Apa
Salahku? Kenapa Aku Berbeda?
-Feby
Aurelita Jaya Pradana-
Aku berbicara tentang hidupku yang
suram ini..
Aku terlahir berbeda dari
orang-orang di sekelilingku. Aku selalu dijadikan budak oleh teman-temanku di
sekolah karena kekuranganku ini. Dia selalu menyuruhku layaknya seperti seorang
Budak. Pernah aku mencoba menolaknya, namun keesokan harinya tanpa sadar aku
dibuli.
Aku menatap ke semua teman
sekelasku. Mata mereka begitu menyeramkan seperti luficer. Aku takut menatap mereka! Aku bertanya kepada diriku
sendiri,
“Kenapa mereka semua menatapku
dengan seperti ini ya Tuhan? Apa salahku?.”
Saat pelajaran pertama guru ku keluar
dari ruang kelasku, aku masih tetap belajar dengan bukuku itu. Namun ketika ku
belajar, seorang temanku berkata, "Sok pinter banget sih! Bodoh ya bodoh aja!
Bego Lu, dasar gagu!.” Aku kaget atas perkataannya. Dan aku berpikir, pasti aku
dibuli.
Keesokan harinya...
Aku sedang duduk menyendiri di dalam
kamarku. Ya, tempat di mana aku menumpahkan segala cerita. Tak ku sadari, mama
datang menghampiriku. Aku ketahuan sedang menangis kala itu.
“Sayangku, Nala. Kenapa kok nangis?
Anak Mama kan sudah besar. Sini peluk, Nak.”
Andai saja aku dapat berbicara normal seperti orang-orang, hal yang ingin aku lakukan saat itu adalah mengadu kepada mama atas apa yang telah dilakukan teman-temanku di sekolah. Namun, aku juga takut untuk bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi kepadaku.
Andai saja aku dapat berbicara normal seperti orang-orang, hal yang ingin aku lakukan saat itu adalah mengadu kepada mama atas apa yang telah dilakukan teman-temanku di sekolah. Namun, aku juga takut untuk bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi kepadaku.
Aku hanya dapat bercerita kepada
mama bahwa aku merindukan nenek. Ingin sekali rasanya pindah sekolah untuk
tinggal bersama nenek di Bandung. Meskipun aku hanya bisa menggunakan bahasa
isyarat, namun mama selalu mencoba memahamiku dengan sabar.
“Sayang, kalau Nala kangen sama Nenek,
Mama janji liburan besok Mama dan Papa akan mengajak Nala ke rumah Nenek.”
Akupun mengangguk dengan senyum
kecil di wajahku. Aku takut bercerita yang sebenarnya karena jikalau aku
bercerita, pasti mama akan mengadukan semuanya ke bu guru perihal sikap
teman-temanku itu. Aku takut, mereka justru akan semakin membenci diriku.
Suatu ketika di sekolah, aku sedang
duduk sendiri di kantin. Aku duduk dengan membuka bekal makanan yang telah mama
siapkan untukku. Rasa sedihku berkurang dengan melihat bekal yang ku bawa. Mama
sengaja membuatkan bekal makanan kesukaanku.
Namun, teman-temanku yang benci
kepadaku datang menghampiri dan mereka dengan sengaja menumpahkan bekal yang ku
bawa. Bekal yang telah mama siapkan untukku sejak pagi. Bekal makanan
kesukaanku. Aku hanya bisa menangis.
“Kalian semua jahat” ucapku dengan
menggunakan bahasa isyarat karena aku tak dapat berbicara normal.
Mereka semua justru malah meledek
dan menertawakanku, karena mungkin bahasaku yang asing terdengar sangat lucu di
telinga mereka. Ku pungut satu demi satu makananku yang mereka tumpahkan. Aku
bersihkan meja kantin yang menjadi kotor karena ulah mereka. mereka dengan
sengaja justru malah menginjak tanganku yang sedang membersihkan makanan hingga
tanganku memar dan berdarah. Lalu, merekapun pergi dengan tertawa
terbahak-bahak.
Sepulangnya dari sekolah, aku hanya
bisa menangis dan masuk ke kamarku. Aku tak tahu apa yang akan mama tanyakan
kepadaku hari ini karena melihat bekalku berserakan kotor di dalam tempat makan
dan tak ku makan sedikitpun.
“Nala, kenapa kok nangis lagi
sayang?” tanya mama menghampiriku.
“Maaf bekalnya tadi jatuh” ku jawab
dengan bahasaku.
“Nggak apa-apa sayang, besok Mama
buatkan bekal lagi. Nala nggak usah nangis. Sekarang Nala waktunya makan ya
sayang.”
Aku pun diajak mama untuk makan.
Mama tahu aku pasti belum makan karena tadi bekalku terjatuh. Saat itu, aku
lupa bahwa tangan kananku memar karena tadi di sekolah saat membersihkan bekal
yang tumpah sempat diinjak oleh teman-temanku yang sangat membenciku.
“Nala, tangan kanan kamu kenapa,
Nak?” tanya mama kepadaku di meja makan.
Aku hanya bisa terdiam karena saat
itu aku sangat gugup, bingung apa yang harus aku katakan kepada mama. Apakah
aku harus terus membohongi mama? Ataukah aku harus bercerita yang
sesungguhnya?.
“Mama tanya sekali lagi, Nala kenapa
tangan kamu?.”
Aku berusaha menyembunyikan tangan
kananku. Dan berusaha menahan rasa ingin menangis. Aku pun lari masuk ke
kamarku. Dan mama kembali menghampiriku ke dalam kamar.
“Nala, cerita ya sayang sama Mama.”
Aku hanya bisa menangis dan memeluk
mama. Aku sedih keadaanku seperti ini. Aku juga sedih jika harus menceritakan
semuanya pasti mama akan ikut sedih. Aku bingung harus bagaimana.
“Ma, kenapa Nala berbeda dengan
teman-teman?.”
“Sayang, nggak ada yang berbeda.
Kamu cantik, kamu pinter, nggak ada yang berbeda” jawab mama sambil memelukku
dan meneteskan air mata.
Akhirnya sejak saat itu mama tahu
bahwa di sekolah banyak teman yang tidak menyukaiku, tidak mau berteman
denganku hanya karena aku berbeda dengan yang lain. Tapi, mamaku adalah seorang
mama yang berjiwa malaikat. Beliau berusaha menyabarkanku. Beliau yang berusaha
membuatku kuat menghadapi cobaan ini. Aku harus bersyukur dengan apa yang Tuhan
berikan untukku saat ini. Semoga suatu saat nanti Tuhan berikan hikmah dibalik
semua ini.
Untuk teman-teman yang nakal,
teman-teman yang bertindak semena-mena terhadapku. Mama bercerita kepada bu
guru wali kelasku agar bu guru memberikan pengarahan kepada mereka untuk
menghormati kekurangan orang lain juga memberikan pengawasan dan perhatian yang
lebih terhadap siswa/siswi yang memiliki kekurangan seperti diriku. Sejak itu,
teman-temanku sudah tidak pernah lagi usil kepadaku, meskipun mereka masih
tetap tidak menyukaiku.
Suatu hari sepulang sekolah. Aku biasa
berjalan kaki pulang ke rumah. Di jalan, aku melihat ada seorang anak kecil
yang sedang bermain bersama teman-temannya. Namun, dia dikucilkan dengan
teman-temannya. Bahkan dia sampai dilempari sandal oleh teman-temannya itu.
Anak itu menangis dengan kerasnya justru semakin diolok-olok dengan yang lain.
Aku mencoba menghampiri anak tersebut dan menghentikan kejadian pembuli-an. Aku
tahu bagaimana rasanya dibuli itu seperti apa. Apalagi anak tersebut masih
kecil.
Ketika aku sedang mengusap air mata
anak tersebut, datanglah kakak daripada anak kecil itu. Dan mengejutkannya
lagi, sang kakak dari anak kecil tersebut adalah temanku di sekolah yang sangat
membenciku dan suka mem-buliku.
“Adikku memang sering dibuli.
Terimakasih telah menolong adikku.”
“Iya, sama-sama” jawabku.
“Nala, maafkan sikapku selama ini.
Aku punya banyak salah sama kamu. Aku benar-benar minta maaf. Kamu orang yang
baik, aku saja yang bodoh selama ini. Tolonglah maafkan aku.” Ucap temanku
sambil menangis dan memelukku.
Terimakasih Ya Tuhan, akhirnya aku
sudah tidak ada masalah lagi dengan teman-temanku. Aku bersyukur atas apa yang
telah Engkau berikan kepadaku. Dibalik suatu cobaan pasti akan ada hikmah yang
besar. Rencana-Mu jauh lebih indah, dan Engkau tidak akan memberikan cobaan
yang berat melewati batas kemampuan hamba-Mu.
**
Dalam keadaan sedih maupun senang, yakinlah Tuhan pasti selalu bersama kita dan
membantu kita. Syukuri apa yang ada hidup adalah anugerah J
**
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Apa Salahku? Kenapa Aku Berbeda? - Feby Aurelita Jaya Pradana - Lomba Menulis Cerpen "