-->

Orok Buaian Lampu Merah - Firdaus Akmal - Lomba Menulis Cerpen

Orok Buaian Lampu Merah
Firdaus Akmal

Sekitar pukul setengah tiga dini hari pak Kusumo keluar dari kamar dengan sangat hati – hati. Situasi harus dikondisikan se-alami mungkin, terutama suara. Sebab suara adalah kemungkinan terbesar yang menjadikan istri pembantunya terbangun. Ia samasekali tak menaruh kecurigaan terhadap siapapun, baik istri, pembatu, pun tetangganya. Dalam penilaian pak Kusumo, mereka semua adalah orang – orang berhati mulia. Pak Kusumo memutuskan untuk memasang CCTV. Keputusan ini ia ambil tanpa terlebih dahulu meminta kesepakatan. Ia merasa bahwa dengan mengatakannya hanya akan mengahasilkan ketidaksepakatan. Tak ada dorongan lain baginya kecuali saran yang ia dapatkan dari mitra kerjanya. CCTV dipandang sebagai altenatif pengungkap kemungkinan – kemungkinan yang ada :  data valid dan tanpa rekayasa sangat mungkin diperoleh.
Tokoh Baru
Selamat pak, putra anda lahir dengan sehat dan tanpa cacat sedikit pun “. Dokter menyalami Pak Kusumo. Segera beliau mengazani putra tercintanya itu. Hari baru segera dimulai. Rumah pak Kusumo dilingkupi dengan cuaca yang cerah. Pak Kusumo dan bu Inayati dengan sepenuh hati mengasuh putranya. Bayi itu begitu lucu dan membahagiakan setiap orang yang memandangnya. Ucapan selamat dan doa semakin deras diucapkan para kerabat, keluarga, dan mitra kerja Pak Kusumo dan bu Inayati. Anugerah ini benar – benar tak cukup hanya dideskripsikan dengan sajak bintang- bintang.
“ Untuk yang dicinta jangan setengah hati, berikan yang terbaik dan bergizi “. Pak Kusumo memberikan mandat kepada istrinya dengan bibir tersenyum dan mata berbinar. “ Utamakan ASI ”. lanjut Pak Kusumo. “ Baik Mas, terimakasih atas kebahagiaan ini “. Bu Inayati menimpali. Sudah menjadi sebuah kesepakatan dalam kehidupan, bahwa buah hati adalah tokoh yang dinanti – nanti dalam kelanjutan cerita para orangtua.
“ Bi, saya titip dek JH ya, jangan lupa bubur pisangya disuapin, saya berangkat ke kampus dulu “. Setelah memastikan mandatnya itu terpenuhi Bu Ina, sapaan akrabnya segera menuju mobil. Sedangkan suaminya tengah siap terlebih dahulu.
***
Bayi itu menginjak usia tiga tahun, namun ada sedikit kejanggalan yang nampak. Bayi itu mengalami keterlambatan dan terlihat tidak seperti bayi normal lain. Sampai saat ini bayi itu cenderung kurang aktif. Ada yang lebih memancing tanda tanya bagi para pemirsa, maksudnya bagi siapapun yang melihatya. Dengan kondisi ekonomi yang di atas rata – rata, mainan – mainan yang jauh kemungkinannya akan melukai  bagian tubuh putranya, lagipula dengan melihat ukurannya rasanya terlalu besar untuk mulut bayi seumur itu. Bila mempertimbangkan asupan gizi yang berikan kepada bayi itu tentunya tanda tanya akan semakin membesar dan setiap pertanyaan yang ada di depan tanda tanya itu akan memunculkan pertanyaan – pertanyaan turunan lainnya. Namun sampai kini, tak ada asumsi negatif samasekali bagi Pak Kus dan bu Ina. Hanya saja rasa heran yang semakin menjadi – jadi itu memancing Pak Kus untuk melakukan sebuah penyelidikan. Logika paling dasar untuk mengungkap hal ini ialah bertanya pada seseorang yang paling intensif berada di dekat bayi itu. Maka timbulllah maksud untuk menyakan beberapa hal kepada mbak QR. Dengan asas praduga tak bersalah pak Kus memastikan asupan susu dan bubur pisang untuk putra tercinta kepada mbak QR. Syak wa sangka yang seharusnya tak ia rasakan itu tak cukup bukti.
***
Di sebuah jam perkuliahan           
istilah hanyalah cara menyebut suatu hal dengan suatu sudut pandang, begitu pula ‘rahasia’, kata yang menarik untuk didengar dan diucapkan. Dalam hemat saya, rahasia tak lebih dari sekadar cara untuk menyebut hal yang belum diketahui. Lantas, apakah semestinya rahasia itu perlu diungkapkan, atau membiarkannya tetap diam ? “.Walaupun sudah mejadi maklum bahwa setiapkali memulai perkuliahan beliau selalu membangun komunikasi dengan mahasiswa dengan pertanyaan yang ‘menggairahkan’ namun tak jarang pertanyaan – petanyaan filosofis itu justru hanya menjadi renungan individu para peserta kuliyah oleh karena tak satupun dari mereka yang merasa mampu menjawabnya. Tentunya hal ini bukan masalah berarti, sebab pertanyaan pembuka ini memang maklum menjadi semacam warming up untuk menyalakan dada dan membuat mata yang sayu menjadi sedikit lebih terbuka.
***
Pagi hari sebelum sarapan dan berkumpul di meja makan, secara diam- diam pak Kus membuka ponsel pintarnya untuk memantau rekaman CCTV yang diam- diam ia pasang. Belum ada yang terdeteksi. “ Mobil siapa ini, sepertinya mewah. Ada kepentingan apa mendatangi rumahku ? “ hatinya dipenuhi penasaaran. Ia melanjutkan pandangan matanya ke layar. “ Itu kan bibi ? apa yang sebenarnya terjadi.. “. Masih ia tahan segala tendensi. Sebisa mungkin dalam keadaan ini presepsi postif ia jaga. ” Sepertinya ia mengirim paket untuk anaknya di kampung“. Pada kali kedua ia mengecek rekaman ia belum menemukan titik terang. Pada menit – menit selanjutnya, video rekaman itu hanya menujukkan oang asing yang membawa mobil itu segera keluar, menerima koper yang diberikan mbak QR dan segera membawanya pergi.
***
Dua hari selanjutnya ia masih melihat rekaman CCTV itu dari ponsel pintarnya. Kejadian itu berulang. Berhubung belum puas dengan pengamatan yang terhalang oleh aktifitas lain, hari itu tanpa sepengetahuan istri dan mitra kerjanya ia sengaja absen dari kampus, dan dipastikan istrinya sekalipun tidak tahu. Berulangkali ia pindah dari satu kafe ke kafe lain untuk menuntaskan pertanyaannya itu. Hingga pada sekitar pukul tiga sore ia mulai menemui titik terang. Dilihatnya mobil yang selalu datang pagi hari itu kembali mendatangi rumahnya dan mengembalikan koper itu kepada bibi.
Rasa penasaran semakin memuncak, namun pak Kus tidak gegabah. Kematangan berfikirnya mendorong ia mengambil keputusan untuk mengikuti mobil itu pada esok harinya. Ia memastikan bahwa tak ada yang mengetahui bahwa ia sedang mengikuti sebuah mobil, termasuk sosok misterius pemilik mobil itu.
**
Hari ini pak Kus mendapat tugas dari kampus untuk mendatangi undangan sebuah kampus lain diluar kota. Kali ini kampus sedang berencana untuk mengadakan kerjasama dan upaya membandingkan satu sama lain dalamrangka peningkatan mutu dan kualitas kampus masing – masing. Perbandingan terkadang diperlukan untuk menilai sesuatu. Di tengah pejalanan Pak Kus terhenti oleh lampu merah. Para pengemis meyerbu para pengendara. Salah satu pengemis mendekati mobilnya. Di depan matanya perempuan tengah menggendong bayi. Agar tidak kepanasan, wajah bayi itu ditutupi dengan selendang yang menggendongnya. Hatinya tersentuh untuk pemandangan sensitif ini. Setelah memberikan dua lembar uang seratus ribuan dan lampu hijau mulai menyala, perjalanan pun dilanjutkan kembali.
**
Di sebuah bekas bangunan tua
Pagi kembali, langit yang biru dan jalan yang mulai dipenuhi kendaraan dan bising suara khas perkotaan menjadi pertanda bagi berlangsungnya rutinitas. Di salah satu sudut kota terdapat bangunan yang sudah tak terpakai. Retak – retak di tembok, lumut – lumut, dan beberapa sampah berseakan menandakan bahwa bangunan itu sudah tidak lagi berfungi sebagaimana mestinya. Sepintas bangunan tersebut seperti bekas pabrik. Letaknya memang agak menjorok ke dalam sehingga tak memunculkan rasa penasaran semisal apakah ada orang di dalamnya, atau mungkin ada pertunjukan seni dari orang – orang pengangguran.
Perempuan – perempuan berusia tiga puluh sampai empat tahunan terlihat tengah sibuk dengan masing – masing bayi di gendongnya. Mereka sepertinya tidak sedang meninabobokkan sembari menyusui bayi – bayi itu. Uniknya, tidak ada satu bayi pun yang merengek atau  telihat gusar. Satu sisi lain, perempuan – perempuan itu nampak sedang saling membantu lainnya untuk menuangkan minuman keras ke dalam botol bayi. Bentuk kemasan dan cap yang tertera di botol itu menjadi petunjuk yang valid bahwa air itu tak lain adalah minuman keras. Kemungkinan ini tak terbantahkan ketika melihat warna air dari botol yang diduga minuman keras itu dimasukkan ke botol bayi. Cukup mengejutkan, perempuan – perempuan itu memberikan minuman itu kepada bayi – bayi yang digendongnya. Sebagian justru lebih tak terduga, beberapa obat tidur dicampurkan ke dalam minuman itu. Alhasil, menjadi wajar bila di tempat yang banyak terdapat bayi itu tak sedetikpun suara oek tedengar.
***
Mbak QR masih beruntung. Seharusnya ia berada di penjara saat ini. Orang baik seperti majikannya itu jarang sekali ditemukan. Walaupun harus berhenti bekerja, malahan ia masih tetap menerima pesangon dari mantan majikannya itu. Sebenarnya ia sangat malu.  Oleh sebab itu ia pamit untuk pulang kampung.
***
Pak Kus tengah berada di belakang mobil sedan mengkilap itu. Ia berusaha mengimbangi kecepatan laju mobil di depannya tanpa membuat si pengendara curiga. Ia tak menduga, pejalanan mobil itu cukup jauh. Kini ia sampai di sebuah kota di mana kampus yang bekerjasama dengan tempat mengajarnya berada. Tibalah ia pada sebuah bangunan tua. Setelah mengambil jarak, ia melihat perempuan – perempuan menggendong bayi – bayi. Di tempat yang kebanyakan orang tidak mengetahui ada kehidupan di dalamnya itu ia melihat wajah yang benar – benar ia kenal.
Transaksi
Sekitar satu jam setelah keberangkatan mereka ke kampus, nampak di depan pintu rumah gedong itu ada sebuah mobil sedan yang mengkilap. Mobil itu berhenti tepat persis di depan gerbang. Tak lama kemudian mbak QR segera muncul dari pintu utama rumah sambil menggendong bayi. Praktis, seorang pria bertubuh tinggi dengan pakaian rapi dan berkacamata membuka pintu mobil. Dengan hati – hati pria itu menghampiri bu QR. Ia harus memastikan bahwa tak ada seorangpun yang melihat perkara ini.  “ Silakan bawa, pastikan jam tiga sore orok ini sudah pulang “. Pembantu itu berucap aneh. “ Oke, berarti totalnya tujuh jam, saya beri kamu seratus empat puluh ribu”. Pria asing itu menimpali.  “ nanti saja, saya ambil  perbulan “.

Lantas, pria asing itu segera membawa bayi mungil yang tak berdosa itu. Dengan kecepatan penuh mobil itu melengos menuju suatu lokasi yang tidak diketahui.
0 Comments for "Orok Buaian Lampu Merah - Firdaus Akmal - Lomba Menulis Cerpen"

Back To Top