Say No To Brother!
Isti
Artika Haris
Sejak awal, aku memang tak pernah suka punya adik. Karena
menurutku, adik kecil itu, terutama adik laki-laki, sangat susah diatur. Maka
dari itu sedari awal, sejak ayah bilang aku akan punya adik, wajahku sudah
langsung menujukan tampang masam. Bahkan pernah ada yang mengucapkan selamat
padaku tentang aku yang akan sebentar lagi jadi kakak, dengan sangat konyolnya,
aku menangis! Bayangkan, dia hanya mengucapkan selamat padaku. Makanya, saat
tadi pagi Ayahku berkata jika adikku akan lahir hari ini, aku langsung menangis
dan minta dibawa ke rumah pamanku saja. Dan di sinilah aku sekarang, mendenenggakrkan
ceramah dan sedikit penenggakjaran tentang enaknya punya adik dari Paman,
Nenek, Kak Mita dan Kak Selly. Ugh, menyebalkan!
"Ayolah, Teh-"
Ucapan Kak Mita entah untuk yang keberapa kalinya aku potong,
"Sheila enggak mau dipanggil Teteh!
Sheila
enggak mau, Titik!!!"
Kulihat Kak Mita menghela nafas frustasi. Kak
Mita pun melirik Kak Selly yang ada di sebelahnya diam-diam. Frustasi harus
memberiku nasehat yang baenggakimana, karena, dipanggil pun aku tak mau. Namun,
aku bisa melihat jika Kak Selly sepertinya punya ide -lagi- cara membujukku.
"Dek, emang kenapa sih enggak mau punya adek? Punya adek
enak lho," ujarnya. Tuh kan aku bilang apa, dia pasti punya ide lagi buat
ngomong.
"Punya adek itu ngeselin, Kak. Pasti nanti kalau punya
adek, Ayah sama Ibu enggak ngajakin aku main lagi! Mereka pasti sibuk sama adik
aku, akunya dicuekin." ujarku sambil memainkan simpul bantal guling yang
sedang kupegang. Kulihat Paman akan memberikanku nasehat lagi. Namun, (Walau
aku tau) dengan sangat tidak sopannya aku memotong ucapannya, "Aku mau
bobok. Ceramahnya di pending dulu. Good night, Paman, Nenek, Kak
Mita, Kak Selly,"
Dan akhirnya hari ini aku pun terbebas.
*
Hari ini entah sudah hari keberapa aku memilih tinggal
dirumah Pamanku. Aku masih dengan bersikeras tak mau pulang jika masih ada adik
di rumah. Terkesan sangat konyol memang. Tapi yah sudah lah. Aku yakin Ayah
sudah bosan membujukku. Karena, dapat kulihat dari jendela kamarku, Ayah tampak
sangat frustasi. Well, seharusnya dia sudah tau aku keras kepala. Karena
sifat itu juenggak diturunkan darinya.
*
Hari ini, entah ada angin apa, Paman Lion atau aku biasanya
memanggilnya Paman Yon dan Kak Mita mengajakku ke Pantai Panjang, salah satu
pantai terkenal di Bengkulu. Yah, tentu saja dengan senang hati aku
menerimanya. Namun, ternyata mereka mengajakku ke sana hanya untuk membujukku
untuk menerima adik baru. Dan kali ini aku berlaku konyol lagi, dengan cara
kabur dari mereka. Namun, dalam acara
kaburku, aku bertemu dengan anak perempuan yang kira kira lebih tua
dariku, 8 atau 9 tahunanlah tengah mengandeng anak laki-laki yang kira kira
sebaya denganku. Mereka terlihat sangat senang. Dan dari pembicaraan yang ku
dengarr, mereka seperti adik kakak. Kok, bisa akur begitu, yah? Namun, akhirnya
hanya aku hiraukan saja dan berjalan kembali mencari Paman Yon dan Kak Mita,
aku sudah tak berminat kabur, namun baru beberapa langkah aku berjalan, suara
anak perempuan itu terdengar lagi,
"Punya adik itu memang enak, terutama adik laki-laki.
Walau awalnya aku tak menyangka. Adik laki laki itu, nantinya yang akan menjadi
pelindung untuk ku,"
Memang, sebegitu enaknnya, yah punya adik itu?
*
Malam ini, aku tidak hanya makan bersama
Nenek dan Paman Yon saja. Malam ini, kami kedatangan Paman Rama (Adik Paman Yon
dan ibuku). Aku melihat sepertinya Paman Yon dan Paman Rama akrab sekali,
sepertinya punya adik memang enak. Dalam hati aku menepisnya, 'Mereka kan
sama-sama laki laki. Yah, pasti jarang bertengkarlah.
"Sheila kenapa
diam aja, Nak?" suara Paman Rama menenggakgetkanku.
"Ahh, enggak papa, Paman! Cuma, lagi mikir aja. Malam
ini siapa yang masak sih, kok Sup-nya ada brokolinya?" Yah, itu tak
sepenuhnya bohong. Karena, tumben saja jika Nenek yang masak, kok Sup-nya ada
brokolinya, kan Nenek tau aku enggak suka brokoli.
"Ahh, itu tadi titipan Tante Rini, istrinya Dang Lonson,
inget kan?" aku mengangguk. Ohh... Ternyata Tante Rini yang bikin. Wajar saja sih, Adek
Arif kan suka sayuran yang bentuknya kayak pohon itu.
"... yang banyak," suara Paman Rama membuyarkan
lamunanku. Ahh, ternyata Paman Rama itu sama cerewetnya dengan Ibu. Pasti saat
aku melamun tadi, dia berbiara tentang 'makan sayur bikin sehat dan pintar',
huh! Padahal ia tau aku benci sayuran.
*
Hari ini, harinya bersih bersih gudang. Yah, aku memang tak
terlalu suka dengan hari ini. Kenapa?
Karena, di gudang itu pasti banyak sekali debunya. Yah, memang sih
gudang di rumah Paman Yon tak terlalu tebal karena setiap bulan selalu di
bersihkan. Tapi, yang namanya gudang, ya tetap gudang. Namun, saat aku tengah
sibuk membersihkan tumpukan buku, yang sepertinya buku buku, Ibu, Paman Rama,
Paman Yon dan Dang Lonson, sebuah buku bersampul hitam menarik perhatianku.
'Sepertinya buku diari,' batinku.
Walau umurku baru empat tahun, tapi,
Paman Yon sudah mengajariku membaca dan alhamdulillah
saat ini aku sudah lancar membaca. Aku tertegun saat membaca isinya. Ternyata,
dulu ibu juga tak suka jika punya adik. Sama sepertiku. Tapi, kenapa sekarang
dia akrab sekali dengan Paman Yon, Paman Rama dan Dang Lonson? Tulisan tangan
ibu pada halaman terakhir membuatku membeku.
'Awalnya aku memang tak punya minat sama
sekali punya adik, karena menurutku mereka itu merepotkan. Namun, sekarang aku
tau, mereka dangat menggemaskan dan lucu, sangat baik dan sangat menyenangkan.
Ibu dan ayah juga tetap sayang padaku walau aku punya adik. Aku suka punya adik
sekaran!’
Jadi ibu dulu juga sama sepertiku akan
tetapi akhirnya dia bisa menerima adiknya? Bahkan ibu sudah punya tiga adik?
*
Saat ini Kak Mita dan Kak Selly sedang menemaniku bermain di
padang rumput di dekat rumah Paman. Namun, dengan sangat tak terduga, ayah dan
ibu datang ke sini. Sesuai dugaanku, mereka ingin aku pulang.
"Ayolah, sayang. Ibu dan ayah berjanji tak akan mengasingkanmu
saat kau di rumah nanti. Kami menyayangimu, ada atau tidak ada adikmu kau tetap
anak kami," bujuk ibuku.
Aku tak tau harus bilang apa. Sejujurnya hatiku sudah mulai
luluh. Namun, pikiran tentang aku yang tak akan disayang itu tetap menghantui
hidupku. Dan akhirnya setelah dibantu oleh Kak Mita dan Kak Selly juga yang
lain aku akhirnya mau pulang.
*
Sudah beberapa hari ini, aku dapat merasakan, jika semua yang
aku kira akan terjadi jika aku punya adik tidak terjadi. Oh, tuhan aku sangat
bersyukur karena ini. Ternyata apa yang ibu tuliskan dibukunya itu benar!
"Sayang, ayo kita makan. Ibu tadi sudah memasakanmu Cumi
kecap. Ibu yakin kau akan suka," Dan itulah, Ibu dan Ayah tetap
menyayangiku. Seharusnya dari awal saja aku menerima punya adik baru. Mereka
memang menggemaskan dan sangat menyenangkan.
*
"Riski..... jangan dimainin
tas, Teteh!!!!"
Huh, ternyata walau adik bayi itu menyenangkan dan
menggemaskan dan tak ketinggalan lucunya, namun tetap saja tak ada yang
sempurna! Adik laki-laki sudah pasti nakal. Buktinya saat ini, hari ini aku
akan masuk TK. Yah, memang sangat lebih cepat dari seharusnya sih cuma, eh!!!
Itu bukan topik kita! Huh, aku jadi lupa jika aku sedang berbicara tentang
kenakalan adikku pagi ini. Hari ini aku akan masuk TK, dan dengan sangat
menjengkelkannya adikku memainkan tas sekolahku. Yah, memang salahku juga sih meninggalkan
tasku di sampingnya. Tapi, sekali lagi ini bukan tentang kesalahanku. Memainkan
tas orang itu memang tetap saja tak baik! Ugh, aku sebal.
Yah, sekarang aku mengerti. Punya adik itu seperti menangkap
burung merpati, susah susah gampang. Yah, walau begitu, hal yang paling utama
di sini adalah, ibu dan ayah tidak mengabaikanku.
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Say No To Brother! - Isti Artika Haris - Lomba Menulis Cerpen"