-->

Wonderwoman Keluarga - Elviyasa Gaberia Siregar - Lomba Menulis Cerpen

Wonderwoman Keluarga
By Elviyasa Gaberia Siregar

Sebuah kata indah nan damai yang pasti selalu ada di relung hati setiap orang, Cinta. Apa itu cinta? Sebuah kata dengan berjuta makna yang berbeda-beda.
Tuhan, pertama, jika akulah burung itu maka cintaku adalah semua pepohonan rimbun nan hijau, tempatku berteduh, tempatku bertengger, tempatku merasakan udara lembut yang sungguh membuat hati dan fikiran ini selalu ingin menangis haru betapa cantik dunia yang Engkau ciptakan. Tuhan, kedua, jika aku sekuntum bunga itu, entah mawar, anggrek, atau kamboja, atau bahkan melati maka cintaku adalah percikan air embun yang menyejukkan kelopak tubuhku disetiap paginya. Sekali lagi cintaku adalah percikkan embun yang membuatku segar, yang mengalirkan semangat untuk menyapa kumbang-kumbang, kupu-kupu, kepik-kepik di sepanjang hari-hari indah yang Engkau ciptakan. Tuhan, ketiga, jika akulah manusia itu, dan memang benar akulah manusia itu hingga saat ini, maka cintaku kelak adalah lelaki dengan postur tubuh dalam film-film dengan genre romantis yang sering kutonton, cintaku kelak adalah lelaki dengan mobil mewah, cintaku kelak adalah lelaki dengan pekerjaan sempurna, cintaku kelak adalah lelaki dengan jiwa yang mulia.
Namun Tuhan, semakin aku menjalani hidupku di usia dewasa ini maka semakin aku menyadari bahwa cintaku saat ini bukanlah lelaki dengan kriteria tersebut. Lalu Tuhan siapakah cintaku?
Cintaku adalah ibuku, seorang wanita tangguh, wanita gagah, wanita mandiri, wanita tegas yang aku jamin hanya dialah satu-satunya wanita luar biasa yang pernah ku temui hingga saat ini.
Sudah kurang lebih tiga tahun lamanya, ayahku sakit-sakitan ia tidak mampu berjalan sehingga setiap kali akan berdiri harus dibantu dengan sepasang tongkat. Sementara ibuku adalah seorang pedagang sayuran dipasar. Setiap pagi buta sekitar pukul 3 dini hari ia telah siap di pasar tradisioanl terdekat menjajakan sayur-sayuran segar. Betapa tangguh ibuku bukan! Aku memiliki dua orang adik, adikku yang pertama saat ini tengah mengenyam pendidikan S1 di luar kota. Sedangkan adikku yang bungsu adalah siswa kelas 3 salah satu sekolah menengah negeri. Aku sendiri adalah seorang mahasiswi keguruan semester akhir  jurusan pendidikan bahasa Inggris. Besar harapanku dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 kelak namun aku sadar pasti akan ada rintangan besar yang menghadang di perjalananku kelak. Tapi aku yakin halangan itu bisa ditepis jika aku bersungguh-sungguh meraih mimpiku.
Bagaimana sekarang? Seorang pedagang sayuran mampu menguliahkan dua orang putri dan menyekolahkan seorang putra. Ibuku tangguh bukan!
Ibu adalah wanita luar biasa yang memikul beban begitu berat, Ia harus membayar biaya kuliah dan sekolahku dan kedua adikku, belum lagi biaya kos adikku yang kedua, uang kontrakan rumah, air, listrik, cicilan motor, dan masih banyak lagi. Bayangkan saja dengan usaha berjualan sayur mayur kecil-kecilan dipasar pagi betapa tangguhnya ibuku bisa menutupi biaya diatas ditambah biaya hidup sehari-hari. Aku sudah beberapa kali mencoba mengatakan untuk putus kuliah saja demi membantu ibuku mencari nafkah, namun Ibu justru memarahiku habis-habisan. Bagi Ibu pendidikan adalah modal utama mengarungi hidup yang sulit ini, ia tidak ingin ketiga anaknya mengikuti jejaknya dengan hanya menempuh pendidikan di bangku SD. Sungguh Ibu merupakan sosok wanita teladan dan bertanggung jawab penuh terhadap hidup kami kedepannya. Terkadang aku berpikir jika saja ibuku bukan wanita yang bertanggung jawab, tentu ia pasti akan meninggalkan kami sejak dahulu mengingat ayahku bahkan tidak bisa melakukan apapun lagi tanpa bantuan orang lain, berjalan saja susah apalagi bekerja. Aku dan adik perempuanku sudah cukup dewasa untuk menyambung hidup kami sendiri, maka seharusnya tidak ada alasan lagi bagi ibuku untuk mempertahankan kami jika memang ia ingin hidup bahagia bukan terlilit hutang dan dihimpit masalah ekonomi seperti saat ini. Namun kenyataanya Ibu adalah wanita berbeda, wanita yang luar biasa. Ibuku tetap bertahan berada disisi kami walaupun beban hidup sangatlah berat. Sungguh ibu adalah cinta abadiku. Seringkali ibuku bersedih dan menangis sendiri, aku tahu beban ibu sangat lah berat. Ia seringkali berhutang demi membiayai pendidikan dan kehidupan kami. Beberapa bulan yang lalu salah satu keluarga Ibu yang berada di pulau Jawa menelepon dan memberitahukan bahwa keadaan nenek atau ibu dari ibuku begitu memprihatinkan, di usianya yang telah renta ia seringkali sakit-sakitan dan ingin bertemu dengan anak-anaknya. Namun apa daya, jarak antara Provinsi Bengkulu dan Jawa Tengah begitu jauh. Jangankan ingin pulang, untuk ongkos bis saja ibu tidak memilikinya. Begitu sulit hidup yang kami jalani hingga saat nenek meninggal, ibu hanya mendapat informasi lewat telepon. Ibu sangat sedih saat itu, bagaimana tidak ketika orang tuanya meninggal ibu tidak bisa mengantar hingga ke tempat peristirahatan terakhirnya. Maaf bu, aku janji kelak kita akan pulang bersama ke kota Brebes dan kita akan mengunjungi makam nenek disana. Aku berjanji Bu.
Angin malam yaang menghempas setiap kali ibu mulai berjualan pada pagi hari membuatku merasa cemas dan ingin sekali menghentikannya untuk mencari nafkah. Namun aku tak bisa berbuat banyak untuk menggantikannya. Setiap kali aku ingin membantunya bejualan sayur ibu selalu bilang “Kamu belajar saja, tugas mencari uang biar ibu saja yang kerjakan nak”, sebuah kalimat dengan makna yang begitu dalam. Kalimat itu selau menjadi sebuah motivasi besar dihidupku, apapun yang terjadi aku harus mampu membahagiakan ibuku dan menggantikannya mencari nafkah kelak setelah aku di wisuda. Aku selalu menasehati kedua adikku supaya mereka menjadi pura-putri yang mampu mengangkat derajat keluarga. Namun cobaan tak pernah berhenti menyapa hari-hari ku dan keluarga.
Pertama,sekitar satu tahun lalu Ibu terlilit hutang hingga puluhan juta, hal ini membuat ayahku menjual  rumah dan sawahnya di kampung didaerah Tapanuli Selatan demi membayar hutang tersebut. Aku bahkan harus diungsikan kerumah saudara demi meringankan beban Ibu. Selama satu tahun lamanya aku tinggal bersama bibi, saat itu bibilah yang membiayai kuliahku dan uang sakuku setiap harinya. Tentu keadaan ini sangat menguntungkan bagiku dan ibu.
Kedua, cobaan yang paling besar terjadi sekitar dua bulan setelah cobaan yang pertama. Ibu diboyong ke rumah sakit umum karena penyakitnya semakin memburuk. Sakit jantung yang dideritanya tak kunjung sembuh ditambah lagi ibu terserang TBC karena sering terkena hembusan angin pagi hingga membuat kedua paru-parunya basah. Puncaknya sekitar pukul setengah tiga dini hari ibu mengeluhkan sesak nafas, dadanya nampak kembang-kempis pertanda ia kesulitan bernafas. Aku dan ayahku saat itu tidak memiliki uang sama sekali untuk membawa ibu kerumah sakit. Sebuah sepeda motor yang kami miliki bahkan tidak memungkinkan digunakan untuk membawa ibu kerumah sakit terdekat karena keadaan ibu yang sudah begitu parah. Maka malam itu juga kuputuskan pergi kerumah bibi untuk meminta bantuan. Untungnya bibi sangat baik, ia membantu kami membawa ibu kerumah sakit malam itu juga dengan menggunakan mobil miliknya, tampak saat itu jari-jari tangan ibu sudah membiru pertanda sakit jantung yang dideritanya benar benar telah sangat membahayakan nyawanya. Setibanya dirumah sakit ibu langsung dilarikan ke UGD, seorang dokter muda yang menangani ibu mengatakan bahwa waktu ibu sudah tidak akan lama lagi. Dokter menyarankan kami semua untuk meminta maaf dan mengucapkan salam terakhir kepada Ibu. Sontak aku, ayah, bibi, dan saudara yang menemani kami menangis sejadi-jadinya malam itu. Aku tak henti-hentinya membisikkan kalimat syahadat di telinga ibu supaya Ibu merasa tenang. Adikku yang sedang kuliah diluar kota pun ditelpon untuk segera kembali melihat keadaan ibu. Saat itu perasaanku benar-benar kalut, aku tak bisa membayangkan jika ibu tidak ada, apa yang akan aku lakukan dengan hidupku. Aku bahkan belum memiliki tujuan yang pasti. Aku berdoa dalam hati, “ya Tuhan aku tak ingin kehilangan wanita tangguh itu”. Alhasil Tuhan mendengar doa ku, ibu berangsur-angsur pulih, ternyata prediksi dokter itu salah. Setelah menjalani rawat inap di ruang ICU selama sepuluh hari akhirnya Ibu kembali sehat dan bisa melakukan aktifitasnya seperti biasa. Terimakasih Tuhan, dan terimakasih pula kepada seluruh keluarga yang telah membantu.
Hingga saat ini ibu masih berdagang sayuran di salah satu pasar tradisional di kotaku. Aku berjanji bu aku akan selalu berusaha menjadi mahasiswi sukses dengan Ipk tinggi. Aku selalu berdoa untuk ibu semoga Ibu diberi kesehatan dan rezeki oleh yang maha kuasa. Apapun akan aku lakukan demi Ibu. Apapun yang terjadi aku harus mampu membahagaiakan ibuku dan ayahku. Sabagai seorang anak sulung, sudah merupakan tugasku untuk memikul beban keluarga ini menggantikan posisi ibuku sebagai tulang punggung keluarga ini. Sebagai seorang mahasiswi semster akhir, sekarang aku tengah disibukkan denga program Praktik pengalaman lapangan atau PPL disebuah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di kotaku. Aku mencintai profesiku sebagai seorang guru PPL, dan aku akan selalu menjunjung tinggi tugas mulia ini demi mencerdaskan anak bangsa. Aku ingin memberikan pengajaran yang luar biasa kepada anak-anak didikku, kepada anak-anak diluar sana yang tidak mampu bersekolah. Aku ingin memajukan pendidikan anak-anbak di negeri ini supaya mereka tidak seperti ibuku yang hanya lulusan sekolah dasar. Aku akan menjunjung tinggi prinsip ibuku yakni pendidikan adalah modal utama meniti tali kehidupan. Aku ingin menularkan ilmuku pada anak-anak bangsa supaya mereka bersama-sama mampu menjadi generasi hebat yang mampu mengangkat derajat keluarga mereka masing-masing. Inilah salah satu bukti rasa cintaku pada ibu. Yang jelas cintaku saat ini bukanlah lelaki dengan mobil mewah, pekerjaan sempurna, namun cintaku seperti yang telah aku sebutkankan. Cintaku saat ini adalah ia ibuku, satu-satunya wanita tangguh yang rela jatuh bangun berulang kali dalam lubang berbahaya demi mepertahankan aku dan kedua adikku supaya kami mampu menjunjung tinggi pendidikan yang kami peroleh dan mengamalkannya demi meningkatkan kesejahteraan keluarga kecil kami. Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku, terimakasih Ibu.
0 Comments for "Wonderwoman Keluarga - Elviyasa Gaberia Siregar - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top