KEPERGIAN RINDU
FITRIA KANZA
Seketika awan yang
putih cerah itu berubah
menjadi abu abu,
dan warna abu
abu itu perlahan barubah menjadi warna hitam yang
gelap. Dan saat yang bersamaan, burung yang
sedang memperhatikan dunia pun
ikut menghilang dari pandanganku. Hanya ada suasana yang mengerikan yang pernah aku lihat
di depanku sekarang. Semuanya berubah begitu saja. Tak tau
dari mana asalnya.
Disaat kebahagiaan datang mendekatiku,
dan disaat itu juga
aku merasakan kebahagiaan itu perlahan
beranjak pergi jauh dariku.
“Icaaaaaa……
Bruuuuuk ..tiba tiba aku
merasakan badanku terhempas, kepalaku pusing, mataku sembab.
What
happen with me?
“Ica, bangun, udah jam 7, kamu gak ke kampus?” Kata Rindu
seraya membuka pintu kamarku.
“ Iya. Gue udah
bangun kok, lagian hari
ini gue masuk
jam 8 kok.”
Kataku cuek. Dengan cara begitu aja,
Rindu langsung pergi dari kamarku.
“ Mulai deh, sepertinya hari ini
gue bakalan perang hati
lagi sama dia.
Gue bosen kek
gini terus” Kataku
dalam hati.
Rindu yang ku
kenal dulu sangat
berbeda dengan yang sekarang. Rindu yang sekarang bukanlah sahabat yang humoris
dan selalu hangat dengan suasana. Dia bukan
lagi orang yang selalu
berada disampingku dan selalu
mendengar cerita sedihku.
Dia bukan hanya
sekedar sahabat bagiku. Tapi sekarang
dia hanya teman
biasa bagiku. Aku tau
sejak kapan dia mulai berubah. Aku tau
sejak saat itu
dia tak punya
waktu lagi untuk mendengarkan
curhatanku.
“ Ca, ntar siang lo
pergi sendiri aja ya,
gue udah ada
janji ni sama..
“Cowok lo, ya udah. Hati hati,” Kataku memotong pembicaraan Rindu.
“ Bukan Ca, gue
udah janji sama
Ipit kalo siang
ini gue mau
pergi kampus bareng dia. Gak apa apa
kan?” Kata Rindu.
“ it’s ok.” Jawabku singkat.
Seketika itu juga
dia langsung pergi. Aku
gak pernah mengerti
dengan sikapnya sekarang. Mengapa dia berubah
drastis padaku. Dia gak
pernah mengerti apa yang
aku alami selama ini. Dia gak
pernah tau apa
yang terjadi padaku sebenarnya.
Dia hanya memikirkan
dirinya sendiri. Dia gak pernah
merasakan apa yang di
alami sahabatnya.
“Aduh Ca,
kok lo baru
pulang sih. Gue
dari tadi nungguin loe pulang.
Gue takut dirumah sendiri. Bosen juga. Ahhhh ..lo ngapain aja sih
dikampus?” Tanya Rindu
dengan cerewetnya ketika aku
baru pulang ngampus.
“ Kenapa sih, jangan
jangan loe kangen
sama gue ya..”
Jawabku berusaha memperbaiki suasana. Rindu hanya
tersenyum. Seakan dia
hanya meng-iyakan kata kataku.
“ Rindu, Gue mau
curhat,” Kataku
“Oke..
ntar siap itu gue
yang mau curhat
sama lo, sebenarnya
gue udah lama
mau curhat. Tapi, ya mau gimana lagi.
Loe udah jarang
punya waktu senggang
buat dengerin curhat gue.” Kata Rindu
manja.
“Jadi gini, sebenarnya…..
“ Tunggu bentar, hp gue bunyi, ntar ya,
cowok gue..” Kata
Rindu. Aku hanya
mengangguk dan menunggunya selesai berbicara.
“ Ca, Andi ngajakin
gue kencan malam
ini..” Kata Rindu.
“Oke..
tapi kan gue tadi
mau..
“Aduhh.. gue pake baju
apa ya, bingung
nih. Lo bantuin
gue cariin baju ya..” Minta nya mulai panik. Karena
dia selalu ingin
tampil oke dan
menarik di depan pacarnya.
“ Baju lo cantik
semua kok Rindu,
lagian baju nya
pas semua sama
lo. Percaya deh sama
gue,” Kataku. Yap. Malam
ini aku bakalan
tinggal sendiri lagi di
rumah.
“ Ica, gue pergi
bentar ya?” gak
lama kok, ok,” Ujar Rindu.
“Oke,
bentar ya, jam 9 lo harus
udah ada dirumah.”
Jawabku singkat.
“Oke,”
katanya sambil berlalu. Dengan cara
dia ngomong seperti itu aja,
aku udah tau dia
bakalan gak menepati
janjinya.
Terkadang aku merasa
rindu dengan hal
hal yang hangat
dulu. Aku ingat
dengan janji dan kata kata yang pernah
kami katakan waktu itu. Bahwa
kami akan selalu ada ketika salah satu diantara kami membutuhkan
bahunya untuk bersandar.
Selalu ada tangan
yang akan selalu
merangkul ketika membutuhkannya. Selalu ada jari
yang akan selalu
mengusap disaat airmata mengalir. Selalu ada
senyum dan tawa
untuk menghiasi hari hari kami.
Seketika airmataku kembali mengalir dipipiku. Mengapa perasaanku tidak mampu
untuk melawan semua ini.
Aku merasa airmata ini hanya
terbuang sia sia.
Untuk apa kita mengeluarkan airmata untuk seseorang
yang sudah gak
peduli lagi sama aku.
Untuk menghilangkan suntuk dan
kesedihan ku, aku
menulis apa yang
sedang aku alami
sekarang. Ya memang, hobiku adalah
menulis. Menulis apa aja.
Ku tumpahkan semua masalah
yang sekarang ada di pikiranku.
“ Ica, lo semalam
udah tidur ya?
Lambat banget buka pintunya.
Padahal aku udah
nunggu lama benget lo diluar,” Kata Rindu
pada pagi harinya.
“ Iya, lo sih,
udah gue suruh
pulang cepat, jam 11 loe baru
pulang. Gue capek ..
makanya gue langsung tidur aja.” Jawabku
singkat.
“Maaf deh Ca,
gue janji gue bakalan
ingkar janji lagi. Oke?” Kata
Rindu.
Aku hanya mengangguk
pelan. Antara percaya
dan tidak. Karena
ini bukan kali pertamanya Rindu janji
sama gue.
Setelah semuanya terjadi, Hari hariku kembali
seperti biasanya. Kembali sama sama
peduli. Kembali sama sama
mengerti satu sama
lain.
Ternyata dugaanku benar. Ini bukanlah
hal yang terkahir
kalinya. Dalam seminggu
hal yang sama
akan selalu terjadi. Terkadang aku berfikir
aku bukanlah wanita yang
kuat untuk menghadapi masalah yang sangat
rumit seperti ini. Aku
bukanlah wanita yang
baru umur belasan
yang selalu mendapatkan masalah yang tak
pernah dialami oleh orang
lain. Aku bukanlah
wanita yang selalu
ingin mendapatkan cobaan yang
kuat.
“ Terkadang aku selalu berfikir
seperti apa yang selalu
aku lihat sendiri.
Sahabat itu indah,
sahabat itu seperti cinta, sahabat
itu sharing, sahabat itu lebih indah
dari segalanya. Terkadang aku berfikir
aku salah dalam
menilai semua itu.”
itulah tulisanku
di secarik kertas putih
saat ini. “ Aku
tak tau harus
berbuat apalagi, sejauh apalagi kesabaranku akan diuji
dengan keadaan ini.” Kataku
dalam hati. Tanpa sadar airmata mulai membasahi pipiku.
Malam ini aku
sendiri. Hanya ditemani
derasnya hujan dan
airnya yang mengalir deras di
kaca jendela kamarku. Suasana malam ini
sama dengan keadaan
hatiku saat ini.
Sampai kapan aku harus bertahan dengan keadaan ini. Seketika
kakiku ingin melangkah
merasakan bagaimana keadaan di alam
bebas pada saat
malam yang penuh dengan
butiran air yang jatuh
ke bumi. Aku ingin berjalan
kemana tujuan hatiku
saat ini. Berjalan menjauh dari segala
masalah yang selalu aku hadapi.
Menjauh dari kehidupan
serba dramatis bersamanya. Aku ingin
hidup bebas dan selalu
bahagia sampai kapanpun.
Ya, sekarang aku merasa
bebas. Seakan sekarang
hidupku jauh dari
masalah. Aku terus
berjalan dibawah derasnya hujan saat
ini. Tak peduli
dengan dingin yang menusuk
tulangku dan air
yang membasahi tubuhku. Tiba tiba
aku merasa datang
sebuah cahaya terang dari
arah depanku. Cahaya itu semakin dekat dan
sangat dekat. Aku tidak
bisa melihat apa apa.
Aku hanya bisa
mendengar suara rem
yang sangat kuat
saat ini. Dan
setelah itu aku
tidak ingat apa apa
lagi.
Bau obat obat
pasien seakan membangunkanku
dari tidurku hari ini.
Tiba tiba aku merasa
aku ada di surga. Sebuah ruangan yang putih
dan tempat tidur serta selimut yang bersih
ada di dekatku
saat ini. Tidak.
Aku tidak di
surga. Ini adalah
rumah sakit. Aku bisa merasakan aroma obat obatan dan suasana
disini.
Tiba tiba Andi,
pacarnya Rindu datang
dan masuk menghampiriku.
“ Hai, apa kabar?
Udah siuman ternyata
kamu, syukurlah.” Kata Andi
mengawali pembicaraannya.
Aku hanya tersenyum
membalas basa basinya
pagi ini. Kenapa dia
disini. Kenapa Rindu
nggak datang sama
dia.
“Ada apa?” Tanyaku
tiba tiba padanya.
“Ada apa? Apa
maksud kamu?” Andi
bingung dengan pertanyaan yang baru
saja ku ucapkan
padanya.
“ Sebenarnya apa yang
terjadi? Kenapa aku
ada di sini? Aku
nggak sakit apa apa.
Dan sekarang kamu disini jengukin
aku. Aku bukan
siapa siapa kamu.
Aku nggak ada hubungan sama sekali sama kamu.
Kamu itu hanya pacarnya Rindu. Dan sekarang kamu ada
disini bahkan tanpa ada Rindu.” Ujarku. Andi hanya terdiam
menatapku.
“ Ada banyak hal
yang terjadi dan kamu
tidak mengetahuinya.” Kata Andi.
“ Apa? Apa yang aku tidak tau? Kejadian
apa aja yang aku
nggak tau selama
ini?” kataku dengan nada
tinggi. Karena perkatakan Andi selalu saja
membuatku bingung.
“ Kamu udah dua
bulan terbaring disini. Dan selama
itupun kamu nggak sadarkan diri. Aku hari
ini senang karena
kamu udah siuman,
seakan kamu hanya
bangun dari tidurmu.” Kata Andi.
“ Sebenarnya apa yang
terjadi padaku sampai aku berada
disini saat ini Andi?”
Kataku.
“ Dua bulan lalu
kamu mengalami kecelakaan ketika kamu lagi
jalan sendirian diluar. Nggak sengaja
ketika itu aku
jumpa sama teman
aku yang udah nolongin kamu dan
dia langsung hubungi aku karena dia tau
kamu itu teman Rindu.”
Jelas Andi.
Aku hanya bisa diam mendengar penjelasan Andi yang
baru dikatakannya. Sedikit aku ingat
waktu terakhir kali cahaya itu
datang. Ternyata itu adalah
awal dari kejadian
itu dan sekarang
aku berakhir disini. Percaya atau tidak,
sekarang aku sudah
berada disini.
“ Selama aku terbaring disini, kamu yang selalu
datang jengukin aku?” Tanyaku
pada Andi.
“ Iya, aku. Kenapa?”
Tanyanya balik padaku.
“ Cuma kamu? Lalu
kenapa Rindu nggak datang
bareng kamu? Bukannya
dia pacar kamu yang sayang dan cinta banget sama kamu? Kalian
ada masalah?” Tanyaku pada Andi.
“ Rindu lagi nggak bisa datang Ca, lagi
ada urusan. Mungkin lain kali kalo dia
ada waktu.” Jawab Andi.
Aku hanya terdiam
dan menatap ruangan yang putih bersih tak ada
hiasan apa apa.
Tiga minggu berturut turut Andi
yang selalu jengukin
aku bolak balik rumah
sakit. Tanpa ditemani Rindu. Nggak
mungkin sampai sekarang Rindu selalu sibuk
dengan urusannya. Aku berfikir
pasti ada sesuatu
diantara mereka yang aku tidak
ketahui.
“ Andi, sekarang lo harus
ceritakan semuanya sama gue.
Kenapa sampai sekarang
Rindu nggak datang jengukin
gue disini. Cuma lo
aja yang datang. Lo tau sendiri kan gue
nggak ada hubungan apa apa
sama sekali.” Tanyaku kepada Andi
ketika dia datang
lagi jengukin aku.
Andi hanya menatap
mataku dalam dalam
dan hanya terdiam
tanpa berkata apa apa.
“ Mungkin sekarang udah saatnya
lo tau semuanya
tentang Rindu, gue,
elo, dan semua
yang telah terjadi selama lo
terbaring disini.” Seketika Andi mengeluarkan sebuah diary kecil
berwarna pink dan
memberikannya padaku.
“ Ini bukannya diary Rindu?
Iya kan?” Tanyaku
pada Andi. Andi hanya mengangguk pelan.
Kubuka helai demi
helai lembaran Diary Rindu.
“ Ica itu sahabatku, tapi hubungan kami tidak
lagi sehangat ketika awal kami
bertemu. Aku sangat
menyayanginya . Tidak ada orang lain yang
bisa mendengarkan ceritaku kecuali Ica. Hanya dia yang selalu mengerti
keadaanku. Tapi aku merasa terkadang dia selalu bertingkah aneh dan tidak
seharusnya dilakukan oleh seorang sahabat. Dia selalu menghindar dariku. Aku tau
dia tak menyukai
Andi dari pertama kali mereka aku pertemukan.
Aku paham dan
hargai itu. aku akhiri hubunganku dengannya demi sahabatku.
Sekarang aku benar
benar sudah kehilangan sahabatku. Mungkin aku sudah
terlambat untuk melakukannya.
Andi pergi dan sekarang
sahabatku terbaring di rumah sakit. Setiap hari
aku melihatnya aku selalu merasa Ica sudah
banyak menderita karenaku. Dia berkorban banyak untukku. Hanya dia yang
bisa membantuku saat aku sedang
terjatuh. Aku tak
pernah ingin kehilangannya.
Kubaca lembaran berikutnya…
“Ica harus kehilangan matanya karena kecelakaan
itu. aku tak
ingin lagi dia menderita di depanku. Aku ingin dia bahagia. Walaupun tanpaku. Karena tanpa aku dia
akan lebih bahagia.
Aku akan berikan
apapun yang dia
butuhkan dariku.”
Tiba tiba Andi
memberikan sebuah kertas
putih padaku. Ketika aku
baca ternyata itu adalah
surat dari dokter bahwa dia ingin mendonorkan matanya untukku. Seketika airmataku langsung membanjiri pipiku. Begitu besar
pengorbanan Rindu untukku.
Aku lemas mengetahui
semua itu.
“ Andi, sekarang dimana Rindu?
Aku ingin bertemu dengannya.” Kataku memohon.
“ Rindu udah pergi
Ca.” Jawabnya.
“ Apa maksudmu?” Tanyaku lagi. Aku benar
benar tidak mengerti dengan jawabannya.
“ Sebenarnya setelah Rindu mendonorkan
matanya untukmu, dia sakit parah.
Seminggu setelah itu dia
meninggal.” Ujar Andi tertunduk lemas untuk meceritakan
hal yang sangat pahit
itu padaku.
Aku hanya bisa menangis dan menyesali
semuanya. Ternyata dibalik semua itu, Rindu
sangat menyayangiku. Hanya aku yang
tak pernah mengetahuinya.
Semua ini tak
akan pernah terjadi jika aku
tak pergi dari
rumah ketika hujan itu
datang. Jika hujan
itu datang lagi,
aku tak akan
pernah lagi pergi
untuk menghampirinya. Karena itulah kenangan
yang sudah sangat berat untuk ku
ingat lagi. Sekarang aku hanya
bisa menerima semua kenyataan dan lebih berfikir untuk kedepannya.
Dan sekarang ternyata awan hitam
yang selalu menghantui mimpiku datang dalam kenyataan.
Tapi hujan tak akan pernah
datang lagi, karena awan yang
cerah yang akan
mengalahkannya dengan segala sinar
yang ia punya.
Akan ada Rindu
Rindu yang lebih
baik lagi akan datang
di kehidupanku suatu saat nanti. Selamat jalan Rinduku.
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "KEPERGIAN RINDU - FITRIA KANZA - Lomba Menulis Cerpen"