-->

Sepotong Episode Wisuda SMA - Dika Puji Hartati - Lomba Menulis Cerpen

Sepotong Episode Wisuda SMA
Dika Puji Hartati

“Aaah...” Rasanya akhir-akhir ini aku semakin sering mendesahkan keluhan, dan kali ini entah yang keberapa kalinya. Kenapa? Kenapa wisudanya dimulai jam satu siang? Akan ada banyak masalah, karena pulangnya akan sangat kesusahan.
Siang itu, setelah jumatan, bapakku mengantarkan aku dan mamakku menuju jalan raya. Untuk sampai di SMA tempat belajarku, kami harus naik angkutan dua kali. Undangan wisuda dimulai pukul satu. Dan karena aku berpikir pasti akan ngaret jadi aku pikir tidak apa-apa berangkatnya santai, padahal sudah pukul setengah satu siang.
Angkutan berhenti didepan salon. Aku lihat teman-teman dari SMA sahabatku. Wah, ternyata mereka memakai pakaian kebaya. Di sepanjang perjalanan terlihat beberapa anak SMA mengendarai motor, sepertinya juga akan mengikuti wisuda dengan pakaian atasan putih dan bawahan hitam.
Sesuai perkiraan, ternyata memang acaranya sedikit mundur dari jadwal. Sampai di SMA pukul satu lebih sepuluh menit, sudah ramai memang, tetapi acara belum dimulai. Tidak lama setelah aku sampai, acara dimulai. Tetapi, aku tidak merasakan ada yang istimewa, bahkan sejak pagi aku bangun tidur, semuanya terasa biasa saja, mungkin dampak dari kelulusan sudah ditentukan sekolah bukan dari hasil UN, jadi sudah pasti lulus, mungkin begitu.
"Percayalah, hal yang paling menyakitkan di dunia bukan saat kita lagi sedih banget tapi nggak ada satu pun teman untuk berbagi. Hal yang paling menyakitkan adalah saat kita lagi happy banget tapi justru nggak ada satu pun teman untuk membagi kebahagian tersebut." Yah, aku merasakan hal itu. Meskipun hanyalah peringkat tiga, tapi itu sangat membahagiakan, aku bisa naik ke panggung.
Aku ingin menangis. Bukan menangis bahagia, karena sejak pagi hingga sekarang masih dalam suasana biasa, namun menangis karena mungkin aku tidak bisa membagi kebahagian itu. Bukannya aku tak memiliki satu sahabtpun di SMA, tapi mereka duduk jauh dariku, dan di sebelahku semuanya adalah cowok. “Selamat ya.” Aku tidak mengerti bagaimana harus merespon ucapan itu, sehingga yang muncul hanyalah senyum canggungku.
Sebelum hari wisuda, seorang guru pernah menasehatiku. Di dunia perkuliahan nanti, ikutlah organisasi. Manusia diciptakan untuk berhubungan dengan Tuhan, manusia itu sendiri, dan alam. Allah yang akan memberi rejeki, dengan perantara melalui manusia. Kita manusia, harus bisa berhubungan dengan sesama karena disanalah kita bisa menjemput rejeki kita yang dititipkan Tuhan. Beliau kemudian menjelaskan alasan beliau tidak pernah memberikan kisi-kisi saat ujian. Beliau ingin anak didiknya mempelajari banyak materi sehingga lebih banyak yang mereka tahu. Tujuan beliau bukan semata-mata nilai anak didiknya tinggi, karena itu hanyalah tujuan jangka pendek saja, namun beliau ingin anak didiknya untuk berusaha sebanyak-banyaknya. Juga nasehat tentang korupsi. Ibaratnya harta itu adalah air, harta yang dikorupsi itu seperti banjir, banyak dan merusak banyak hal. Lebih baik sedikit, namun terus menerus.
Setelah wisuda selesai ada kesempatan untuk berfoto-foto. Terpaksa kurelakan momen berharga foto bersama teman-temanku karena waktu sudah menunjukkan pukul lima. Mungkin bagi beberapa orang itu tak masalah. Tetapi bagiku yang selalu bergantung waktu, waktu ini sangatlah gawat. Kehabisan bus, pulang kemalaman, arghh... Semua itu membayangiku dan segera pulang tanpa sepotong fotopun. Eh tapi sepertinya ada sedikit foto tadi, hehe.
Beruntungnya, angkot lancar, dan dilanjutkan dengan bus yang tidak lama kemudian datang. Bus yang penuh sesak hingga miring ke kiri karena para penumpang yang sampai bergelantungan di pintu. Kebanyakan dari penumpang adalah orangtua yang baru saja dari wisuda anaknya. Sempat terdengar sebuah percakapan ibu-ibu, anaknya masih belum mau pulang, masih ingin merayakan kelulusan dengan teman-temannya, dan akhirnya si ibu pulang menggunakan bus. Aku merasa kasihan, meskipun hanya sekedar kasihan. Padahal si anak membawa motor.

Teringat pesan guruku, aku memang termasuk siswa yang pasif. Kupikir organisasi adalah sesuatu yang belum terjamah olehku, sesuatu hal yang baru bagiku, atau lebih tepatnya menjadi tantangan tersendiri agar aku bisa berubah. Satu langkah telah terlewati, kini saatnya menyiapkan diri untuk langkah selanjutnya. Aku selalu saja khawatir dengan hari-hari kuliahku. Apakah aku akan memiliki teman? Apakah aku sanggup berorganisasi? Rasanya dunia perkuliahan adalah sesuatu yang gelap. Terlalu banyak hal yang aku khawatirkan. Tapi aku tahu, ini hanyalah kekhawatiranku saja. Satu persatu, hari demi hari mendekati masa perkuliahan, secercah demi secercah cahaya mulai membuatku mampu melihat, betapa dunia perkuliahan akan menjadi sesuatu yang berbeda. Aku begitu penasaran, bagaimana nanti aku melewatinya.
0 Comments for "Sepotong Episode Wisuda SMA - Dika Puji Hartati - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top