-->

Raisah si ES Otak dan Pangeran Teknologi ES Hati - Rizal Ermiazis Kesuma - Lomba Menulis Cerpen

Raisah si ES Otak dan Pangeran Teknologi ES Hati
Rizal Ermiazis Kesuma

Dunia benar-benar rusak dengan adanya teknologi di zaman yang modern ini terutama dengan berkembangnya teknologi informasi yaitu Internet. Dunia yang saya miliki perlahan-lahan dihancurkan oleh Internet. Dunia maya adalah dunia yang menghancurkan kehidupan, itulah yang saya pikirkan sebelum orang-orang menjuluki saya ES Otak dan bertemu dengan laki-laki si ES Hati di desa.
Nama saya Raisah, seorang siswi SMP yang diandalkan terutama dibidang seni yaitu  menyanyi, menari, bermain musik, melukis, dan lainnya. Saya termasuk pengguna aktif sosial media seperti BBM, FB, Twitter. Kemampuan olahraga rata-rata, wajah cantik, tinggi rata-rata, warna kulit putih, dan berat badan ideal. Ketika saya mengirim status di sosmed minimal ada seribu akun yang memberikan like. Ribuan laki-laki di sosmed merayu, mengajak kenalan, dan juga mengungkapkan perasaannya pada saya, tapi tentu saja saya menolaknya. Sempat ada juga yang menyatakan cinta kepada saya secara langsung namun tetap saya tolak dengan alasan “Maaf, saya tidak cukup baik untuk kamu”.
Semua keluargaku adalah penikmat teknologi Informasi, Ayah Poker, Ibu Belanja Online, Kakakku Melina Sosmed, dan Adikku Rizki pemain game online. Duniaku mulai hancur karena adik mulai sering bolos sekolah, kakak sering jalan-jalan keluar dengan pacarnya, ibu boros belanja, ayah ketagihan Poker. Suatu ketika perusahaan ayah bangkrut, hutang dimana-mana dan karena tidak mampu untuk melunasi hutang rumah tinggal kami pun disita oleh bank. Ketika ada acara dan silaturahmi dengan keluarga, keluargaku malah sibuk dengan dunia maya. Semua keluarga kami tidak ada yang peduli dengan kami, karena sikap individualis yang disebabkan teknologi. Akhirnya kami tinggal di rumah kecil milik keluarga ibu yang sudah tidak ditinggali, di desa tempat ibu dilahirkan.
Ayah menghilang meninggalkan kami ketika pergi mencari kerja untuk kami bisa menopang hidup. Sedangkan Ibu mulai sakit-sakitan, kami berusaha mencari kebutuhan menopang hidup, saya dan kakak pergi kehutan mencari makanan dan adik menunggu ibu di rumah. Itulah yang terus kami lakukan untuk bisa menopang hidup kami. Beberapa bulan kemudian ibu meninggal, kesedihan terus berlanjut tidak berhenti disana. Setelah ibuku meninggal beberapa hari kemudian adikku sakit. Kakak yang menjaga adik, sedangkan saya yang pergi mencari makanan di hutan.
Sesekali saya mengunjungi keramaian desa, mereka biasanya melakukan acara kebudayaan mereka seperti tarian daerah, memainkan musik daerah. Saya pernah mengikuti kompetisi seni sehingga saya tau gerakan dan lantunan musik tersebut. Ketika itu saya mencoba mengingat gerakan dan lantunan musik dengan mencoba ikut menari, tiba-tiba salah satu warga melihat.
“Dek ngapain? Pingin ikut nari ya? Ikut aja dek, ayo, mari” Ucap salah satu warga desa mengajakku.
Saya hanya diam dan memberanikan diri untuk ikut berpartisipasi dengan penduduk disana, kemudian mencoba menari dengan lantunan musik yang dimainkan. Ketika selesai menari, semua warga memberikan tepuk tangan kepada saya dan mengatakan bahwa saya berbakat. Hal itu membuat saya senang, saya tidak tau apa alasannya tapi saya merasa bahagia.
Kebahagiaan itu tidak bertahan lama, adikku meninggal setelah menderita sakit yang dideritanya beberapa bulan yang lalu. Beberapa hari kemudian saya ditimpa oleh musibah lagi, kakak menderita sakit yang tidak saya ketahui dengan gejala yang sama. Saya menduga bahwa kemungkinan lingkungan disekitar rumah kami menjadi alasan penyakit tersebut sehingga saya pindah ke hutan bersama kakak dan mencoba membuat pondok di sana. Hal ini saya sadari karena seringnya ada kabar meninggal warga desa disekitar sini.
Sudah dua tahun berlalu, saya sudah cukup akrab dengan warga desa disana, saya sering menyanyi dan menari ketika ada acara desa. Kami sering diberikan makanan secara gratis dengan warga, saya benar-benar mulai merasa senang ternyata akrab dengan warga desa bisa menyenangkan seperti ini. Ternyata teknologilah yang menghancurkan kehidupanku. Pernah dulu saya ditawarkan untuk ikut ke kota melakukan pentas seni oleh beberapa pencari bakat dari kota, tapi saya menolaknya karena saya lebih merasa senang berada di desa ini yang jauh dari lingkungan yang penuh dengan teknologi.
Saya diberikan julukan ES Otak oleh warga desa, mereka menganggap otakku membeku, tidak berpikir realistis, dan tidak pernah berpikir ketika melakukan sesuatu. Setiap ada teknologi berada di desa, saya selalu mengatakan kepada warga desa kalau itu berbahaya, ketika ditanya apa alasannya, saya hanya beralasan “teknologi itu berbahaya”. Waktu itu pernah saya mencoba menolong anak-anak ketika mereka tenggelam di sungai ketika hujan lebat, namun justru ketika itu saya yang diselamatkan oleh warga dan ternyata anak itu bisa menyelamatkan diri mereka sendiri, saya tidak tau kalau berenang itu lebih sulit daripada kelihatannya. Pernah juga ketika anak-anak desa tersesat dan hilang di hutan, saya mencoba membantu warga untuk mencari mereka, tetapi justru saya yang tersesat dan ditemukan oleh anak-anak, padahal saya sudah lama tinggal dan berkelana dihutan. Semua warga sering tertawa dan senyum ketika melihat saya karena apa yang telah terjadi, walau begitu mereka tetap ramah seperti biasanya.
Beberapa bulan kemudian saya bertemu dengan seorang lelaki remaja dari kota, namanya Reka, orangnya dingin, percaya diri dan kata-katanya tajam dan yang paling tidak saya suka darinya adalah dia selalu menghabiskan waktunya di dunia maya. Pertamakali kami bertemu ketika saya mencoba mencari pemilik hp (handphone), dia membantu saya dengan melakukan hacking, saya tidak begitu mengerti tapi dia berhasil menemukan dan mengembalikan hp itu kepemiliknya. Sebagai ucapan terimakasih saya mengajaknya makan di warung makan kesukaanku. Ketika itu kami saling memperkenalkan diri dan saling berbincang-bincang.
“Namaku Reka, tapi kebanyakan orang-orang di sekolahku memanggilku ES Hati, aku jenius, tampan, dan tidak ada yang tidak bisa kulakukan” Ucap Reka terlihat tanpa ragu memperkenalkan diri
“Sepertinya memang cocok dijuluki ES Hati, tapi untuk tampan? Hahaha, kamu percaya diri banget, kamu yakin tidak ada yang tidak bisa kamu lakukan?” Tanyaku
“Manusia diberikan kelebihan, kemampuan untuk berpikir, jika mereka tidak bisa terbang karena tidak punya sayap, mereka bisa terbang dengan membuat sayap sendiri” Ucap Reka menjelaskan
“Hm... kalau begitu apa kamu bisa membuat perempuan jatuh cinta sama kamu?” Tanyaku
“Bukannya aku sombong, tapi sudah banyak perempuan yang kutolak sejauh ini, itu bukti kalau banyak perempuan jatuh cinta kepadaku” Jawab Reka dengan percaya diri
“Kalau begitu bagaimana dengan yang didepanmu? Tidak mungkin kamu bisa membuatnya jatuh cinta” Ucapku dengan percaya diri
“Siapa juga yang mau jatuh cinta sama kamu” Ucap Reka sambil wajahnya menoleh ke arah lain
“Kasar sekali, Begini-gini dulu juga banyak laki-laki yang kutolak” Ucapku sambil sedikit berdiri dari tempat duduk
“Heeh, mungkin mereka buta, mereka tidak melihat wajah dan tingkah lakumu dengan baik” Ucap Reka masih menolehkan wajahnya ke arah lain
“Kalau begitu coba kamu lihat wajahku, atau jangan-jangan kamu malu melihat wajah cantikku” Ucapku sedikit menggodanya
“Si...Siapa takut? Kamu juga harus melihat wajah tampanku!” Ucap Reka
Kami berdua saling menatap satu sama lain, saya melihat dengan jelas wajahnya, cahaya dari lampu di rumah makan membuat wajahnya tampak jelas. Ternyata wajahnya tampan juga, kami saling memandang lebih dari satu menit.
“Ehm, cie, cie, Raisah” Ucap salah satu pelayan di warung makan
Mendengar hal itu, kami berdua langsung behenti saling menatap dan memalingkan wajah kami kearah lain.
“Ba...bagaimana saya cantikkan?” Tanya saya sedikit malu-malu
“Je...jelas tidak setampan dirikukan?” Tanya Reka kembali
“Kenapa justru kamu nanya balik?” Tanyaku
“Kamu juga, kenapa malah kamu yang duluan nanya?” Tanya Reka lagi
 Setelah kami saling berdebat, kami berdua tersenyum dan saling tertawa. Kami berdua sadar betapa konyolnya perdebatan yang telah kami lakukan. Makan malam itu benar-benar menyenangkan.
Dia mengajariku banyak hal tentang luasnya teknologi dan kerennya dunia maya ketika dimanfaatkan untuk kebaikan seperti, mencari pemilik HP, membantu usaha di desa dengan online, dan membuat desain untuk denah desa untuk sistem pengairan dan listrik. Saya mulai mengaguminya, saya pun menulis semua tentangnya di buku harianku. Secara perlahan kebencian saya terhadap teknologi mulai mereda, dan saya mulai jatuh cinta dengan Pangeran Teknologi.  
Saya penasaran dengan asal usul Reka, sehingga saya mencari tahu tentangnya. Orangtuanya adalah peneliti dan terkenal prestasinya di bidang mikroorganisme, beberapa minggu yang lalu mereka diberikan perintah untuk meneliti adanya sebuah virus mematikan yang menyerang manusia di desa ini.
Beberapa minggu kemudian dia pergi kembali ke kota, tidak terasa waktu satu bulan kami habiskan bersama, benar-benar menyenangkan. Saya memberikan buku yang selalu saya tulis, isinya tentang dia, saya dan perasaan saya terhadapnya. Sebelum pergi dia berjanji akan kembali suatu hari nanti dan memberikan hadiah kepada saya.
Beberapa bulan kemudian ketika saya membuka kedua mataku, semua gelap, tubuhku tidak bisa bergerak, kepalaku pusing. Saya tidak mengerti apa yang sedang terjadi tapi tubuhku sedikit dingin dan lemas, seperti semua energi yang ada ditubuhku diserap dan tidak tersisa. Saya benar-benar takut, seolah-olah ada sosok mengerikan yang mau mengambil nyawaku.
“Reka saya minta maaf, sepertinya kita tidak bisa makan malam yang menyenangkan seperti dulu lagi”

Air mataku mulai mengalir, memang gelap tapi masih bisa saya rasakan kumpulan air mata yang ada di mataku. Seandainya dulu saya bertemu Reka sejak lama, mungkin kehidupanku tidak sehancur yang sekarang, semua keluargaku meninggal, sedangkan ayahku menghilang. Apabila takdir masih memberikan saya kesempatan untuk bertemu denganmu Reka, saya dengan senang hati tidak akan menyianyiakan kesempatan itu. Sampai jumpa Pangeran Teknologiku.
0 Comments for "Raisah si ES Otak dan Pangeran Teknologi ES Hati - Rizal Ermiazis Kesuma - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top