-->

BUKAN MARTABAK MANIS - Muhammad Faiz Zaki Muharam Tanjung - Lomba Menulis Cerpen

BUKAN MARTABAK MANIS
Muhammad Faiz Zaki Muharam Tanjung

Menatap bentangan langit biru yang indah dibawah pohon membuat pikiran Yudhy tenang setelah jam pelajaran berakhir. Ketenangan suasana lapangan sekolah yang diiringi hembusan angin menambah kenyamanan istirahatnya. Yudhy terbawa suasana dan matanya mulai terpejam. Baru saja memejamkan mata, kemudian datang seseorang membangunkan dengan menepuk pipi nya.
“Woy Yud, bangun. Jangan tidur disini”. Suara laki-laki itu begitu mengganggu ketenangan Yudhy yang berbaring di rerumputan.
“Jangan ngigo deh, itu si Calista nyariin lo. Katanya mau pulang bareng?” Yudhy pun terbangun dari tidurnya.
“Ah iya gue lupa Calista. Makasih San, untung lo bangunin gue!” Sontak bangkit dan Yudhy pun segera berlari menuju gebang sekolah.
“Iya.. Uuhh urusan cewek aja cepet lo. Yaudah sana” Jawab Sani yang menggelengkan kepalanya melihat tingkah Yudhy.
Setelah mengambil sepeda motor yang terparkir, Yudhy mengendarai sepeda motornya ke gerbang sekolah dan menemui Calista yang terlihat bosan menunggu. Posisi berdiri dengan tangan menyilang ditambah raut muka yang cemberut menandakan ia telah kecewa karna dibuat lama menunggu.
“Sorry Ta. Maafin gue ya, gue bakal berusaha ngulangin lagi. Yuk pulang, sesuai janji. Kita mampir dulu makan martabak di tempat Om Joy”
“Iya, yaudah, yuk gue udah laper nih”
“Oke” Mereka pun pergi ketempat martabak untuk sekedar duduk berdua.
Sudah sejak lama kedekatan antara Yudhy dan Calista terjalin, teman-teman sekolah mengira mereka berpacaran. Tetapi keduanya menyangkal hal itu dan menjawab mereka hanya lah sebagai sahabat saja. Sanggahan mereka tidak kuat, karena kenyataannya mereka berdua selalu bersama layaknya orang berpacaran dan membuat teman-teman yang lain iri, hanya saja yang membingungkan adalah faktanya mereka memang tidak berpacaran.
Perasaan memang tidak bisa dibohongi ketika bersahabat dengan lawan jenis. Benar saja, sudah lama perasaan yang tak biasa dalam hati pun tumbuh. Yudhy memiliki perasaan yang melebihi dari sekedar sahabat kepada Calista. Sebuah perasaan aneh yang memberatkan tarikan nafas di dada ketika dekat dengannya dan membuat detak jantung lebih cepat. Sadar akan hal itu, ia mencoba mengendalikan perasaannya agar tidak diketahui.
Suasana tempat makan berkonsep tongkrongan anak muda sangat cocok sebagai tempat makan, mereka memesan martabak manis spesial yang kebetulan itu adalah menu yang sama-sama disukai. Kini, Yudhy yang duduk didepan Calista tak henti-henti nya memandangi wajah cantik rupawan malaikat hatinya. Calista menyadari dirinya diperhatikan oleh Yudhy yang telihat tersenyum manis kepadanya.
“Yud? Sehat lo? Nyengir-nyengir gitu haha” Tegur Calista yang melihat Yudhy keheranan
“Ngga, gue lagi laper aja” Yudhy mengelak dari pertanyaan yang dilontarkan Calista
“Awas kesambet”
Martabak yang telah dipesan pun datang. Taburan coklat, keju, kacang dan susu menjadi favorit Yudhy. Berbeda dengan Calista yang menyukai taburan coklat, susu dan kismis. Dengan lahapnya mereka memakan potongan martabak yang tersaji diatas piring. Dengan isengnya Yudhy mencolekkan sisa coklat ke pipi Calista. Layaknya orang berpacaran, tingkah mereka sungguh dekat seperti tanpa ada jarak dengan status mereka yang terbatas sahabat. Mereka larut dalam canda tawa yang membuat mereka semakin dekat. Bagi Yudhy, ini adalah salah satu momen spesial yang pernah mereka alami selama ini.
Suasana hangat yang membawa perasaan Yudhy terbang ke langit. Tak diragukan lagi, ini adalah waktu yang tepat bagi Yudhy untuk segera menyatakan perasaan yang sudah terpendam lama. Sudah terasa senja yang makin gelap menandakan ada sebuah pesan yang terselubung bahwa mereka akan memiliki status pasti.
“Ohiya, yaampun udah mau jam enam! Gue harus pulang, ntar mama nyariin. Gue juga mau les abis maghrib nih, Yud. Besok aja ngomongnya biar gue nyimak. Pulang yuk” Ujar Calista yang merasa terburu-buru
Mungkin tidak untuk hari ini, pesan terselubung dari senja ternyata bukan menandakan mereka akan segera memiliki status pasti. Melainkan hanya isyarat untuk segera pulang dari tempat mereka makan.
“Belom juga selesai” Yudhy menarik napas panjang dan melanjutkan perkataannya “Yaudah deh, bener juga lo. Yuk pulang..”
Mereka pun segera pulang ke rumah, dan Yudhy mengantarkan Calista. Perjalanan cukup jauh menuju rumah Calista. Beruntung jalanan tidak terlalu ramai seperti biasanya. Kecepatan yang ditempuh lebih lambat seiring menunggu sang mentari tenggelam disebelah barat. Kemudian sampai lah dirumah Calista.
“Makasih Yud udah nganterin” Calista tersenyum lebar
“Iya, sama-sama. Makasih juga” Yudhy membalas senyuman manisnya
“Hati-hati ya Yud. Sampai ketemu besok” Calista melambaikan tangan kepada Yudhy
Hari itu menjadi hari terbaik bagi Yudhy. Bagaikan bulan purnama yang tampak bulat utuh, ia makin meyakinkan dirinya untuk layak mendapatkan hati Calista. Walaupun satu hal yang meragukan apakah Calista juga merasakan hal yang sama? Namun Yudhy tetap berpikir positif, bahwa jangan ragu untuk setiap keyakinan hati, lakukan lah untuk memastikan dan terima lah untuk setiap resikonya.
Waktunya istirahat siang, Yudhy pergi ke pohon dekat lapangan yang biasa ia tempati. Ia membawa setangkai Mawar yang telah ia persiapkan untuk menyatakan cinta kepada Calista. Dari kejauhan terlihat Dodi, teman Yudhy yang juga diketahui mendekati Calista. Ternyata Dodi berani mendahuluinya dan menyatakan cinta kepada Calista. Hati Yudhy hancur saat melihatnya. Ia terlambat dan hanya bisa mematung memperhatikan rayuan Dodi dengan sebatang coklat diterima oleh Calista. Sakit, satu kata yang hanya ia rasakan.
Perasaan yang telah menerbangkannya ke atas awan dan seketika dijatuhkan ke dasar jurang. Hati yang tersayat luka mendalam itu, membuat Yudhy tak bisa berkata apa-apa. Bunga Mawar yang digenggam tangan kanannya, seketika dijatuhkan begitu saja. Bel berbunyi dan seluruh siswa kembali ke kelas masing-masing. Saat jalan menuju kelas, Yudhy bertemu dengan Sani. Sani berusaha menghibur sahabatnya yang telah tahu bahwa Calista memilih lelaki lain.
“Sabar bro, mungkin dia emang bukan jodoh lo” Sani sambil menepuk bahu Yudhy
Hanya diam dan membisu, ia tak dapat menutupi kesedihannya dengan raut muka yang amat sedih. Ya, mungkin benar apa kata Sani, dia bukan lah jodoh Yudhy dan tak selamanya proses pendekatan itu berakhir manis. Memang selalu ada kejutan tak terduga diakhir drama pendekatan cinta dua insan yang berbeda. Dengan lapang dada, Yudhy menerima untuk setiap resiko yang terjadi.
Hubungan persahabatan mereka seketika hilang setelah Calista menjalin hubungan. Mereka menjaga jarak dan tidak lagi saling berbicara. Yudhy hanya bisa menerima kenyataan pahit walaupun sulit diterima.
Setelah beberapa bulan mencoba dan tak memikirkan bayang Calista, kemudian Yudhy berhasil merelakan hatinya untuk Calista yang telah pergi bersama orang lain.
Lima bulan telah berlalu, pada waktu Sabtu sore Calista mengajak Yudhy bertemu di tempat Om Joy untuk mengobrol setelah sejak lama menjaga jarak dan tak berbicara. Calista meminta maaf kepada Yudhy karena telah menjauh begitu saja darinya. Pintu maaf Yudhy selalu terbuka dan memaklumi itu. Namun ada satu hal penting yang disampaikan Calista, bahwa ia telah putus dengan Dodi yang selingkuh kepada perempuan lain.
“Yud, gue minta maaf. Dan gue mau kita mulai semuanya dari awal, gue bersedia jalin hubungan lebih” Sontak membuat membuat Yudhy terdiam, kini perhatiannya fokus. Dengan rasa kedewasaannya, Yudhy menjawab dan menyampaikan apa yang ada dibenaknya.
“Sorry, gue bukan tempat pelarian. Mendingan kita temenan aja. Kenapa dulu lo ninggalin gue yang selalu ada buat lo?” Tanya Yudhy dengan tegas.
“Gue salah, dan milih yang gak seharusnya gue pilih. Harusnya gue memilih lo” Calista hanya menunduk, rasa malu yang kini tidak pantas diperlihatkan.
“Itu resikonya. Tapi gue juga salah, karna selalu buat lo menunggu. Dan maaf, gue tetep gak bisa terima, itu prinsip gue sebagai cowok”
Calista mulai meneteskan air mata, menyesali hal yang tidak berarti lagi didepan Yudhy. Suatu hal yang seharusnya ia tahu untuk tidak dikatakan, namun dengan perasaan itu semua terucap. Memang semuanya sudah terlanjur, ketika kita mengharapkan sesuatu yang telah lewat untuk kembali seperti semula dan bahkan ingin lebih dari sebelumnya. Disodorkan lah sepotong martabak manis kepada Calista, seolah Yudhy ingin menunjukkan sesuatu.
“Cinta itu bukan martabak manis yang nikmatnya cuma di awal. Tapi cinta itu memberi rasa nikmat dari awal sampai akhir yang akan selalu teringat oleh para pelakunya” Terang Yudhy dengan bijak.
“Tapi bakal sama jadinya? Kalo bukan lo?”
“Beda lah. Beda orang beda karakter, lo mau nya gimana ya harus menyesuaikan” Jawab Yudhy.
“Kita tetep sahabat kek dulu?” Bertanya dengan penuh harap dari Calista
“Tentu, itu yang gue harapkan” Jawaban antusias dari Yudhy
Sore itu menjadi sebuah hari yang memberi pelajaran untuk mereka berdua, tentang arti ketegasan, komitmen dan kelapangan hati. Dimana sebuah hubungan itu bukan lah martabak manis ataupun seperti permen karet. Habis manis, sepah dibuang.

Meski akhirnya mereka tetap bersahabat dan hubungan kembali membaik, namun semua tak sama seperti dulu. Semua sudah berubah dan persepsi diri masing-masing telah berubah. Tentu tak ingin karna alasan cinta, hubungan persahabatan mereka rusak sekejap.
0 Comments for "BUKAN MARTABAK MANIS - Muhammad Faiz Zaki Muharam Tanjung - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top