Desaku, I love you
Rizki Hidayati
Seketika cerah berubah mendung,
itulah yang dirasakan Melvi Anggraini wanita dengan umur 23 tahun. Saat ia tahu
warga mulai gelisah dengan karena harga jual getah karet yang terjun bebas.
Selama ini pohon itu (latin) selalu memberikan penghasilan tetap bagi warga
Desa Tialang. Bagaimana tidak, cara menyadapnya saja harus dengan merukuk
seperti posisi sholat. Betapa banyak pinggang dan sendi warga yang menderita
(dtd), tapi kini penghasilan itu berubah ketika harga jual beras lebih tinggi
dari harga getah karet.
Keesokan harinya melvi pergi
mengunjungi bik ina, ia lebih terkejut lagi saat melihat andes putus sekolah. Ia berharap andes anak bik ina
bisa sekolah lagi. "Ya mau gimana lagi mel, harga karet itu memang berdampak,
tidak mungkin bibik ambil duit dari rentenir, hutang udah banyak", "
tapikan bik, andes bisa sekolah sambil kerja?", "kerja dimana?? kalo
ada pekerjaan pasti bibik mau" "Ya udah bik entar melvi cariin".
Ketika Melvi pulang kerumah, ia melihat ibu-ibu berkumpul mengerumuni wanita jelita,
yang lihai berbicara. "Ibu-ibu anaknya putus sekolah?, gak punya modal
buat usaha?, zaman skrg susah dapat duit? aduh bu lupakan, kami menyediakan
duit yang banyak kalo ibu mau bekerjasama,, saya pinjamin situ, situ modalin
anak sekolah, usaha, dan rumah aman ada uang, tapi jalan lupa dibayar, gak
sulit prosesnya, nunjuk aja langsung cair hari ini juga" ujar wanita
tersebut. "Aduh ibu-ibu kok gak mikir ini renternir jaman modern, alah
nasib-nasib" gumam hati melvi melihat wargannya.
Melvi yang geram langsung menuju
rumah kepala Desa, dan menghadap beliau. "Tok, tok, tok, Assalamu'alaikum,
Pak Kades, ada?" tanya melvi pada ibu yg membuka pintu "Oh gak ada,
kamu siapa? LSM?" buru-buru ibu itu menutup pintu. Melvi yang sering
merantau ini memang tidak dikenal luas oleh masyarakat desa. "Bukan bu
saya Melvi, anaknya Maisaroh" ujar Melvi dari luar. "Ada perlu apa
kamu sama Pak Kades?" ibu itu membukakan pintu lagi, "Saya mau bicara
empat mata sama bapak bu, pak kadesnya ada?" Melvi sudah hampir naik
darah. "Ah nanti kamu mau minta uang lagi, gak ada pak kadesnya lagi
tidur" "Nah tuh ibu bohong katanya pak kades gak ada, trus bilang
lagi tidur, ayolah bu, saya gak minta uang, cuma minta pertanggung jawaban
aja" ujar melvi, "Apa?? kamu diapakan sama suami saya?" dengan
nada tinggi bertempo cepat dengan ketukan 3/4, istrinya langsung menyeret pak
kades keluar. "Bapak ini, malu-maluin ibu aja, udah tua tapi masih genit,
anak ini bapak apakan sampai minta tanggung jawab??" mata istrinya
memandang sinis seperti terbakar api, dan lidahnya lebih tajam dari pedang
"apa bapak gak ngerti??" "ala pake bohong lagi, coba jelaskan
nak, bapak ini memang agak bebal" ujar istrinya yang bersitegang
"Haduh, maaf buk, pak, sebelumnya, saya mau minta pertanggung jawaban pak
desa terhadap warganya, bukan atas saya pribadi, ibu dan bapak tahukan kalau
sekarang harga getah karet jatuh, trus banyak anak desa ini yang putus sekolah,
orang-orang terlilit hutang sama rentenir untuk dipinjam buat makan, bapak gak
maukan desa ini di cap desa miskin??" ujar melvi pelan "Hei anak
muda, pertama warga saya tetap bekerja meskipun karet jatuh, kedua anak putus
sekolah itu karena orang tuanya tidak mampu membiayai, ketiga ngutang sama
renternir??,, kan saya gak nyuruh mereka, jadi itu bukan urusan saya, udah kamu
pulang aja, yang penting kamu kerja sana cari uang banyak biar bantu warga
desa!!!" ujarnya sambil mendorong Melvi "Pak, saya gak akan biarkan
ini terjadi, kalau bapak sebagai pemimpin tidak bisa memberi solusi terhadap
masalah warga, maka saya akan membuat bapak tidak bisa tidur, karena warga akan
saya suruh datang tiap jam minta uang sama bapak" Gumam melvi dalam hati
sambil menatap sisnis.
Sembari berjalan menuju rumah Melvi
kesal karena tak bisa mendapatkan solusi dari kadesnya, "kok ngomong gitu
aja kamu kikuk depan pak kades, Melvi, Melvi" dia berbicara sendiri.
Kekesalannya memuncak akhirnya ia berwudhu dan shalat 2 rakaat. Ia berdo'a
meminta petunjuk agar mendapatkan solusi supaya warga desa terbebas dari hutang,
dan ia berharap anak yang putus sekolah bisa sekolah lagi.
Kemudian, Melvi menaiki atap rumah
berharap angin sepoi menabrak tubuhnya dan membawa sebuah inspirasi untuk
mencari solusi. "Haaaaaaaaaaaahhhhhhhh" pikirannya benar-benar
tersumbat, ia tak menemukan titik terang. Tetiba ada anak kecil yang
mencapturenya dari bawah, "cekrek" kamera handphonenya bunyi
"Hei bocah, apa yang kau lakukan?? hapus fotoku!! kalau tidak aku akan
terjun dari sini" ancamnya "Enak aja, foto ini biar aku upload di Sosmed,
judulnya Kak Melvi udah bosan hidup jadi mau terjun dari atap rumah, ia gila
dan menjerit-jerit sendiri, pasti banyak yang like" ujarnya sambil
menjulurkan lidah "Apa?? hei kau, jangan sampai kau lakukan itu, nanti
hapemu ku pecahkan" ancamnya lagi, "Dan diaa juga ingin menghancurkan
hapeku, jadi buruan like, nanti aku tidak bisa lihat notif lagi, dan tidak tahu
kalo kamu ngelike juga (emot smile)", timpal bocah itu sembari menyentuh
layar hapenya, "astagfirullah, anak jaman sekarang gaulnya gak ketulungan,
eh kakak bisa malu tahu, cepat hapus!" ujar Melvi meminta "aku bisa
menghapus ini dalam 8 detik tapi tiap detik di kali 10rb yah, jadi kakak harus
bayar 80 rb" ujarnya "apa? kau memerasku? eh memangnya kau semiskin
itu apa, minta uang jajan ayahmu sana" tegas melvi, dalam hatinya,
"Iya adik manis,, hemm kau pintar sekali mencari uang, kakak turun yah mau
lihat fotonya, emang fose kakak gimana, kalo bagus biarin aja, biar kakak
terkenal, haha" jawab Melvi yang turun, beruntungnya adik itu mau memberikan
hapenya, dengan cepat dan sigap Melvi menghapus potonya "Sudah
didelete" senyum kemenangan terlukis di wajah Melvi. "tenang aja kak,
fose yang jeleknya ada di hape ini, yang tadi fosenya bagus banget, haha"
bocah itu menunjukkan hape yang lain padanya sambil tertawa "Ya Allah,
cerdik banget kamu, yah, yaudah gapapalah, hapenya tapi tidak boleh buat foto yang
sebarangan yah" melvi pun pergi dari hadapan bocah itu, kemudian dia
mendapat inspirasi, "kenapa tidak meminta solusi dari sosmed aja yah?
Alhamdulillah ya Allah dapat inspirasi" pikirannya terbuka karena bocah
itu, lalu ia mundur dan menghampiri bocah itu, ia merogoh kocek (saku) dan
memberikan uang 8 ribu, "untuk apa ini kak?,, fotonya udah ku upload loh" tanya bocah
itu, "ini untuk kreatifitasmu" ujarnya sambil tersenyum.
Melvi pun membuka sosmed, mengupdate
status, membuka room chat untuk mendapatkan solusi terbaik atas problema
desanya. Ia menemukan jawaban terbaik dan sangat mudah di aplikasikan.
1.
Ia menemukan bahwa pohon karet memiliki biji dan tempurung yang melindunginya,
tempurungnya dapat manfaatkan menjadi Bio Briket sebagai energi alternatif kayu
bakar, yang digunakan untuk pemanasan dari perapian di negara yang memiliki
musim dingin.
2.
Masyarakat dapat Beternak sapi atau kambing alias (Pemamah biak), hal ini
karena rumput di kebun karet biasanya tinggi dan menghalangi penglihatan petani
saat proses pengadapan karet, agar rumput itu bisa dimanfaatkan berarti harus
ada hewan yang memakannya. Tapi yang kedua memiliki modal yang cukup besar.
Melvi mengumpulkan sebanyak-banyaknya
tempurung biji karet, ia mendownload cara pembuatannya di internet, lalu
mencobanya dirumah, berkali-kali ia gagal, sampai percobaan ke-5 ia berhasil
membuat Bio Briket dari Tempurunh Biji Karet. Ia pun mensosialisasikan hal
tersebut kepada tetangganya, namun tetangganya hanya tertawa. Melvi mencoba
meyakinkan ibunya sendiri dengan cara membakar briket kemudian menggunakan
apinya untuk memasak air, ternyata 6 buaj briket bisa memasak 2 liter air
sampai mendidih. Melvi juga terkejut dengan hasilnya "Alhamdulillah bu,
terbakar, percobaanku berhasil" senyum bangga. "Jadi setelah kau buat
ini mau di apakan? enak beli gas, panci gak jadi hitam, gak susah beli abu
gosok biar jadi bersih lagi" ujar ibunya "gini deh bu, kalo gasnya
habis dan tidak punya uang buat beli, kita pake briket ini aja, kan bisa ngemat
juga" ucap melvi tersenyum, "ah, tapi itu harus beli juga kan?, sama
aja jatuhnya" "oh tidak bu, kita buat sendiri aja, rencana saya ini
mau di ekspor ke negara yang punya musim dingin", "bahasamu itu
nak,,, aneh banget, briket, ekspor, apaan sih ibu tidak ngeh" ujar ibunya,
"suatu saat pasti ibu tahu" ujar Melvi. Akhirnya ibunya yang ketua
pkk, membagi ilmu Melvi ke ibu-ibu lain, awalnya warga tidak mau membuat briket
tersebut, tapi setelah melvi menemukan link penjualan ke Jerman terbuka, iapun
mengungkapkaan bahwa 1 buah briket akan dihargai Rp 800, dengan harga jual
melvi ke Jerman Rp. 2.000 perbuah, wargapun riuh dan berbondong-bondong mencari
tempurung dan membuat briket tersebut.
Al hasil melvi dapat memberikan nilai
tambah terhadap produk samping Pohon Karet. Pak kades pun datang menemui Melvi.
"Wah, wah ternyata kamu itu punya bakat tersembunyi, bagus banget ide kamu
yah" melvi yang ingin pergi ditaham oleh pak kades "Kenapa bapak
menahan saya?? kemaren bapak dorong dan usir saya" gumam melvi dalam
hatinya. "Jadi bapak kesini cuma mau bilang itu, atau mau belajar buat
juga pak?" tanya melvi lembut "Boleh, bapak mau lihat prosesnya"
akhirnya Pak Kades mensupport melvi dan mengirimnya di ajang pameran produk
tingkat Desa.
Langkah kedua belum bisa
direalisasikan karena permodalan adalah kendala utama. Namun Melvi tetap
mencoba jalan lain seperti kata pepatah modern "Banyak jalan menuju roma,
kalau tidak menemukan jalannya, tanya aja ke Internet" iapun mencoba
membuat proposal pengajuan ternak ke Dinas Pertanian.
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Desaku, I love you - Rizki Hidayati - Lomba Menulis Cerpen"