Jalan Hidup
Washi
Jalaluddin
Perkenalkan namaku Washi Jalaluddin.
Aku hidup bersama keluarga di Banyumas. Sebuah kota kecil yang berada di Jawa
tengah. Ayahku bekerja sebagai penjual jasa fotocopy dan pencetak undangan.
Ibuku menjahit dirumah tetangga. Kedua kakakku sekarang masih bersekolah, yang
satu Kuliah dan yang satu lagi SMA. Kedua kakakku wanita sehingga sifatku juga
sedikit kewanitaan. Aku sendiri sekarang bersekolah di SMK N 1 Purwokerto.
Salah satu sekolah favorit dikotaku. Tetapi, yang ingin kuceritakan adalah masa
laluku.
Saat smp, aku bersekolah di SMP N 2
karanglewas. Sebuah sekolah yg terletak di barat kota Purwokerto tepatnya
didesa Pangebatan. Aku memiliki misi
disekolah ini yaitu memiliki gerombolan teman seperti kakakku. Oleh karena itu,
aku mencoba bersikap pecicilan alias banyak gerak kesana kesini. Aku duduk
dikelas 7E namun karena siswanya ganjil, akhirnya aku dipindahkan ke kelas 7C.
Dikelas 7 semester 1 misiku gagal karena mungkin ini masih awal. Kelas 7
semester 2 sebagian besar ada yang menyukaiku tetapi rata – rata wanita dan
laki – laki lebih menganggapku “banci”. Nasib baik ada yang masih mau berteman
denganku yaitu Risky, Kholil, David, Chandra, Taufik, Apriyatno, Sofian dan
Arifin. Mereka adalah teman karibku.
Kenaikkan kelas tiba dan alhamdulillah aku bisa naik ke kelas 8 dan
diterima dikelas 8A yang fasilitas kelasnya sangat bagus. Ternyata disekolahku
ini jika naik kelas maka siswa-nya diacak jadi satu kelas berbeda anak lagi.
Paling hanya ada empat sampai lima anak yang berasal dari kelas yang sama. Aku
berpisah dengan kawan lamaku dikelas tujuh kecuali Chandra. Kini dikelaku yang
baru, kucoba mengubah prinsip hidupku. Dari anak yg suka dengan religius,
manja, centil, dan kutu buku menjadi anak nakal, berkata kasar atau jorok, suka
band rock, rambur gondrong lalu
dijambulkan ke atas, dan duduk bahkan
yang lebih parah adalah merokok. Aku mulai suka pulang malam dan bermain dengan
anak – anak jalanan agar terlihat maco. Semua ini kulakukan supaya tidak diejek
dengan kata “banci” lagi. Walaupun penampilanku sudah begitu nakal, dalam
jiwaku sebenernya masih anak cupu yang gak ngerti apa – apa tentang dunia luar.
Meskipun gayaku begini, Chandra yang
anaknya baik masih mau berteman denganku. Begitu juga dengan Sendi, Akhnan,
Yogi dan Ibnu teman baruku disini. Aku tidak tahu kenapa mereka bisa nyaman
dengan gayaku yang seperti ini. Tetapi, terima kasih karena telah menjadi teman
baikku. Selain itu aku juga dapat bergaul dengan mereka – mereka yang menurutku
anak gaul. Aku mulai mengikuti gaya mereka.
Suatu hari saat pulang sekolah, kami pulang bersama dan biasa nongkrong
dahulu dijalanan sebelah rel kereta api. Salah satu dari temanku membawa
alkohol dan mereka meminumnya bersama. Mereka juga menawariku dan mengancamku
jika tidak diminum itu artinya aku cupu, banci, dan tidak boleh bergaul lagi
dengannya. Aku tau ini adalah dosa besar karena setetes saja darah manusia akan
haram hukumnya diakhirat nanti. Tetapi demi pergaulan, akhirnya kunikmati
minuman itu. Tanganku sudah bersiap menerima gelas berisi alkohol itu meskipun
bergemetar. Tiba – tiba kereta datang dengan cepat dan membunyikan klakson
sangat keras sehingga membuat temanku terkejut dan menjatuhkan gelas itu
kejalan. Serpihan pecahan gelas dan tumpahan alkohol berserakan. Karena takut
ketahuan warga sekitar akhirnya kami kabur.
Kenaikan semester tiba. Nilaiku sangatlah buruk. Parahnya lagi nilai
agamaku adalah C+. Kurasa aku sekarang mulai menjadi bodoh. Aku khawatir tidak
bisa naik kelas dan harus mengulangi 1 tahun lagi. Pulang sekolah seperti biasa
berkumpul dengan mereka anak nakal. Aku bertanya kepada mereka soal kenaikkan
kelas ini dan salah satu temanku menjawab kalau semua pasti naik kelas karena
SMP ini pasti malu memiliki murid yang tidak naik kelas.
Mulai dari sini aku mulai sadar
bahwa diriku salah telah memilih pergaulan seperti ini. Tidak seharusnya aku
bergaul dengan mereka yang berbeda denganku. Hidupku jelas lah berbeda dengan
mereka. Kini aku mulai meningglkan semua itu. Aku lebih memilih bergaul dengan
Chandra, Sendi, Yogi, Ibnu dan Akhnan yang sejalan denganku. Tak peduli harus
diejek “Cupu”,”Banci” atau “Bencong” yang penting adalah menjadi diri sendiri.
Tak peduli harus pulang sekolah sendirian tanpa ditemani mereka yang penting
aku tetap dijalan yang benar. Tak peduli harus kurang pergaulan yang terpenting
aku bisa menjalani hidupku sendiri.
Kuhapus semua lagu – lagu rock dan
kudownload kembali sholawat – sholawat dari Habib Syech, lantunan lagu religi
dari Opick, Hadad Alwi, Ceng Zam Zam dan Snada. Ku hentikan kebiasaan merokok
karena memang rasanya tidak enak dan hanya membuat sesak nafas. Ku hentikan
kebiasaan keluar malam karena hanya merusak mata dan gak ada gunanya juga. Ku
cukur rambutku ini supaya terlihat lebih rapi. Temanku kini tak sebanyak
sebelumnya tetapi aku senang karena mereka tidak mbejud alias nakal.
Akhirnya aku naik kelas sembilan dan
memang benar yang dikatakan mereka si anak – anak nakal bahwa semua siswa akan
naik kelas meskipun nilainya kecil teatapi, menurutku nilai yang tinggi itu
juga penting. Dikelas sembilan ini aku bertemu lagi dengan teman – temanku dulu
dikelas tujuh hanya sayang sekali kholil harus pindah ke kelas sembilan b. Aku
mulai dikenal oleh banyak siswa disini. Ini semua berkat Risky yang telah
berbaik hati mengenalkanku dengan teman – temannya yaitu anak osis. Banyak adik
kelas yang menganggapku anggota osis karena memang aku sering berkumpul dengan
mereka.
Dikelas sembilan ini, aku sangat
bahagia karena banyak yang mengenalku mulai dari guru, adik kelas, ibu kantin
dan sebagainya. Aku bahagia menjadi seperti ini karena diriku sendiri, bukan
karena banyak masalah atau menjadi anak nakal. Meskipun terkadang aku menyukai
gaya mereka anak – anak nakal tetapi yang penting tidak sampai terjerumus
kehidupan seperti itu lagi. Namun setelah lulus, kita jarang bertemu lagi. Aku
rindu masa masa bersama mereka, ketika bermain kartu bersama, bernyanyi –
nyanyi dikelas, sholat berjama’ah dan lain sebagainya. Paling hanya Risky yang
bisa kuhubungi dan bertemu langsung dengannya. Itupun sangatlah jarang. Namun
itu hanyalah masa lalu dan kujalani masa sekarang. Tak kan ku ulangi kesalah
untuk kedua kalinya. Kini misiku bukan untuk menjadi terkenal, dikenal dan
memiliki banyak teman. Tetapi misiku adalah menjadi anak yang berprestasi dan
bisa membahagaikan orang tua, saudara, tetangga, teman, kotaku dan negaraku.
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Jalan Hidup - Washi Jalaluddin - Lomba Menulis Cerpen"