-->

Impian untuk ayah - Nurika Himmatul Khoiroh - Lomba Menulis Cerpen



Impian untuk ayah
Nurika Himmatul Khoiroh

            Hidup itu pilihan. Kadang yang diinginkan tak dapat diwujudkan dan yang didapatkan kadang hal yang tak terduga. Setiap manusia berhak memiliki impian, meskipun terkadang impian itu tetap sulit didapatkan walau banyak rintangan yang menghadang.
            Aku adalah aku. Gadis pemimpi yang tak tau apakah impianku dapat terwujud. Harapan demi harapan selalu muncul dalam diriku. Tapi untuk gadis biasa sepertiku rasanya untuk mencapai impian itu seperti ingin menggapai bulan. Aku hanya gadis desa yang bersekolah di kota untuk menggapai impianku. Setiap hari aku bolak balik dari desa ke kota untuk menimba ilmu agar aku bisa menggapai impianku.
            Sekarang aku kelas XII di salah satu SMA Negeri di kota. Di sekolah pada dasarnya pasti ada perbedaan. Golongan anak pintar dan anak bodoh, cantik dan jelek, anak baik-baik maupun anak nakal. Mau tidak mau perbedaan itu pasti akan memberi pengaruh bagi kehidupan di suatu sekolah. Aku tidak termasuk golongan anak pintar  maupun cantik tapi aku memiliki impian yang tinggi untuk diriku dan orang lain. Sehingga karena impian itu teman-temanku menyebutku ‘si pengkhayal kelas kakap’.
            Hari ini pelajaran kelima di kelasku dan pelajaran BK. Setiap murid maju untuk konsultasi dengan guru BK tentang jenjang selanjutnya. Hingga tiba saatnya giliranku untuk maju kedepan.
“ lala silahkan maju kedepan” panggil guruku. “apa yang ingin kamu lakukan setelah lulus SMA ini? Apa tujuanmu setelah ini”
“maafkan saya bu tapi saya bingung apa yang harus saya lakukan, saya ingin menjadi seorang dokter tapi saya tidak terlalu pandai dan saya merasa tidak mampu, saya takut gagal”
“lalu kenapa kamu ingin menjadi seorang dokter jika kamu takut gagal? Apakah semua dokter itu pada dasarnya orang yang sangat cerdas? Apakah menjadi dokter itu hanya cocok bagi orang kaya?” pertanyaan guruku membuatku membeku. Aku tak tau apa yang kurasakan tapi aku merasa jantungku berdebar.
“ bisakah saya menceritakan semuanya kepada anda bu? Bolehkah nanti saya menemui anda di ruang BK?”
“baiklah, akan saya tunggu.”
            Ketika pulang sekolah aku sudah bertekad untuk pergi ke ruang BK dan menemui guruku.
“silahkan duduk, disini tidak ada orang lain”
“ terima kasih bu”
“jadi apa yang ingin kamu katakan?”
“4 tahun yang lalu…”
Flashback 4 tahun lalu
            Ketika aku baru pulang sekolah, aku sengaja ingin mengunjungi ayahku di sawah. Ayahku segalanya bagiku karena dia adalah tempat untukku membagi keluh kesahku. Ketika aku sampai di sawah hanya keterkejutan yang timbul dalam diriku. Aku terkejut begitu melihat ayahku pingsan tak berdaya. Karena aku bingung apa yang harus kulakukan akhirnya aku hanya bisa menangis dan meratapi keadaan ayahku hingga ada orang yang membantu kami dan membawa ayahku pulang ke rumah.
            Setelah kejadian itu ayahku mulai sakit-sakitan, tidak ada sosok ibu yang akan merawatku dan ayahku. ibuku pergi meninggalkanku dan ayah hanya karena ayah tidak mampu membiayai kehidupannya. Dia pergi meninggalkanku dan ayah dalam keadaan hidup kami yang mengalami kesulitan.
 Meskipun ayah sakit-sakitan dia tetap pergi kerja  dan tidak jarang dia pulang dengan keadaan pingsan. Hingga pada hari libur aku mengikuti ayahku yang pergi saat petang. Ayahku pergi ke pasar dan hal yang tak kuduga adalah dia menjadi kuli angkut di pasar. Aku terus mengikuti ayahku hingga beranjak siang. Hatiku teriris ketika ayah melakukan pekerjaannya dan mendapatkan hinaan dari orang yang menyewa jasanya. Dia mengatakan bahwa ayahku hanya manusia tak berguna yang hanya menjadi parasit bagi kehidupan orang lain.
            Setelah pergi dari pasar ternyata ayah pergi ke sawah. Pekerjaan ayah yang aku ketahui adalah petani sehingga aku tak menyangka jika ayah juga bekerja sebagai kuli angkut. Ayahku melakukan pekerjaannya sebagai petani, dia mencabut rumput liar, menyiram tanaman hingga saat dimana darah menetes dari hidung ayahku. Aku yang melihat dari kejauhan terkejut. Aku melihat ayahku terus mengusap darah itu menggunakan punggung tangannya sambil meringis kesakitan. Aku yang melihat ayahku seperti itu hanya mampu meneteskan airmata. Karena tak sanggup melihat keadaan ayahku, aku memutuskan untuk pulang.
            Hingga sore itu ayahku belum juga pulang. Perasaan bersalahpun muncul, akhirnya aku memutuskan untuk menjemputnya di sawah. Aku tak dapat menemukan ayahku dan tak sengaja aku terjatuh dan melihat ayahku yang terbujur kaku dengan wajah pucat dan bekas darah dari hidungnya. Aku menangis, aku tak ingin kehilangan ayahku, satu-satunya orang yang aku miliki di dunia ini. Kebaikan berpihak padaku, ada petani lain yang hendak pulang dari sawahnya membantuku membawa ayahku ke rumah sakit.
            Sehari setelah pingsan ayahku sadar, dia memanggilku untuk mendekat.
“ apa yang ayah perlukan? Apa ada yang sakit, akan aku panggilkan dokter.”
“tidak nak, yang ayah butuhkan hanya kamu. Kamu berada di sisi ayah di saat-saat terakhir ayah”
“sebenarnya ayah sakit apa? Kenapa ayah tidak mau menceritakannya kepadaku? Ayah tidak boleh mengatakan seperti itu. Hanya ayah yang punya. Kenapa ayah tidak mau membagi rasa sakit ayah denganku?” tanyaku sambil terisak.
“maafkan ayah nak, suatu saat kamu akan tau ketika kamu melihat orang lain yang penderitaannya sama seperti ayah. Ketika kamu melihat orang yang penderitaannya seperti ayah, bantulah dia dan buatlah dia bangkit untuk menjalani hidupnya” ucapnya.
“Bagaimana mungkin aku mengetahuinya jika aku tak tahu apa yang ayah rasakan, mengapa ayah melakukan ini kepadaku? Jangan tinggalkan aku yah, aku hanya memilikimu.”
“maafkan ayah nak, kamu harus lebih tangguh. Sepertinya tuhan akan mengambil ayah darimu, tuhan ingin kamu mengujimu dengan cobaan ini. Jadilah manusia yang tangguh dan baik. Jadikan dirimu bermanfaat bagi orang lain, berilah orang lain semangat untuk hidup karena perkataan maupun perlakuanmu. Buatlah hidup orang lain berharga karena kehadiranmu. Ayah mencintaimu. Ayah selalu mendoakanmu. Suatu saat kamu akan menjadi orang hebat yang berguna bagi orang lain. Wujudkan impian ayahmu ini nak, ayah mohon padamu. Selamat tinggal ayah mencintaimu”
            Setelah itu ayahku menghembuskan nafas terakhirnya. Aku yang berada disampingnya hanya bisa menangis meratapi kepergiannya. Hilang sudah sosok malaikat penjagaku, malaikat pelindungku, dan malaikat yang membawa setitik cagaya di kegelapan hidupku. Saat itu aku merasa duniaku hancur. Tapi kata-kata ayahku sebelum kepergiannya membantuku bangkit dari keterpurukan. Sejak saat itu impian itu muncul. Impian menjadi seorang yang berguna dan memberi semangat untuk kehidupan orang lain.
Flashback end
“maafkan saya bu, seharusnya saya tidak pernah menceritakan ini. Saya tidak ingin merasa dikasihani. Tapi saya tidak mempunyai sandaran lagi untuk membagi beban saya. Karena sandaran saya sudah pergi meninggalkan saya. Maafkan saya bu” ucapku sambil menangis
“sudahlah nak, tak apa. Sekarang ibu mengerti perasaanmu. Ibu mengerti kenapa impianmu ingin menjadi seorang dokter. Jika kamu punya masalah lain jangan sungkan untuk bercerita karena gurumu juga orang tuamu. Kamu mengertikan ?”
“terima kasih bu, terima kasih”
“untuk impianmu, ibu hanya bisa bilang ini. Jika kita tiba pada saat dimana kita tak memiliki kekuatan untuk mencapai impian itu lagi yang perlu kita lakukan adalah percaya pada takdir tuhan karena tuhan tau yang terbaik untuk hambanya. Ingat, perjuangan serta kerja keras  pada akhirnya tidak akan pernah menipu kita. Jadi sebelum kamu menyerah perjuangkan dan kerja keraslah karena tuhanmu akan membantumu.”
            Aku hanya tersenyum mendengar perkataan guruku. Sekarang aku benar-benar mengetahui tujuan hidupku. Orang-orang yang menyayangiku adalah orang-orang yang membantuku menemukan tujuan hidupku. Ayahku membantuku menemukan impianku dan guruku membantuku membangun benteng dalam diriku. Benteng kepercayaan bahwa pada akhirnya nanti perjuangan dan kerja kerasku tak akan sia-sia.



0 Comments for "Impian untuk ayah - Nurika Himmatul Khoiroh - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top