Changing of
Their World
Oleh : Fiqi Fatmawati
Ini
adalah cerita tentang kisah orang yang paling dekat denganku saat ini, wanita
berumur 21 tahun. Ia adalah orang yang ceria, disukai banyak orang, banyak
prestasi dan bahkan banyak yang menaksir. Dari luar ia seperti wanita sempurna,
menarik, percaya diri, dan disukai banyak orang. Banyak orang yang menyukainya
dan banyak orang yang ingin dekat dengannya. Maklum saja karena dia memang
orang yang ramah, baik hati dan pintar. Banyak prestasi yang telah ia raih
sejak ia duduk di sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi.
Aku
mengenalnya sejak aku masih SMA. Saat itu kami tinggal di kosan yang sama,
tidak heran jika kami dekat satu sama lain. Banyak hal yang orang lain tidak tahu
tentang dirinya, dibalik segala kebagusan yang ada pada dirinya. Bahkan tidak
banyak yang tahu bahwa dia juga pernah mengalami kesakitan yang luar biasa. Hal
yang menyakitkan ini tidak dapat dipungkiri sangat mempengaruhi kehidupannya.
Sebut
saja namanya Shaci, seperti yang telah diceritakan sebelumnya dia orang yang
ceria dan sekaligus misterius menurutku, karena tanpa orang lain sadari
sebenarnya dia tidak pernah membicarakan hal pribadinya dengan siapapun.
Terlebih lagi dengan teman dekatnya sendiri. Aku juga merasa bahwa ia memiliki
banyak rahasia yang hanya bisa dia pendam sendiri dan tidak dapat mengatakannya
pada siapapun.
Waktu
itu, seperti biasa kami selalu menghabiskan waktu bersama. Ibarat kata kami
selalu bersama 24 jam, karena kami selalu tidur bersama, makan, berangkat
sekolah, mengerjakan tugas, bahkan mencuci baju bersama. Begitulah kedekatan
kami hingga kami hamper 24 jam bersama setiap hari. Malam itu tidak sengaja aku
menceritakan bagaimana kehidupan di rumahku, tentang orang tua, kakak, dan
keluarga besarku. Aku bercerita dan berkeluh kesah. Hingga akhirnya ia juga
menceritakan kondisi orang tuanya yang selalu ia sembunyikan dari semua orang
dan aku adalah orang pertama yang tahu tentang ini.
Shaci
adalah anak kedua dari tiga bersaudara, ia anak perempuan yang paling pintar
dan penurut jika dibandingkan dengan dua saudaranya yang lain. Dia tumbuh
menjadi gadis yang sangat ambisius, perfeksionis, dan selalu mencoba hal yang
baru. Sejak dia kecil hingga awal SMP, ia terbiasa hidup mewah. Maklum saja
karena kedua orang tuanya memang dari kalangan orang mampu. Waktu itu ayahnya
adalah seorang pengusaha sebagai pemilik pabrik ikan dan pakan ikan. Bahkan pabrik
tersebut telah berkespansi di luar kota, yakni di Kota Denpasar. Selain itu,
keluarganya juga memiliki tanah di beberapa kota di Jawa Timur.
Sejak
kecil ia terbiasa dengan kehidupan keluarga yang harmonis, setiap minggu selalu
ada waktu bersama untuk sekedar rekreasi atau makan malam bersama, meskipun
ayahnya jarang pulang ke rumah. Namun segalanya berubah ketika ia duduk di
kelas 1 SMP. Waktu itu ayahnya lebih jarang pulang dari biasanya, banyak hal
yang tiba-tiba berubah di rumah. Bahkan ada orang yang tiba-tiba datang ke
rumah dan bilang bahwa pabrik ayahnya telah dimiliki oleh pihak lain. Tentu saja
anggota keluarga sangat terpukul dengan kondisi ini.
Namun
titik dimana kehidupannya berubah adalah saat kedua orang tuanya memutuskan
untuk bercerai. Perceraian ini sangat tidak disangka oleh seluruh keluarga,
apalagi keluarga besar ibunya yang masih termasuk dalam keluarga darah biru
bangsawan keraton di Jawa Timur kala itu. Perceraian ini sangat menggemparkan
banyak pihak, karena ini baru pertama kalinya terjadi perceraian dalam
kehidupan keluarga besar ibunya.
Terlebih
lagi, anggota keluarga inti termasuk temanku dan kedua saudaranya. Waktu itu
suasana di rumah tiba-tiba berubah, ibunya tiba-tiba bilang bahwa mereka akan
bercerai. Sontak hal ini membuat ketiga anaknya kaget karena mereka tidak
pernah mendengar kedua orang tua mereka bertengkar meskipun kondisi keuangan
mereka telah menurun drastis. Kala itu hanya rumah mereka yang tersisa.
Dari
ketiga bersaudara, yang paling sedih adalah kakak pertama laki-lakinya. Dia
bingung dan syok dengan kondisi keluarganya yang tiba-tiba berubah. Banyak hal
yang telah mereka lewati dan jalani bersama dan tiba-tiba mereka memutuskan
untuk bercerai adalah sebuah keputusan yang tidak dapat diterima. Terlebih
lagi, mereka tidak menyebutkan alasan yang jelas mengapa mereka bercerai.
Karena tidak terima dengan perceraian tersebut, akhirnya kakak laki-laki Shaci
yang biasa dipanggil mas Hayu memutuskan untuk keluar dari rumah dan menyambangi
rumah kakek neneknya untuk mencari tahu kebenaran perceraian tersebut dan
bertanya apa alasannya.
Mas
Hayu sangat sedih mendengar kabar ini, bahkan ia berinisiatif mempertemukan
kedua orang tuanya yang sudah lama tidak bertemu di rumah, berharap agar orang
tuanya tidak bercerai. Akhirnya mereka bertiga berkumpul bersama dan kedua adiknya
hanya mampu mendengar percakapan di balik bilik kamar dan ruang tengah. “
kenapa ma? Pa? kenapa tiba-tiba sekali “, dan mereka berdua hanya diam. “ ada
apa sebenarnya?”, ia berkata sambal menangis tersedu. Saat itu mas Hayu yang
baru menginjak usia 15 tahun benar-benar syok dan melakukan banyak hal demi
kedua orang tua mereka akur kembali. Lalu orang tua mereka menjawab bahwa ini
adalah keputusan bersama dan telah dipikirkan dengan matang. Meskipun mereka
bercerai, tetap saja mereka akan tetap saling menyayangi. Bagaimanapun
kondisinya.
Setelah
kejadian itu, mas Hayu benar-benar syok karena tidak memiliki jawaban atas
segala pertanyaannya. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari rumah selama
berminggu-minggu. Orang yang sedih atas kejadian ini tidak hanya mas Hayu, tapi
Shaci dan adeknya juga. Saat itu ia hanya bisa menangis dan mencoba menerima
kenyataan, tapi adeknya lebih terlihat tegar daripada dirinya. Meskipun dibalik
ketegarannya ia menyimpan sedih dan sakit yang tidak ia bagi pada siapapun.
Hari-hari
setelah perceraian, banyak hal yang telah berubah. Mulai dari tidak ada lagi
ayah di rumah, mereka hanya tinggal berempat, kondisi finansial yang sangat
berubah drastis, barang elektronik yang mulai disita bank, mereka bertiga
tiba-tiba meminta keringanan untuk biaya sekolah, dan membiasakan diri untuk menyandarkan
segala sesuatu pada mama. Saat itu mama mereka juga bekerja, tapi bisa
dibayangkan berapa gaji pekerja pabrik dan segala kebutuhan yang harus dipenuhi
dengan tiga orang anak yang harus disekolahkan.
Semenjak
hari perceraian itu mas Hayu berubah menjadi anak laki-laki yang berbeda. Bisa
dibilang ia selalu melakukan ulah di sekolah, gonta-ganti pacar, sering bolos
sekolah, hingga hampir dikeluarkan dari sekolah karena banyak melakukan hal
yang melanggar peraturan. Ia juga berubah menjadi anak yang tidak penurut. Ia sempat
lolos ujian tulis di Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Timur. Namun karena ia
masih tergolong anak yang labil ditambah trauma perceraian keluarga yang belum
juga usai, ia memutuskan untuk berhenti kuliah dan bekerja di Kota perantauan.
Entahlah mungkin dia hanya mencoba untuk mencari pelarian atas kesedihannya
terhadap perceraian orang tua.
Demikian
pula dengan Shaci, semenjak kejadian itu ia sempat tidak percaya pada cinta
sejati dan semua laki-laki yang ingin mendekatinya saat itu. Ia berpikir bahwa
di dunia ini tidak ada orang yang akan benar-benar menyukai orang lain, karena
yang menikah saja bisa bercerai apalagi hubungan yang tidak ada ikatan atau
sesuatu yang disebut dengan pacaran dan sebagainya. Selain itu ia semakin
tertutup dengan orang lain dan tidak terbiasa untuk mengekspresikan apa yang
ada di dalam pikirannya. Bahkan teman-teman dekatnya tidak mengetahui apa yang
terjadi pada keluarganya, ia jadi jarang masuk sekolah karena alasan sakit.
Padahal ia memang malas untuk sekolah dan tidak pernah belajar. Dia bingung
karena kehidupan keluarganya benar-benar berubah.
Namun
suatu hari ia membicarakan hal ini dengan mamanya, mamanya juga mengatakan
bahwa tidak ada orang tua yang mau keluarganya pecah dan gagal dalam membina
rumah tangga. Tapi ini adalah takdir yang harus dijalani oleh mama. Mamanya juga
bersedih dan menyesali tapi memang ini adalah satu-satunya jalan keluar yang
terbaik untuk kita semua. Mama hanya tidak mau memaksakan keadaan yang tidak
membahagiakan banyak orang. “ mamaku selalu menyemangatiku, apapun kondisinya,
entah beliau masih dengan Papa atau bukan. Hidup memang seperti itu, kadang
senang dan susah itu hal yang wajar. Beliau juga bilang bahwa aku telah
mengalami masa yang sangat sulit seperti ini. Jadi, nanti suatu hari aku tidak
akan mudah sedih dan marah pada hal-hal kecil. Hidup masih harus tetap
berjalan, bukan hanya aku yang sedih tapi mamaku juga. Mangkanya aku mau
menemani dan membahagiakan mama “, tuturnya malam itu.
Shaci
sadar bahwa semua orang sedih atas kejadian ini, waktu dan hidup akan terus
berjalan. Tidak ada yang menginginkan ini tapi ini adalah takdr yang harus
dijalani oleh keluarganya. Sejak saat itu Shaci merasa bahwa ada orang yang
lebih berkorban dalam perceraian ini. Yang sedih bahkan bukan cuman
anak-anaknya, tapi kedua orang tuanya pula. Terlebih lagi sekarang mama sudah
sendirian untuk mengurus dan merawat kami bertiga. “Seharusnya aku harus bisa
untuk membantu beban mama”. Begitu pikirnya kala itu. Semenjak itu ia mulai
belajar dengan serius, banyak hal yang ia lakukan untuk mengalihkan pikiran
dari kesedihan. Mulai dari yang awalnya tidak pernah ke dapur, ia belajar untuk
memasak, menjahit, bermain music, menyanyi, dan berkebun. Tidak hanya itu,
bahkan ia selalu berusaha membahagiakan mamanya dengan cara belajar dengan
rajin. Tidak heran waktu itu buku paket yang baru saja dibeli dari sekolah
langsung habis dalam waktu seminggu. Sejak saat itu ia aktif mengikuti lomba
dan diikutkan lomba oleh pihak sekolah. Tak heran jika ia pernah meraih juara 1
lomba nasional Matematika. Setelah itu dia mendapatkan banyak kejuaraan lain dibidang
Matematika dan English hingga tingkat Perguruan Tinggi saat ini. Semenjak
kejadian itu ia sering menjuarai berbagai lomba dari tingkat kaupaten hingga
nasional. Mulai ia duduk di sekolah menengan pertama hingga SMA. Bahkan ia
mampu kuliah di ITB dengan beasiswa full. Beberapa kali ia juga ditunjuk
sebagai perwakilan jurusannya ke Sinagpore untuk belajar dan pertukaran pelajar
lainnya.
Meskipun
cara pelarian yang dilakukannya berbeda dengan mas Hayu, kini mas Hayu tumbuh
menjadi laki-laki dewasa. Bahkan sekarang ia sudah menikah dan dikaruniai
seorang anak, ia telah menemukan tambatan hatinya dan berniat untuk menikahinya
di usia muda. Sejak pernikahan tersebut mas Hayu belajar untuk dewasa dan
menjadi laki-laki yang bertanggung jawab. Bukan lagi sebagai laki-laki pembangkang
yang banyak melanggar peraturan di sekolah.
Sebagai
adik yang paling kecil, adek Shaci juga tumbuh menjadi perempuan yang mandiri.
Sekarang ia berkuliah di salah satu Universitas besar di Jawa Timur dan
sesekali mengikuti lomba melukis untuk mengasah kemampuannya.
Dari
cerita diatas, aku mencoba untuk banyak belajar dari kehidupan mereka. Rasa
sakit yang kita alami di masa lalu adalah alasan apa yang kita dapat hari ini.
Perceraian orang tua mungkin adalah salah satu alasan yang mungkin sangat menyakitkan
bagi mereka. Tapi waktu terus berlalu dan kehidupan terus berjalan, banyak
pelajaran yang seharusnya kita dapat. Ketika manusia harus memilih mungkin saja
yang terburuk itulah yang terbaik bagi semua pihak, tidak ada maksud untuk
memihak siapapun dan mungkin itu adalah alasan dan sebagai pembentuk bagaimana
kita sekarang. Serta jika saat ini kita dihadapkan pada sebuah masalah yang
menyakitkan, itu adalah tanda bahwa kita akan mampu melewatinya dan tumbuh
menjadi lebih kuat.
Perceraian
juga bukan hal yang sepele. Bahkan orang bilang, korban dari sebuah perceraian
adalah anak. Memang benar, tapi tidak semua harus berdampak buruk bagi
kehidupannya. Semua orang punya alasan untuk hidup dengan baik, tidak
terkecuali anak korban perceraian. Tidak ada alasan bagaimana kondisi keluarga,
itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menghalangi impian orang. Entah orang tua
mereka miskin, tidak mendukung , atau bercerai, karena semua orang berhak untuk
bahagia dan sukses. Siapapun itu.
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Changing of Their World - Fiqi Fatmawati - Lomba Menulis Cerpen"