Kisah
Mencari Arti Membaca
Karya Jihad Muamar
“Bahkan sampai tua,
membaca janganlah lupa”
Suatu ketika dibawah
pohon cemara yang rindang, berteduhlah seorang pria dibalik jas hitam berkemeja
putih, ia adalah Rendi seorang mahasiswa yang sedang mengisi waktu kosongnya
dibawah pohon tersebut, seraya menikmati hembusan angin yang menggelitik
telinga. Tersenyum dan tertawa lebar melihat beberapa anak kecil sedang membaca
sebuah buku dengan terbata-bata. Bertuliskan kisah si anak desa membuat beberapa
anak kecil tersebut tertawa hanya melihat gambar saja. Senyum kecil terbentuk
di pipi Rendi, teringat akan kisah kecil pada masa lampau. Bertanya kesana
kemari apa guna membaca?.
***
Cerita
tersebut dimulai ketika ia menginjak usia remaja, berbagai buku telah ia baca.
Namun tak satupun buku yang menjelaskan apa guna membaca. Hingga suatu ketika
ia bertanya kepada gurunya, Pak Bandi.
“Pak??!, apalah gunanya manusia membaca? Bukankah
tuhan telah memberi memori otak yang luar biasa kerjanya dibandingkan harus membaca yang esok hanya akan lupa??”
Pertanyaan itu membuat beliau bungkam untuk sejenak.
Beliau yang sangat dihormati Rendi, kini
terdiam berfikir 2X untuk memberi jawaban yang pasti.
“Membaca membuka jendela dunia”
Sebuah kalimat singkat keluar dari mulut beliau. Rendi
tahu bahwa kalimat tersebut memiliki makna yang amat mendalam, namun baginya
jawaban tersebut belum memberikan kepastian. Baginya jawaban tersebut hanya
memberikan point 20 untuk pertanyaannya.
Tak
puas hanya dengan mendengarkan perkataan gurunya, Rendy kembali menanyakan
pertanyaan yang sama kepada ayahandanya.
“Ayahanda..., apalah gunanya manusia membaca?
Bukankah tuhan telah memberi memori otak yang luar biasa kerjanya
dibandingkan harus membaca yang esok
hanya akan lupa??”
Tak berbeda jauh dengan gurunya pak Bandi, ayah Rendi
harus berfikir berkali untuk memberikan jawaban terbaik untuk anak bungsunya
yang tercinta.
“Rendi... ayahmu ini hanya tamatan sd, ayah tidak
banyak memiliki pengetahuan besar akan pengetahuan pendidikan. Namun satu hal
yang ayah ketahui, membaca membuatmu menjadi orang yang hebat...”
Rendi tersenyum, ia memikirkan sungguh malang nasib
ayahandanya yang tak dapat melanjutkan pendidikan, namun ia tetap bangga kepada
ayahnya, walau hanya tamat sd mentalnya tak seperti tempe, bahkan baginya ayah
adalah orang hebat yang melebihi pejabat.
Berbulan-bulan
berlalu, namun Rendi belum mendapatkan jawaban 100 point. Suatu ketika Rendi
sedang mendengarkan khotbah jum’at dimasjid, ia mendengar perkataan sang khotib
yang sedang mengartikan sebuah ayat berbunyikan: ‘Bacalah’. Tatkala itu juga Rendi
berfikir,”Mungkinkah sang khotib dapat menjawab pertanyaanku?’.
Sontak
ketika pelaksanaan sidang jum’at selesai, Rendi bergegas menemui sang khotib. Kembali
dengan pertanyaan yang sama, Rendi melontarkan pertanyaannya kepada sang
khotib.
“Asslamualaikum, pak khotib... maaf mengganggu
anda, namun ada sebuah pertanyaan yang
saya harap anda dapat menjawabnya.”
Sang khotib dengan tegas menjawab,”Waalaikumsalam.
Tentu, pertanyaan apa itu??”
Tanpa basa basi saat itu juga Rendi langsung menuju
point utama,
“Ustadz,...apalah gunanya manusia membaca? Bukankah
tuhan telah memberi memori otak yang luar biasa kerjanya dibandingkan harus membaca yang esok hanya akan lupa??”
Sang khotib tersenyum saat itu juga ia menjawab
tegap dan tegas..
“Membaca membuat kita dekat dengan Allah, sehingga
kita dicintai oleh Allah, sebagaimana firman allah: Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang menciptakan”
Rendi
hanya terdiam mendengar perkataan sang khotib, ia berfikir jawaban sang khotib
sudah lebih dari cukup untuk menjawab pertanyaannya, kini tinggal ia
menggabungkan arti membaca baginya.
Bertahun-tahun
berlalu. Kini Rendi menjalani kehidupan masa kuliah, ia bertemu dengan banyak
orang-orang hebat. Kerap kali ia bertanya apa guna membaca untuk menyempurnakan
jawabannya. hingga suatu ketika ia berpapasan dengan seorang profesor yang
mengajar di kampus tempat ia menempuh pendidikan. Rendi memohon kepada sang profesor
untuk menjawab pertanyaannya. Sang profesor setuju dan berhenti sejenak untuk
mendengar apa yang ingin dikatakan Rendi.
“Pak profesor??!, apalah gunanya manusia membaca?
Bukankah tuhan telah memberi memori otak yang luar biasa kerjanya dibandingkan harus membaca yang esok hanya akan lupa??”
Sang profesor menatap Rendi dengan amat serius.
Dimata Rendi ia berharap penuh kepada profesor untuk melengkapi jawaban
pertanyaannya. Namun apa yang terjadi?, sang profesor tersebut tertawa
terbahak-bahak dan terus berkata..
“Dasar bodoh! Apa gunanya engkau sekolah tinggi tapi
tak mengerti?? Lebih baik engkau pergi dan menjadi kuli dibandingakan harus
sekolah di perguruan tinggi ini. Aaah.. pertanyaan bodoh”
Sang
professor pergi tanpa merasa bersalah. Begitu pula Rendi yang tak bisa
berbicara, baginya perkataan profesor tersebut membuatnya kecil dan
menghancurkan pondasi jawaban pertanyaannya yang telah ia cari bertahun-tahun
lamanya. Tak ada lagi kata yang cocok untuk Rendi, ia berfikir tak ada gunanya
mencari arti dari pertanyaan bodoh seperti kata profesor tersebut.
Disaat
itulah Rendi duduk dibawah pohon cemara, merenungkan kenapa ia sangat bodoh
mencari jawaban yang dipertanyakan kebenarannya. Disaat yang bersamaan
datanglah seorang anak kecil berjalan sambil membawa buku kisah dongeng. Anak
tersebut nampak ceria sampai ia tak memperhatikan kemana langkah kakinya
berjalan. Dan tak lama kemudian memang terjadi.... anak kecil tersebut menabrak
sebuah pohon kecil yang membuatnya terjatuh. Ia tetap tegar dan tidak menangis
walaupun terlihat jelas ia sedang menahan air matanya, ia hanya terfokus
mencari-cari buku kisah dongengnya. Disaat itulah Rendi datang membantunya dan
juga mengembalikan buku anak kecil tersebut. Rendi hanya dapat tersenyum dan
bertanya...
“Apakah engkau baik-baik saja??”
“Ya, aku adalah anakyang hebat, karena aku anak
kebanggan mama”, lontar kata sang anak kecil tersebut seraya menahan air mata.
“Kenapa engkau membaca dengan sangat senang hingga
tak memperhatikan langkahmu? Apalah gunanya membaca?”
“Kakak tidak tahu? Membaca itu mengasyikkan, tidak
peduli apa yang terjadi, terkadang aku bisa menjadi raja, atau menjadi ratu,
terkadang pula aku berkhayal menjadi seorang pembantu. Namun semua itu sangat
mengasyikkan, itu sebabnya aku sangat suka membaca “
Rendi
hanya tertawa mendengar apa yang telah diucapkan anak kecil tersebut. Namun ia
kembali berfikir, apa yang telah diucapkan oleh anak kecil tersebut merupakan
sebuah jawaban. Ia hanya melamun bahkan
tak sadar lagi akan anak kecil tersebut.
“Bye bye Kakak,
semoga bertemu kembali...”,anak kecil tersebut pergi.
Disaat
yang bersamaan Rendi berlari menuju rumahnya, ia berlari dan terus berlari,
bahkan berkali-kali ia hampir terjatuh. Baginya jawabannya telah ditemukan,
jawaban yang ia cari bertahun-tahun akhirnya terjawab. Sesampainya dirumah ia
menuliskan sebuah kisah pencarian arti membaca. Ia menuliskan “membaca
merupakan apa yang dikatakan pak bandi, membuka seluruh dunia. Membaca itu
seperti kata ayahanda, membuatku menjadi orang yang hebat. Membaca seperti kata
pak ustadz, membuatku lebih dekat dengan ALLAH. Membaca itu seperti kata
profesor tak perlu ditanyakan karena membaca memiliki arti yang berbeda bagi
setiap orang. Dan terakhir, membaca itu seperti apa yang dikatakan oleh anak
kecil, menjadi apapun yang engkau inginkan...”
***
Tawa beberapa anak
kecil yang tak jauh di dekat Rendi membuatnya ingin ikut berbagi. Ia menemui
beberapa anak kecil tersebut...
“Apa yang sedang kalian tertawakan?”
“Gambar yang menarik....maukah kakak membacakan
kisah buku ini???”, senyum polos beberapa anak kecil tersebut.
“hmm... kakak punya cerita yang lebih menarik... apa
kalian mau mendengarnya??”
“Benarkah??... cepat ceritakan kak....”, terlihat
tawa ceria pada wajah anak kecil tersebut.
“Baiklah.. kakak akan ceritakan sebuah cerita yang
berjudul, ‘Kisah Mencari Arti Membaca’. Cerita tersebut dimulai.........”
“Bahkan
terkadang orang dewasa belajar dari anak kecil”
(TAMAT)
Tag :
Lomba Menulis Cerpen
0 Comments for "Kisah Mencari Arti Membaca - Jihad Muamar - Lomba Menulis Cerpen"