-->

HARU BIRU DI HARI RABU - Nur Aisyah Putri - Lomba Menulis Cerpen



HARU BIRU DI HARI RABU
Nur Aisyah Putri

            Berbincang mengenai sosok yang berpengaruh dalam hidup tentu erat kaitannya dengan perubahan pola dan nilai-nilai diri. Ada respon yang diterima dari setiap stimulus yang diberikan.
            Kemarin timbul pertanyaan dari salah seorang guru di salah satu grup kelas menulis di facebook. Pertanyaannya begitu sederhana,  ‘Siapakah sosok yang paling berpengaruh dalam hidup kalian?’ Jauh ingatan itu mencari jawabannya. Ah aku bingung pertanyaan itu menggugah emosiku. Semakin jauh ingatan itu mencari jawaban terbaiknya, semakin dekat jawaban terhadap titik awalnya. Pada tempat terdekat dihati. Intuisiku terus bergemuruh menghubungkan sinyal pada sistem saraf. Hingga sampailah pada terminalnya tempat pemberhentian segala aktivitasnya. Satu jawaban didefinisi.
            Teringat kisah ketika tak sengaja membidik momen tawa lepas mereka. Ah aku rindu! Lembutu penuh kasih. Meskipun kata teman-temanku, “Alah kan Cuma 2 jam-an dari sini kesana, Ais!” Hatiku memberontak, tetap saja. Aku bukan penahan rindu yang ulung.
            Pagi itu, tak ada kegiatan maupun tugas kampus yang mendesak. Jadi ceritanya tadi aku menghubungi mereka. Sekedar sharing ringan awalnya. Namun ujung-ujungnya nangis juga. Bukan karena dimarahi ataupun dicelotehi melainkan karena rindu akan nasihat-nasihat menenangkan yang keluar dari sebagian harapan mereka. Sempat tadi bunda bertanya,
“Bagaimana perkuliahannya, Kak? Lancar?
“Alhamdulillah lancar, Nda.”
“Gimana dengan teman-teman SMA kemarin? Masih ada komunikasian?”
            Aku diam. Pertanyaan itu begitu menyergapku. Pergolakan bathin tak dapat dielakkan. Bagaimana tidak? Semua pernyataan itu membuat lidahku kelu! Sedih! Begitulah yang aku rasakan. Kulihat orang-orang disekelilingku. Ah semuanya tampak seperti lakon yang memainkan perannya. Mereka terlihat memainkan peran dengan penuh kesadaran. Sedangkan saya? Ah hanya seperti air mengalir yang tak tau kemana arah muaranya. Sekali lagi bunda bertanya,
“Gimana dengan teman-teman SMA kemarin? Masih ada komunikasian?”
            Ah iya, aku lupa. Aku masih berbicara dengan bunda.
“Masih, Bunda. Cuma ya itu mereka pada pamer universitas dan kegiatan mereka.”
Nggak papa, Nak. Cukuplah kita tidak seperti itu. Allah tahu bagaimana proses kita. Cukup tenang dan mengagumkanlah, Nak. Bunda tau anak-anak bunda punya potensi. Pecayalah, Nak! Bunda dan ayah selalu mendoakan kakak disini.” Parau kudengar suara bunda dari arah sana, tampaknya bunda menangis. Bunda paham betul isi hatiku. Ah bunda, ayah,  aku rindu!
            Kemudian bunda memberikan telfonnya pada ayah. Sama seperti pertanyaan bunda tadi. Ayah menyanyakan kondisiku lalu perkulihanku. Ayah bercerita tentang masa mudanya. Panjang lebar ayah menasihatiku. Jelas yang aku ingat,
‘ Sesungguhnya di dalam tubuh kita ada segumpal darah. Jika segumpal darah tersebut itu bak, maka baik pulalah seluruh tubuh itu. Dan jika yang segumpal darah itu rusak, maka rusak ulalah seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal darah itu adalah hati.’ (HR. Bukhari-Muslim)’
“Kuatkan amalannya, Nak. Dekati Allah. Siapa lagi penolong kita kalau bukan Allah? Siapa bilang ayah dan bunda nggak terharu melihat anak-anaknya berhasil? Nggak bisa ditutupi, Kak. Kuatkan amalan kakak. Nggakpun kita metik buahnya, mungkin keluarga kita ataupun orang disekelilig ita yang akan memetik manis buahnya. Percaya ajalah. Jika yang ditanam itu kebaikan maka kebaikan pulalah yang akan tumbuh. Mulailah dengan mengingat Allah.”
Tut..tutt…tuttt….
“Paket nelfon anda telah habis, silakan mengaktifkan paket kembali.”

Fyi: Cukup ambil hal baiknya, cerita ini terkhusus untuk self reminder saya pribadi.
Pku, 301016
0 Comments for "HARU BIRU DI HARI RABU - Nur Aisyah Putri - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top