristiwa ini padaku.
TIDAK MUNGKIN!! Hujan yang melanda
kemarin malam, telah menyebabkan tanah longsor di hutan Kalimantan. Beberapa
rumah warga roboh dilanda hujan yang sangat lebat itu. Dalam peristiwa ini
telah menyebabkan 15 korban tewas, 20 luka-luka dan 15 orang hilang. Aku
langsung mematikan TV yang kulihat di pengungsian itu. Sampai saat ini kakek
belum juga ditemukan, mencari kakek adalah hal yang kulakukan setiap harinya.
Kulihat satu persatu mayat yang telah ditemukan. Sambil berharap bahwa kakek
bukanlah salah satu dari mayat-mayat tersebut. Tapi doaku tidak lah terkabul,
kulihat sebuah mayat tua yang terbaring sambil memegang sebuah kotak
ditangannya.
Aku mulai menghampiri mayat itu dengan
air mata yang mulai membasahi pipi. Kulihat kotak yang ada di tangan kakek. Aku
baru ingat, bahwa kotak itu adalah hadiah yang kakek berikan untuk ulang
tahunku. Aku tak tahu pelukan hari itu, menjadi pelukan terakhir kakek padaku.
Aku pun mulai membuka kotak pemberian terakhir kakek.
Untuk Lala, cucu Kakek
tercinta
Di Kalimantan
Mungkin saat kau membaca surat ini, kakek
sudah tidak bersamamu lagi. Hari ini kakek pergi ke desa untuk membelikan
sebuah benih pohon padamu, tapi ditengah perjalanan kakek mendengar desas-desus
bahwa hujan akan membuat tanah disekitar lereng ambles. Kakek segera pergi
untuk menyelamatkanmu dengan melelapkanmu tuk tidur. Kakek bergegas membawamu
ke rumah paman, setelah itu kakek kembali ke gubuk kita. Maafkan kakek Karena
meninggalkanmu, kakek tidak ingin membuat mu menderita, kakek sudah tau bahwa
hutan akan memberikan balasannya untuk kita, jadi Kakek kembali untuk membayar
semua perbuatan Kakek pada hutan ini. Bos yang datang 2 hari yang lalu itu
adalah bapakmu Lala. Kakek sudah membicarakan semua padanya, setelah ini kau
akan pergi menemui bapakmu dan melanjutkan sekolah sehingga kamu bisa menjadi
anak yang berguna. Maafkan Kakek Lala, hanya ini yang bisa Kakek berikan
kepadamu. Selamat ulang tahun cucu kakek.
-Kalimantan, 6 Februari
2013-
Huk..hhuk.. kakek, kenapa kakek begini?
Aku hanya ingin kakek disini, bersamaku. Aku tidak ingin yang lain dari kakek. Kakek
aku menyayangimu, aku akan menepati janjiku Kek, pasti! Semua yang gersang
harus ditumbuhkan kembali.
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
1 Comments for "Benih Pohon Terakhir - Andi Starla Azalia Ardita Putri - Lomba Menulis Cerpen"
gud